Search makalah

Sunday, 15 July 2018

MAKALAH GURU DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGIS


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Semakin maju suatu masyarakat, semakin dirasakan pentingnya sekolah dan pendidikan secara teratur bagi pertumbuhan dan pembinaan anak dan generasi muda pada umumnya. Guru sebagai seorang tenaga pendidikan yang profesional berbeda pekerjaannya dengan lain. Karena ia merupakan suatu profesi, dibutuhkan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Guru harus memiliki kompetensi mengajar yang bagus dan harus mampu menciptakan suasana belajar di sekolah dengan sebaik-baiknya. Dalam mengajar guru tidak lepas dari buku-buku pegangan atau bahan ajar yang digunakan untuk menyampaikan materi.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dan pemaknaan tentang guru?
2.      Apa peranan dan kedudukan guru?












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan Pemaknaan Tentang Guru
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru adalah manusia yang tugasnya (profesinya) mengajar, sedangkan menurut Vembrianto dalam bukunya Kamus Pendidikan, guru adalah pendidik profesional di sekolah dengan tugas utama mengajar.
Istilah lain yang masih berkenaan dengan guru dan berkembang di masyarakat adalah pendidik. Karena makna pendidik adalah usaha untuk membimbing, mengarahkan, mentransfer ilmu yang dapat dilakukan secara umum. Akan tetapi, istilah pendidik terdapat pada lembaga formal, seperti sekolah, madrasah, dan dosen dalam dunia perguruan tinggi.
Secara istilah, pendidik adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Secara umum, menurut Ahmad D. Marimba, pendidik diartikan sebagai orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik (peserta didik).
Jelas bahwa guru itu memiliki peranan yang strategis dan merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan kelembagaan sekolah, karena guru adalah pengelola KBM bagi para siswanya. Kegiatan belajar mengajar akan efektif apabila tersedia guru yang sesuai dengan kebutuhan sekolah baik jumlah, kualifikasi maupun bidang keahliannya.[1]
B.     Peranan dan Kedudukan Guru
Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan sebagai pegawai. Yang paling utama ialah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru. Berdasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukkan kelakuan yang layak bagi guru menurut harapan masyarakat. Guru sebagai pendidik dan pembina generasi muda harus menjadi teladan, di dalam maupun di luar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukannya selama 24 jam. Di mana dan kapan saja ia akan selalu dipandang sebagai guru yang harus memperlihatkan kelakuan yang dapat ditiru oleh masyarakat, khususnya oleh anak didik.
Kedudukan guru ditentukan oleh fakta bahwa ia orang dewasa. Dalam masyarakat kita orang yang lebih tua harus dihormati. Oleh sebab guru lebih tua daripada muridnya maka berdasarkan usianya ia mempunyai kedudukan yang harus dihormati, apalagi karena guru juga dip8andang sebagai pengganti orang tua. Hormat anak terhadap orang tuanya sendiri harus pula diperlihatkannya terhadap gurunya dan sebaliknya guru harus pula dapat memandang murid sebagai anak.
Ada anggapan bahwa dewasa ini rasa hormat anak muda terhadap orang tua makin merosot. Erosi kewibawaan orang tua mungkin disebabkan oleh peranan generasi muda dalam revolusi kemerdekaan, oleh pengaruh kebudayaan asing, oleh sikap kritis para pemuda, oleh ketidakmampuan orang tua mempertahankan kedudukan yang dipegangnya.[2]
Sebagai pegawai kedudukan guru ditentukan oleh pengalaman kerja, golongan, ijazah, dan lama kerjanya.
1.     Peranan Guru Sehubungan Dengan Murid
Peranan guru dalam hubungannya dengan murid bermacam-macam menurut situasi interaksi sosial yang dihadapinya, yakni situasi formal dalam proses belajar mengajar dalam kelas dan dalam situasi informal.
Dalam situasi formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas guru harus sanggup menunjukkan kewibawaannya, artinya ia harus mampu mengendalikan , mengatur, dan mengotrol kelakuan anak. Kalau perlu ia dapat menggunakan kekuasaannya untuk memaksa anak belajar, melakukan tugasnya dan mematuhi peraturan. Dengan kewibawaan ia menegakkan disiplin demi kelancaran dan ketertiban proses belajar-mengajar.
Dalam pendidikan kewibawaan merupakan syarat mutlak. Mendidik ialah membimbing anak dalam perkembangannya ke arah tujuan pendidikan. Bimbingan atau pendidikan hanya mungkin bila ada kepatuhan dari pihak anak dan kepatuhan diperoleh bila pendidik mempunyai kewibawaan. Kewibawaan dan kepatuhan merupakan dua hal yang komplementer untuk menjamin adanya disiplin.
Adanya kewibawaan guru dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain :
1)      Anak-anak sendiri mengharapkan guru yang berwibawa, yang dapat bertindak tegas untuk menciptakan suasana disiplin dan mereka bersedia mengakui kewibawaan itu.
2)      Guru dipandang sebagai pengganti orang tua lebih-lebih pada tingkat SD.
3)      Pada umumnya tiap orang tua mendidik anaknya agar patuh kepada guru.
4)      Gurur sendiri dapat memelihara kewibawaannya dengan menjaga adanya jarak sosial antara dirinya dengan murid.
5)      Wibawa guru juga diperolehnya dari kekuasaannya untuk menilai ulangan atau ujian murid dan menentukan angka rapor dan dengan demikian menentukan nasib murid, apakah ia naik atau tinggal kelas. Murid maupun mahasiswa sangat menyegani pengajar yang memegang kekuasaan itu. Ada guru yang menyalahgunakan kekuasaan itu dan diberi julukan “killer”.
6)      Namun kewibawaan yang sejati diperoleh guru berdasarkan kepribadiannya sendiri. Kepribadian harus dibentuk berkat pengalaman.
Kewibawaan yang sejati tidak diperoleh dengan penyalahgunaan kekuasaan dengan ancaman akan memberi angka rendah bila guru merasa ia kurang dihormati. Sekalipun kedudukan sebagai guru telah memberi kewibawaan formal, namun kewibawaan itu harus lagi didukung oleh kepribadian guru.
Dalam situasi informal guru dapat mengendorkan hubunagn formal dan jarak sosial, misalnya sewaktu rekreasi, berolah raga, berpiknik atau kegiatan lainnya. Murid-murid menyukai guru yang pada waktu-waktu demikian dapat bergaul dengan lebih akrab dengan mereka, sebagai manusia terhadap manusia lainnya, dapat tertawa dan bermain lepas dari kedok formal. Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan peranannya menurut situasi sosial yang dihadapinya. Akan tetapi bergaul dengan murid secara akrab sebagai sahabat dalam situasi belajar dalam kelas akan menimbulkan kesulitan disiplin bagi murid itu sendiri. Dalam masyarakat kita yang banyak sedikit masih bercorak otoriter mungkin sikap demokratis masih belum dapat dijalankan sepenuhnya.
Walaupun guru bertindak otoriter dengan menggunakan wibawanya, namun ia tidak akan dicap sebagai kejam. Guru dapat bertindak tegas bahkan keras namun dapat menjaga jangan sampai menyinggung perasaan dan harga diri murid. Ini mungkin selama ia mengecam kesalahan yang dibuat murid agar diperbaiki tanpa menyentuh pribadi anak itu sendiri. Kebanyakan murid-murid akan tetap menyukainya dan memandangnya sebagai guru yang baik asal ia selalu berusaha memahami murid dan bersedia untuk membantunya.
Pada satu pihak guru harus bersikap otoriter, dapat mengontrol kelakuan murid, dapat menjalankan kekuasaannya untuk menciptakan suasana disiplin demi tercapainya hasil belajar yang baik dan untuk itu ia menjaga adanya jarak sosial dengan murid. Di lain pihak ia harus dapat menunjukkan sikap bersahabat dan dapat bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab. Guru yang berpengalaman dapat menjalankan peranannya menurut situasi sosial yang dihadapinya. Kegagalan dalam hal ini akan merusak kedudukannya dalam pandangan murid, kepala sekolah, rekan-rekan guru maupun orang tua murid.
2.     Peranan Guru Dalam Masyarakat
Peranan guru dalam masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru. Kedudukan sosial guru berbeda dari negara ke negara, dari zaman ke zaman. Pada zaman Hindu, misalnya guru menduduki tempat yang sangat terhormat sebagai satu-satunya sumber ilmu. Murid harus datang kepadanya untuk memperoleh ilmu sambil menunjukkan baktinya. Demikian pula guru-guru silat di Cina sangat dijunjung tinggi oleh murid-muridnya.
Di negara kita kedudukan guru sebelum Perang Dunia II sangat terhormat karena hanya mereka yang terpilih dapat memasuki lembaga pendidikan guru. Hingga kini citra tentang guru masih tinggi walaupun sering menurut yang dicita-citakan yang tidak selalu sejalan dengan kenyataan.
Pekerjaan guru selalu dipandang dalam hubungannya dengan ideal pembangunan bangsa. Dari guru dihrapakan agar ia manusia idealistis, namun guru sendiri tak dapat tiada harus menggunakan pekerjaannya sebagai alat untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Walaaupun demikian masyarakat tak dapat menerima pekerjaan guru semata-mata sebagai mata pencaharian belaka sejajar dengan pekerjaan tukang kayu, atau saudagar. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan negara dan masa depan bangsa.
Karena kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempunyai harapan-harapan yang tinggi tentang peranan guru. Harapan-harapan itu tak dapat dibaikan oleh guru, bahkan dapat menjadi norma yang turut menentukan kelakuan guru.
Walaupun zaman berubah namun kelakuan guru menyimpang dari apa yang dianggap sopan selalu mendapat sorotan yang tajam. Guru selalu diharap agar menjadi teladan bagi anak didik.
Pada umumnya guru tidak menentang harapan-harapan masyarakat walaupun pada hakikatnya membatasi kebebasan mereka. Gurun sendiri menerima pembatasan itu sebagai sesuatu yang wajar. Pelanggaran oleh guru juga akan dikecam oleh rekan-rekannya. Mungkin sekali mereka yang memasuki lembaga pendidikan guru pada prinsipnya telah menerima norma-norma kelakuan yang ditentukan oleh masyarakat.
Guru-guru menerima harapan agar mereka menjadi suri teladan bagi anak-didiknya. Untuk itu guru harus mempunyai moral yang tinggi. Walaupun demikian ada kesan bahwa kedudukan guru makin merosot dibandingkan dengan beberapa puluh tahun yang lalu.[3]
3.     Peranan Guru Dalam Hubungannya Dengan Guru-Guru Lain dan Kepala Sekolah
Sebagai pegawai negeri dan anggota KORPRI tiap guru harus menaati segala peraturan kepegawaian dalam melakukan tugasnya. Bagi guru ini berarti bahwa ia harus hadir pada tiap pelajaran agar jangan merugikan murid. Seorang pegawai administrasi masih dapat mengejar ketinggalannya dengan mngerjakannya di rumah diluar jam kantor.
Selain peraturan umum bagi pegawai tiap-tiap sekolah mempunyai peraturan-peraturan khusus tentang berbagai tugas lain yang harus dilakukan oleh guru seperti membantu administrasi sekolah, tugas piket, membimbing kegiatan ekstrakurikuler, menjadi anggota panitia HUT sekolah, menjadi wali kelas, dan lain sebagainya.
Sebagai pengajar ia harus membuat persiapan, memberi dan memeriksa ulangan, mengabsensi murid, menghadiri rapat guru, dan sebagainya. Dalam segala tugas kewajiban ia senantiasa di bawah pengawasan kepala sekolah yang harus memberi konduite yang baik agar memperoleh kenaikan tingkat. Dengan sendirinya guru akan mematuhi tiap peraturan dan instruksi dari atasannya.
Berdasarkan kekuasaan yang dioegang oleh kepala sekolah terbuka kemungkinan baginya untuk bertindak otoriter. Sikap ini dapat menjelma dalam sikap otoriter guru terhadap murid. Namun pada umumnya guru menginginkan kepala sekolah yang demokratis yang mengambil keputusan berdasarkan musyawarah, walaupun dalam situasi tertentu diinginkan pemimpin yang berani bertindak tegas dengan penuh  otoritas.
Guru-guru cenderung bergaul dengan sesama guru, guru terikat oleh norma-norma menurut harapan masyarakat yang dapat menjadi hambatan untuk mencari pergaulan dengan golongan lain yang tidak dibebani oleh tuntutan-tuntutan tentang kelakuan tertentu. Guru dan sesama guru mudah saling memahami dan dalam pergaulan antara sesama rekan dapat memelihara kedudukan dan peranannyanya sebagai guru. Itu sebabnya guru-guru akan membantu kliknya sendiri.
Perkumpulan guru juga menggambarkan peranan guru. PGRI misalnya bersifat profesional yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan sekalipun juga disebut perbaikan nasib guru, namun guru-guru pada umumnya kurang dapat menerima perkumpulan guru sebagai serikat buruh. Mengajar dan mendidik sejak dulu dipandang sebagai profesi kehormatan yang tidak semata-mata ditujukan kepada keuntungan materiel. Memperjuangkan nasib melalui perkumpulan guru dengan menonjolkan soal upah bertentangan dengan hati sanubari guru, sekalipun ia turut merasa kesulitan hidup sehari-hari.
Lagi pula usaha menggunakan perkumpulan guru sebagai alat memperjuangkan perbaikan nasib mungkin akan terbendung bila pengurus perkumpulan itu terpilih dari kalangan kepala sekolah atau mereka yang telah mempunyai kedudukan yang cukup tinggi karena tidak ingin mendapat teguran dari atasan bila mengadakan aksi yang tidak berkenan di hati pihak atasan itu. Adanya perkumpulan guru memberi kesempatan bagi guru untuk lebih mengidentifikasikan dirinya dengan profesinya.[4]





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Guru adalah manusia yang tugasnya (profesinya) mengajar, sedangkan menurut Vembrianto dalam bukunya Kamus Pendidikan, guru adalah pendidik profesional di sekolah dengan tugas utama mengajar.
Pendidik diartikan sebagai orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik (peserta didik).
Peran guru, yaitu: pendidik, model, pengajar dan pembimbing, pelajar, komunikator terhadap masyarakat setempat, pekerja administrasi dan kesetiaan terhadap lembaga.

Kedudukan guru ditentukan oleh fakta bahwa ia orang dewasa. Dalam masyarakat kita orang yang lebih tua harus dihormati. Oleh sebab guru lebih tua daripada muridnya maka berdasarkan usianya ia mempunyai kedudukan yang harus dihormati, apalagi karena guru juga dip8andang sebagai pengganti orang tua. Hormat anak terhadap orang tuanya sendiri harus pula diperlihatkannya terhadap gurunya dan sebaliknya guru harus pula dapat memandang murid sebagai anak.










DAFTAR PUSTAKA

Mahmud,prof,M.si,2011,Sosiologi Pendidikan, Bandung: CV Pustaka Setia
Nasution,S,Prof,Dr,MA,2011,Sosiologi Pendidikan,Jakarta:Bumi Aksara
Robinson,philiph,1981,Beberapa Prespektif Sosiologi Pendidikan,Jakarta:CV Rajawali
Idris,zahara,1992,Pengantar Pendidikan,Jakarta:PT Gramedia Widya Sarana Indonesia


[1] Prof.Dr.Msi mahmud.sosiologi pendidikan. (2011,bandung: cv pustaka setia).hal:41-42
[2] Philiph robinson.beberapa prespektif sosiologi pendidikan.(1981. Jakarta:cv rajawali).hal:189-191
[3] Prof,Dr.S.Nasution,MA.sosiologi pendidikan.(2011,Jakarta:Bumi Aksara).hal:91-94
[4] Zahara.Idris.Pengantar Pendidikan.(1992,Jakarta:PT Gramedia Widia Sarana Indonesia).hal:72

No comments:

cari judul makalah