BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara kultural, pendidikan pada umumnya berada dalam
lingkup peran, fungsi dan tujuan yang tidak bebeda. Semuanya dalam upaya untuk
menegakkan martabat manusia melalui transmisi yang dimilikinya.
Dunia pendidikan Islam dengan pendidikan pada umumnya, kadang-kadang memang mempunyai persamaan dan kadang-kadang juga memiliki perbedaan. Persamaan akan timbul karena sama-sama berangkat dari dua arah pendidikan yakni dari diri manusia yang memang fitrahnya untuk melakukan proses pendidikan, kemudian dari budaya yakni masyarakat yang memang menginginkan usaha warisan nilai, maka semua memerlukan pendidikan.
Pendidikan nasional menggalakan potensi individu secara menyeluruh dan terpadu
untuk mewujudkan insan yang seimbang dan harmonis dari segi intelektual, rohani
dan iman, berdasarkan kepada kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Ada
penekanan dalam bidang rohani maupun jasmani manusia dalam sistem pendidikan
nasional merupakan ciri-ciri pendidikan Islam. Karena itu kurikulum pendidikan
keagamaan merupakan bagian yang dimuat dalam kurikulum pendidikan maupun yang
melekat pada setiap pelajaran sebagai bagian dari pendidikan nilai.
Mengenai pendidikan agama itu sendiri pada dasarnya cukup mewarnai
perjalanan bangsa Indonesia ,
apalagi bila dilihat dari dimensi historis. Sebelum pemerintah kolonial Belanda
memperkenalkan sistem pendidikan Barat yang sekuler, diketahui bahwa pesantren
merupakan satu-satunya lembaga pendidikan formal yang ada di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka saya membatasi atau
merumuskan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apa
pengertian dan tujuan Pendidikan Agama Islam ?
- Bagaimana Pendidikan Agama
dalam Sistem Pendidikan Nasional?
- Bagaimana Implementasi
Nilai-nilai Agama dalam Sistem Pendidikan Nasional?
- Apa Saja Permasalahan yang ada
dalam Pendidikan Islam di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian dan
tujuan pendidikan Agama Islam.
2. Untuk mengetahui bagaimana pendidikan
agama dalam sistem pendidikan nasional.
3. Untuk mengetahui bagaimana implementasi
nilai-nilai agama dalam sistem pendidikan nasional.
4. Untuk mengetahui
permasalahan-permasalahan yang ada dalam pendidikan Islam di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan dapat diartikan sebagai
bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani
peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Sehingga pendidkan
dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan pokok dalam membentuk
generasi muda agar memiliki kepribadian yang utama.Dalam Islam pada mulanya
pendidikan Islam disebut dengan kata “ta’dib”. Kata “Ta’dib”mengacu pada
pengertian yang lebih tinggi, dan mencakup unsur-unsur pengetahuan (‘ilm)
pengajaran (ta’lim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Akhirnya dalam
perkembangan kata ta’dib sebagai istilah pendidikan telah hilang peredarannya,
dan tidak dikenal lagi, sehingga ahli pendidik Islam bertemu dengan istilah At
Tarbiyah atau Tarbiyah, sehingga sering disebut Tarbiyah. Sebenarnya kata ini
berasal dari kata “Robba-yurabbi-Tarbiyatan” yang artinya tumbuh dan
berkembang. Maka dengan demikian populerlah istilah “Tarbiyah” diseluruh dunia
Islam untuk menunjuk pendidikan Islam.[1]
Terdapat beberapa pengertian mengenai Pendidikan Agama
diantaranya sebagai berikut:
1. Dalam
Enclylopedia Education, Pendidikan Agama Islam diartikan sebagai suatu kegiatan
kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan orang beragama. Dengan demikian
perlu diarahkan kepada pertumbuhan moral dan karakter. Pendidikan agama tidak
cukup hanya memberikan pengetahuan tentang agma saja, akan tetapi disamping
pengetahuan agama, mestilah ditekankan pada aktivitas kepercayaan.
2. Ahmad
D. Marimba mengemukakan bahwa Pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan
secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta
didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil).[2]
3. Menurut
Zakiyah Darajat dalam bukunya karangan abdul Majid Pendidikan Agama Islam
adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa
dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang
pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.[3]
4. Menurut
Ahmad Tafsir dalam bukunya Abdul Majid Pendidikan agama Islam adalah bimbingan
yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal
sesuai dengan ajaran Islam.[4]
5. Menurut Dr. H. Zuhairini Pendidikan
Agama berarti usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak
didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam.[5]
a. Istilah al-tarbiyah
Abdurrahman
An-Nahlawi mengemukakan bahwa menurut kamus Bahasa Arab, lafaz At-Tarbiyah
berasal dari tiga kata, pertama, raba-yarbu yang berarti bertambah dan
bertumbuh. Makna ini dapat dilihat dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 39. Kedua,
rabiya-yarba yang berarti menjadi besar. Ketiga, rabba-yarubbu
yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.
b. Istilah al-Ta’lim
Dr. Abdul Fattah
Jalal, pengarang Min al-Usul at-Tarbiyah fii al-islam (1977: 15-24)
mengatakan bahwa istilah ta’lim lebih luas dibanding tarbiyah
yang sebenarnya berlaku hanya untuk pendidikan anak kecil. Yang dimaksudkan
sebagai proses persiapan dan pengusahaan pada fase pertama pertumbuhan manusia
(yang oleh Langeveld disebut pendidikan “pendahuluan”), atau menurut istilah
yang populer disebut fase bayi dan kanak-kanak.
c. Istilah al-Ta’dib
Menurut Al-Attas, ta’dib
adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada
manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan
penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan
pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan
keberadaannya.[6]
Dari beberapa definisi pendidikan
Islam di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah sebagai
berikut:
1. Segala
usaha berupa bimbingan terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak, menuju
terbinanya kepribadian utama sesuai dengan ajaran agama Islam.
2. Suatu
usaha untuk mengarahkan dan mengubah tingkah laku individu untuk mencapai pertumbuhan
kepribadian yang sesuai ajaran Islam dalam proses kependidikan melalui
latihan-latihan akal pikiran (kecerdasan, kejiwaan, keyakinan, kemauan dan
perasaan serta panca indera) dalam seluruh aspek kehidupan manusia.
3. Bimbingan
secara sadar dan terus menerus yang sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah dan
kemampuan ajarannya pengaruh diluar) baik secara individu maupun kelompok
sehingga manusia memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam secara
utuh dan benar. Yang diaksud utuh dan benar adalah meliputi Aqidah (keimanan),
Syari’ah (ibadah mu’amalah) dan Akhlak
(budi pekerti).
2. Tujuan Pendidikan agama Islam
Adapun Tujuan
Pendidikan Agama Islam menurut beberapa ahli/tokoh pendidik Islam adalah:
1. Imam Al Ghozali mengatakan tujuan pendidikan Agama Islam yang hendak dicapai adalah : pertama kesempurnaan
manusia yang bertujuan mendekatkan diri (dalam arti kualitatif) kepada Allah
SWT. Kedua kesempatan manusia yang bertujuan untuk kebahagiaan di dunia dan di
akhirat, karena itu berusaha mengajar manusia agar mampu mencapai tujuan-tujuan
yang di rumuskan tadi. Untuk menjadikan insan kamil (manusia paripurna)
tidaklah tercipta dalam sekejap mata, tetapi mengalami proses yang panjang dan
ada prasyarat-prasyarat yang harus dipenuhi di antaranya mempelajari berbagai
ilmu, mengamalkanya, dan menghadapi berbagai cobaan yang mungkin terjadi dalam
proses kependidikan itu.
2. Muhammad Athiyah Al Abrasi mengemukakan tujuan pendidikan Islam
secara umum, ialah: (a). Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia; (b).
Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan di akherat; (c). Persiapan mencari rejeki dan
pemeliharaan segi-segi kemanfaatan; (d). Menumbuhkan semangat ilmiah
(scientific spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui
dan memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri; (e). Menyiapkan
pelajaran dari segi profesional, tehnis supaya dapat menguasai profesi
tertentu, dan ketrampilan tertentu agar ia dapat mencapai rejeki dalam hidup
disamping memelihara segi kerokhanian.[7]
3. Menurut Ahmad D. Marimba dalam bukunya" Pengantar filsafat
Pendidikan Islam", menyatakan tujuan akhir pendidikan Islam adalah
terbentuknya kepribadian muslim.Dari beberapa pendapat tersebut di atas maka
dapat ditarik suatu pengertian bahwa tujuan pendidikan Islam yaitu untuk
mencapai keseimbangan pertumbuhan diri pribadi manusia muslim secara menyeluruh
melalui latihan kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan, perasaan dan panca indera,
sehingga memiliki kepribadian yang utama.[8]
4. Menurut Drs. Abd. Rahman Sholeh Tujuan
Pendidikan Agama Islam ialah memberikan bantuan kepada manusia yang belum
dewasa, supaya cakap menyelesaikan tugas hidupnya yang diridhai Allah SWT,
sehingga terjalinlah kebahagiaan dunia dan akhirat atas kuasanya sendiri.[9]
5. Menurut Al Syaibani, tujuan pendidikan
Islam adalah :
a. Tujuan yang berkaitan dengan individu,
mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah
laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup
di dunia dan di akhirat.
b. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat,
mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat,
perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
c. Tujuan profesional yang berkaitan dengan
pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan
sebagai kegiatan masyarakat.[10]
B.
Pendidikan Agama Dalam Sistem
Pendidikan Nasional
Secara historis diketahui bahwa sejak
pemerintahan Kolonial Belanda memperkenalkan sistem pendidikannya yang bersifat
sekuler, keadaan pendidikan di Indonesia
berjalan secara dualistis. Pendidikan kolonial yang tidak memperhatikan
nilai-nilai agama dengan pola Baratnya berjalan sendiri, sementara pendidikan
Islam yang diwakili pesantren dengan tidak memperhatikan pengetahuan umum juga
berjalan sendiri. Hal ini berjalan sampai Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya meskipun pada permulaan abad ke-20 sudah diperkenalkan sistem
pendidikan madrasah berusaha memadukan kedua sistem tersebut di atas terutama
memasukkan pengetahuan-pengetahuan umum ke lembaga-lembaga pendidikan islam dan
memakai sistem klasikal. Namun, ternyata suasana ketradisionalannya masih
terlihat sekali.
Jadi, pemerintahan dan bangsa Indonesia pada
masa awal kemerdekaan masih mewarisi sistem pendidikan yang bersifat dualistis
tersebut:
a. Sistem
pendidikan dan pengajaran modern yang bercorak sekuler atau sistem pendidikan
dan pengajaran pada sekolah-sekolah umum yang merupakan warisan dari pemerintah
kolonial belanda.
b. Sistem
pendidikan islam yang tumbuh dan berkembang di kalangan umat islam sendiri,
yaitu sistem pendidikan dan pengajaran yang berlangsung di surau atau langgar,
masjid, pesantren, dan madrasah yang bersifat tradisional dan bercorak
keagamaan semata-mata.[11]
Dari perjalanan historisnya
tersebut, meskipun pendidikan islam tidak jarang mendapatkan tekanan dan kurang
mendapat perhatian yang memadai dari pemerintah, namun pendidikan islam telah
berhasil survive di dalam berbagai situasi dan kondisi mengarungi
masa-masa sulitnya. Hal demikian menyebabkan pendidikan Islam menyandang
berbagai jenis nilai luhur (Tilaar, 2000: 78), seperti hal-hal sebagai berikut:
a. Nilai
historis,
di mana pendidikan Islam telah survive baik pada masa kolonial hingga
zaman kemerdekaan. Pendidikan Islam telah menyumbangkan nilai-nilai yang sangat
besar di dalam kesinambungan hidup bangsa, dalam kehidupan bermasyarakat, dalam
perjuangan bangsa Indonesia
mencapai kemerdekaannya. Di dalam invasi kebudayaan barat, pendidikan Islam
telah menunjukkan ketahanannya sehingga tetap survive.
b. Nilai
religius,
pendidikan Islam di dalam perkembangannya tentunya telah memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai agama Islam sebagai salah satu nilai budaya bangsa Indonesia .
c. Nilai
moral,
pendidikan islam tidak diragukan lagi sebagai pusat pemelihara dan pengembangan
nilai-nilai moral yang berdasarkan agama Islam. Sekolah-sekolah madarsah,
pesantren, bukan hanya berfungsi sebagai pusat pendidikan, tetapi juga sebagai pusat
atau benteng moral dari kehidupan mayoritas bangsa Indonesia .[12]
1. Fungsi Pendidikan Agama Dalam Sistem
Pendidikan Nasional
Secara eksplisit fungsi pendidikan agama yang telah
dituangkan dalam penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 1989, yang menyebutkan
“pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut peserta didiknya yang
bersangkutan, dengan memperhatikan tuntutan yang menghormati agama lain dalam
hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan
persatuan basional.[13]
C.
Implementasi Nilai-nilai Agama dalam
Sistem Pendidikan Nasional
Pendidikan keagamaan merupakan
bagian terpadu yang dimuat dalam kurikulum pendidikan maupun melekat pada
setiap mata pelajaran sebagai bagian dari pendidikan nilai. Oleh karena itu
nilai-nilai agama akan selalu memberikan corak kepada pendidikan agama.
Pada palaksanaannya, pendidikan
keagamaan dalam sistem pendidikan nasional, baik yang berada pada jalur sekolah
maupun pendidikan luar sekolah, paling tidak tampil dalam beberapa bentuk atau
kategori yang secara substansial memiliki perbedaan, baik dalam sifatnya maupun
dalam implikasi pelaksanaannya sebagai barikut:
1. Keberadaan Mata Pelajaran Agama
Didalam UU Nomor 2 tahun 1989
dikemukakan bahwa pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan
pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan, dan diselenggarakan
pada semua jenjang pendidikan. Pendidikan keagamaan merupakan salah satu bahan kajian dalam
kurikulum semua jenis dan jenjang pendidikan di Indonesia .
2. Lembaga Penyelenggara Pendidikan
Keagamaan
Berkenaan dengan lembaga yang menyelenggarkan pendidikan keagamaan
ini, ada tiga bentuk yaitu:
- Pesantren.
- Madrasah-madrasah keagamaan
(diniyah).
- Madrasah-madrasah yang termasuk
pendidikan umum berciri khas agama, yaitu Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah,
dan Aliyah.
Dalam sistem pendidikan nasional, pesantren yang mempunyai
akar kuat dalam masyarakat Islam Indonesia merupakan bagian dari
jalur pendidikan luar sekolah. Di pesantren secara intensif agama dipelajari,
didalami, dan dikaji.
3. Melekatnya Nilai-nilai Agama pada
Setiap Mata Pelajaran
Hal ini pada dasarnya lebih subtil, namun mempunyai peranan
yang sangat penting dalam upaya mengembangkan nilai-nilai keagamaan pada anak
didik. Sebagai contoh dalam hal ini adalah pendidikan MIPA. Melalui pendidikan
ini siswa mempelajari substansi ke-MIPA-an yang terdiri atas dalil-dalil,
teori-teori, generalisasi-generalisasi, prinsip-prinsip, dan konsep-konsep
MIPA. Dengan penguasaan ini, mereka dapat menerapkan MIPA untuk tujuan
pemecahan masalah dan pengembangan iptek. Di samping substansi ke MIPA-an, ada
dimensi nilai yang terkandung dalam pendidikan MIPA. Misalnya, siswa dapat
belajar untuk lebih mencintai lingkungan, sadar akan keuntungan MIPA bagi
kehidupan manusia, dan sadar pula akan implikasi dari penerapan MIPA terhadap
kehidupan manusia jika disalah gunakan untuk tujuan-tujuan destruktif.
4. Penanaman Nilai-nilai Agama di
Keluarga
Keluarga merupakan bagian dari pendidikan luar sekolah
sebagai wahana pendidikan agama yang paling ampuh. Keluarga merupakan
pendidikan yang pertama dan utama bagi seseorang, dengan orang tua sebagai
kuncinya. Dalam hal ini Al-Qur’an mengungkapkan tentang peranan orang tua untuk
mendidik anak-anaknya, seperti yang dinyatakan dalam Surat At-Tahrim ayat 6,
yaitu:
يَآَ
يُّهَاالَّذِيْنَءَاَمَنُوْا قُوْآ أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka.” (QS. At-Tahrim:6)
Pendidikan dalam keluarga terutama
berperan dalam mengembangkan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya,
nilai-nilai keagamaan dan moral, serta keterampilan sederhana.[14]
D.
Permasalahan Pendidikan Islam di
Indonesia
Permasalahan umum pendidikan islam:
a. Masalah
Pemerataan, adalah permasalahn umum pertama pendidikan islam. Isu pemerataan
pendidikan merupakan turunan dari isu pemerataan pembangunan. Logika pembangunan mempunyai
sisi yang sama dengan logika pendidikan, yaitu bahwa pembangunan atau
pendidikan dimulai dari pertumbuhan, pertumbuhan itu kemudian dibagi atau
diratakan, tanpa pertumbuhan tidak ada yang diratakan, kecuali kemiskinan atau
kebodohan.
b. Masalah
Mutu, adalah permasalahan umum kedua pendidikan islam. Pendidikan yang bermutu
menjadi acuan bersama, karena pendidkan islam memang harus mampu memberi
layanan yang bermutu, tawaran yang menjanjikan masa depan peserta didik, dan
sekaligus tawaran yang akan memperoleh respon positif dari masyarakat, sehingga
pendidikan islam bisa berwujud seperti “magnet school” yakni lembaga yang mampu
menyedot partisipasi masyarakat karena layanan pendidikannya bermutu. Namun
demikian, pendidikan islam dalam banyak respon selalu di tempatkan sebagai
kualitas pendidikan yang terendah.
c. Masalah
Relevansi, adalah permasalahan umum ketiga pendidikan islam. Pendidikan islam
diselenggarakan bukan diruang kosong, tapi di tengah kehidupan masyarakat yang
terus berubah tanpa memahami karakteristik masyarakat, pendidikan islam bisa
keluar dari kontek masyarakatnya. Pendidikan isalam bisa menjadi “a-historis”,
pendidikan islam bisa di “awang-awang”. Setelah keluar, mereka bisa terasing,
teralienasi dari masyarakatnya. Mereka tidak memahami masyarakat, dan
sebaliknya mereka tidak memahami jalan fikiran mereka.
d. Masalah
manajemen, adalah permasalahan umum keempat pendidkan islam. Menurut Thaher,
pelaksanaan otonomi daerah bidang pendidikan haruslah menitik beratkan
manajemen pendidikan. Institusi
pendidikan harus diberi wewenang mengatur dirinya sendiri dengan suatu
sistem yang sudah di desain. Tanpa menitik beratkan perhatian pada manajemen,
maka sasaran pendidikan jangka pendek maupun jangka panjang hanya menjadi
impian (Thaher, 2000) Abad ke – 21 adalah abad dimana masalah manajemen
pendidikan menjadi sorotan serius.[15]
Permasalahan Khusus/Internal pendidikan Islam
a. Masalah
konseptual, adalah masalah khusus pertama pendidikan islam. Masalah konsepsual
adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep pendidikan islam, baik
konsep filosofis maupun konsep empiris. Konsep filosofis menyangkut konsep
peristilahan dan persepsi tentang pendidikan islam sebagaimana telah dibahas
diatas, sedang konsep empiris menyangkut asas psikologis, sosiologis, politis
pendidikan islam dan sebagainya, yang selama ini kurang mendapatkan porsi yang
proposional dalam pengembangan pendidikan islam.
b. Masalah
Struktural, adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan struktur pendidikan
islam. Sejak Indonesia
merdeka, polemik tentang struktur pengelolaan pendidikan islam, struktur
perjenjangan kelembagaan pendidikan islam, dan struktur organik lainnya,
khususnya apakah pola kelanjutan pendidikan islam menggunakan single track atau
multi track sampai sekarang belum pernah tuntas dibahas.
c. Masalah
operasional, adalah masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan dan pengelolaan
pendidikan islam. Masalah tersebut bisa bertolak dari fungsi pendidikan islam,
komponen pendidikan islam, hubungan input, proses, dan out put serta out come,
atau selainnya. Namun jika bertitik tolak dari fungsi pendidikan islam, maka
indikator dan soslusinya menyangkut fungsi pendidikan intelektual, nilai-nilai
dan produktivitas.[16]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dengan pemaparan definisi pendidikan islam di atas dapat
disimpulkan bahwa definisi pendidikan islam adalah proses pembentukan
kepribadian manusia kepribadian islam yang luhur. Bahwa pendidikan islam
bertujuan untuk menjadikannya selaras dengan tujuan utama manusia menurut
islam, yakni beribadah kepada Allah swt.
Diharapkan dengan pemahaman hakikat pendidikan islam ini.
Member motivasi agar manusia khususnya muslim selalu mencari ilmu hingga akhir
hayat, dalam rangka merealisasikan tujuan yang telah disebutkan dalam QS. Adz-Dzariyat: 56 dapat diaplikasikan secara
berkelanjutan.
B.
Saran
Setelah membahas hakikat pendidikan
islam ini. Maka kami berharap pendidikan islam lebih di utamakan dan di
pelajari lebih mendalam, khususnya dalam kehidupan sehari- hari dan
menanamkannya pada generasi muda agar syari’at dan ajaran islam dapat di
mengerti dan di pahami oleh generasi muda dalam mengaplikasikannya didalam kehidupan
sehari- hari.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,
Abu dkk. 2003 Ilmu Pendidikan. Jakarta :
PT Rineka Cipta.
Arif, Arifuddin.
2008. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kultura.
Hasbullah. 2006. Otonomi Pendidikan.
Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada.
Hasbullah. 2012. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
http://sablinews.blogspot.com/2012/10/sablicom-makalah-tentang-pendidikan_30.html
Majid, Abdul.
2004. Pendidikan Agama Islam (KBK 2004). Bandung: Remaja Rosda Karya.
Marimba,
Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : Al- Ma’arif.
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Ciputat Pres.
Soebahar, A.H.
2009. Matriks
Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Pustaka Marwa.
Tafsir,
Ahmad. 1992. Imu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Zuhairini
dkk. 1993. Metodologi Pendidikan Agama 1. Solo: Ramadhani.
[1] Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama 1,
(Solo: Ramadhani,1993), hlm. 9
[4] Ahmad Tafsir, Imu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung
: Remaja Rosdakarya,1992). hlm. 24
[5] Abu Ahmadi dkk., Ilmu
Pendidikan, (Jakarta :
PT Rineka Cipta, 2003). hlm. 111
[6] Arifuddin Arif, Pengantar
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta :
Kultura, 2008). Hlm. 25
[11] Hasbullah, Dasar-dasar
Ilmu Pendidikan, (Jakarta :
Rajawali Pers, 2012). hlm. 171-172
[12] Hasbullah, Otonomi
Pendidikan, (Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada, 2006). hlm. 155-156
[15]Abd. Halim Soebahar.Matriks
Pendidikan Islam.(Yogyakarta :Pustaka
Marwa.2009). hlm.103-111
[16]Abd. Halim Soebahar.Matriks
Pendidikan Islam.(Yogyakarta :Pustaka
Marwa.2009). hlm.112-117
No comments:
Post a Comment