BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Empirisme adalah salah satu aliran dalam filosof yang menekankan
peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri,
dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme diambil dari kata yunani yaitu
empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman sebagai suatu doktrin,
empirisme adalah lawan rasionalisme.
Pada makalah ini kami dari kelompok ada akan menyajikan materi atau
pemikiran-pemikiran para filosof diatas yakni thomas hobbes, john locke, dan
daavid hume. Semoga isi makalah dapat dipahami para pembaca.
B.
Rumusan masalah
1.
Bagaimanakah pemikiran-pemikiran
thomas hobbes ?
2.
Bagaimanakah pemikiran-pemikiran
john lock ?
3.
Bagaimana pemikiran-pemikiran david
hume?
C.
Tujuan
1.
Dapat mengetahui pemikiran-pemikiran
yang dimiliki Thomas Hobbes
2.
Memahami pemikiran-pemikiran dari
John Locke
3.
Mengetahui pemikiran yang
dikeluarkan oleh David Hume
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Thomas Hobbes
Thomas
Hobbes (1588-1679) dilahirkan di Malmesbury,sebuah kota
kecil yang berjarak 25 kilometer dari London. Ia dilahirkan pada tanggal 15 April 1588.
Ketika Hobbes dilahirkan, armada Spanyol sedang
menyerbu Inggris. Ayah Hobbes adalah seorang pendeta di Westport, bagian dari Malmesbury. Ayahnya bermasalah
dengan pihak gereja sehingga melarikan diri dari kota tersebut dan meninggalkan
Hobbes untuk diasuh oleh pamannya.
Pada
tahun 1603-1608, Hobbes belajar di Magdalen
Hall,Oxford pada usia 14 tahun. Menurut kesaksian pribadi Hobbes, ia
tidak menyukai pelajaran fisika dan logika Aristoteles. Ia lebih suka membaca mengenai
eksplorasi terhadap penemuan tanah-tanah baru serta mempelajari peta-peta bumi
dan bintang-bintang. Karena itulah, astronomi adalah bidang sains yang mendapat perhatian dari Hobbes, dan
terus digeluti oleh Hobbes.
Ketika
belajar di Universitas Oxford dia menjadi pengajar pada suatu keluarga yang
terpandang. Hubungan dengan keluarga tersebut memberi kesempatan kepadanya
untuk membaca buku-buku, bepergian ke negeri asing dan bertemu tokoh-tokoh
penting. Simpatinya pada sistem kerajaan terjadi saat Inggris dilanda perang
saudara yang mendorongnya untuk lari ke Prancis. Disanalah dia mengenali
filsafat Descartes dan pemikir-pemikir Prancis lainnya. Karena sangat terkesan
dengan ketepatan sains, ia berusaha menciptakan filsafat atas dasar Matematika.[1]
Hobbes
dikenal sebagai salah seorang perintis kemandirian filsafat. Hobbes berpendapat
bahwa selama ini, filsafat banyak disusupi gagasan religius. Hobbes menegaskan
bahwa obyek filsafat adalah obyek-obyek lahiriah yang bergerak beserta
ciri-cirinya. Menurutnya, substansi yang tak dapat berubah, seperti Allah, dan substansi yang tak dapat diraba secara empiris, seperti roh, malaikat, dan sebagainya, bukanlah obyek dari filsafat. Hobbes menyatakan
bahwa filsafat harus membatasi diri pada masalah kontrol atas alam.
Berdasarkan
pemikiran tersebut, Hobbes menyatakan hanya ada empat bidang di dalam filsafat,
yakni:
1.
Geometri,
yang merupakan refleksi atas benda-benda dalam ruang.
2.
Fisika,
yang merupakan refleksi timbal-balik benda-benda dan gerak mereka.
3.
Etika, yang dalam pengertian Hobbes dekat dengan psikologi. Maksudnya, refleksi atas hasrat dan perasaan manusia serta
gerak-gerak mentalnya.
4.
Politik, yang adalah refleksi atas
institusi-institusi sosial.
Menurut
Hobbes, filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang bersifat umum, sebab
filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek atau akibat-akibat,
atau tentang penampakan-panampakan yang kita peroleh dengan merasionalisasikan
pengetahuan yang semula kita miliki dari sebab-sebabnya atau asalnya. [2]
Sasaran
filsafat adalah fakta-fakta yang diamati untuk mencari sebab-sebabnya. Adapun
alatnya adalah pengertian-pengertian yang diungkapkan dengan kata-kata yang
menggambarkan fakta-fakta itu. Di dalam pengamatan disajikan fakta-fakta yang
dikenal dalam bentuk pengertian-pengertian yang ada dalam kesadaran kita.
Sasaran ini dihasilkan dengan perantaraan pengertian-pengertian; ruang, waktu,
bilangan dan gerak yang diamati pada benda-benda yang bergerak.
Menurut
Hobbes, tidak semua yang diamati pada benda-benda itu adalah nyata, tetapi yang
benar-benar nyata adalah gerak dari bagian-bagian kecil benda-benda itu. Segala
gejala pada benda yang menunjukkan sifat benda itu ternyata hanya perasaan yang
ada pada si pengamat saja. Segala yang ada ditentukan oleh sebab yang hukumnya
sesuai dengan hukum ilmu pasti dan ilmu alam. Dunia adalah keseluruhan sebab
akibat termasuk situasi kesadaran kita.
Sebagai
penganut empirisme, pengenalan atau pengetahuan diperoleh melalui pengalaman.
Pengalaman adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang
asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala pengetahuan
diturunkan dari pengalaman. Dengan demikian, hanya pengalamanlah yang memberi
jaminan kepastian.
Berbeda
dengan kaum rasionalis, Hobbes memandang bahwa pengenalan dengan akal hanyalah
mempunyai fungsi mekanis semata-mata. Ketika melakukan proses penjumlahan dan
pengurangan misalnya, pengalaman dan akal yang mewujudkannya. Yang dimaksud
dengan pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas pengamatan yang disimpan
dalam ingatan atau digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai
dengan apa yang telah diamati pada masa lalu.
Pengamatan
inderawi terjadi karena gerak benda-benda di luar kita menyebabkan adanya suatu
gerak di dalam indera kita. Gerak ini diteruskan ke otak kita kemudian ke
jantung. Di dalam jantung timbul reaksi, yaitu suatu gerak dalam jurusan yang
sebaliknya. Pengamatan yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi
tadi.
Untuk
mempertegas pandangannya, Hobbes menyatakan bahwa tidak ada yang universal
kecuali nama belaka. Konsekuensinya ide dapat digambarkan melalui kata-kata.
Dengan kata lain, tanpa kata-kata ide tidak dapat digambarkan. Tanpa bahasa
tidak ada kebenaran atau kebohongan. Sebab, apa yang dikatakan benar atau tidak
benar itu hanya sekedar sifat saja dari kata-kata. Setiap benda diberi nama dan membuat ciri atau
identitas-identitas di dalam pikiran orang.
Hobbes juga berbicara tentang
filsafat politik. Hobbes ingin membangun filsafat politik yang daapat membantu
menciptakan negara yang aman dan adil. Ia mencoba menciptakan dalil-dalil dasar
yang pasti (model matematika) untuk membangun masyarakat yang aman itu. Untuk
itu, bagi Hobbes masyarakat harus dilihat sebagai arloji, tidak memiliki kebebasan
dan tidak bertindak menurut akal budinya, melainkan menurut mekanisme psikis
yang ada di dalam dirinya. Karena manusia dikuasai oleh nafsu-nafsu dan
persaingan, bagi Hobbes, maka negara haruslah seperti Leviatan dengan kekuasaan
mutlak dan menakutkan sehingga setiap warga negara tunduk pada kehendak negara.[3]
Disini Hobbes menolak tradisi
skolastik dalam filsafat dan berusaha menerapkan konsep-konsep mekanik dari
alam fisika kepada pikirannya tentang manusia dan kehidupan mental. Hal ini
mendorongnya untuk menerima materalisme, mekanisme, dan determinisme. Karya
utamanya dalam filsafat adalah Laviathan pada tahun 1651, mengespreksikan
pandangannya tentang hubungan antara alam, manusia dan masyarakat. Hobbes
melukiskan manusia-manusia ketika mereka hidup dalam keadaan yang ia namakan State
of Nature(keadaan alamiah) yang merupakan kondisi manusia sebelum
dicetuskannya suatu negara atau masyarakaat beradab. Kehidupan pada masa
alamiah adalah buas dan singkat, karena maerupakan keadaaan perjuangan dan
peperangan yang terus-menerus. Karena manusia menginginkan kelangsungan hidup
dan perdamaian, ia mengalihkan kemauannya pada kemauan negara dalam suatu
kontrak sosial yang membenarkan kekuasaan tertinggi yang mutlak.
Adapun bagian ajaran Hobbes yang
termasyhur adalah pendapatnya tentang filsafat politik. Ia mengingkari bahwa
manusia menurut kodratnya adalah makhluk sosial. Satu-satunya kecenderungan
kodrati manusia ialah mempertahannkan adanya. Hal tersebut mengakibatkan suatu
egoisme radikal: homo homoni lupus (manusia adalah manusia bagi
manusia). Akan tetapi dalam keadaan demikian manusia justru tidan
mempertahannkan adanya. Itulah sebabnya manusia mengadakan perjanjian, yaitu
bahwa mereka akan takluk pada suatu kewibawaan. Dengan demikian negarapun
timbul. Namun setelah negara itu timbul, perjanjian itu tidak lagi bisa
dicabut, sehingga dengan demikian negara mempunyai kekuasaan yang absolut
terhadap warga negara.[4]
Filsafat Hobbes mewujudkan suatu
sistem yang lengkap mengenai keterangan tentang “yang ada” secara mekanis.
Dengan demikian ia merupakan seorang materialis dibidang ajaran tentang
antropogi serta seorang absolut dibidang ajaran tentang negara.
1.
Filsafat Materialisme
Materialisme yang dianut Hobbes dapat dijelaskan sebagai berikut.
Segala sesuatu yang ada itu bersifat bendawi. Yang di maksut dengan bendawi
adalah segala sesuatu tidak bergantung kepada gagasan kita. Doktrin atau
ajarannya menyatakan bahwa segala kejadian adalah gerak, yang berlangsung
karena keharusan. Realitas segala yang bendawi, yaitu yang tidak bergantung
kepada gagasan kita, terhisab didalam gerak itu. Dengan demikian pengertian
substansi diubah menjadi suatu teori aktualitas. Segala objektivitas didalam
dunia luar bersandar kepada suatu proses tanpa pendukung yang berdiri sendiri.
Ruang atau keluasan tidak memiliki “ada” sendiri. Ruang adalah gagasan tentang hal yang berada itu sendiri.
Waktu adalah gagasan tentang gerak.
Berdasarkan pandangannya itulah, ia melahirkan filsafatnya tentang manusia.
2.
Manusia
Manusia tidak lebih dari suatu
bagian dalam bendawi yang mengelilinginya. Oleh karena itu, segala sesuatu yang
terjadi pada diri manusia pun dapat diterangkan seperti cara-cara yang terjadi
pada kejadian alamiah, yaitu secara mekanis.
3.
Jiwa
Ajaran Hobbes tentang jiwa itupun
sejalan dengan ajaran filsafat dasarnya, sehingga jiwa baginya merupakan
komplek dari proses-proses mekanis didalam tubuh. Akal bukanlah pembawaan,
melainkan hasil perkembangan dari kerajinan. Ikhtiar adalah suatu awal gerak
yang kecil. Awal gerak yang kecil ini kalu diarahkan untuk menuju pada sesuatu
disebut dengan keinginan yang sama dengan kasih, jika diarahkan untuk
meninggalkan sesuatu disebut dengan keseganan yang sama dengan keinginan atau
kengganan, tetapi hal yang sama dengan itu.
Namun demikian, yang terkuat adalah
jika terjadi bentrokan-bentrokan. Oleh sebab itu Hobbes merupakan orang yang
tidak mengakui kehendak bebas.
4.
Teori pengenalan
Teori pengenalan ini atau bisa disebut
dengan pengetahuan menurut Hobbes diperoleh karena adanya pengalaman.
Pengalaman adalah awal dari pengetahuan. Segala ilmu pengetahuan diturunkan
dari pengalaman. Dengan demikian hanyalah pengalaman yang memberi jaminan
kepastian.
Yang dimaksut dengan pengalaman
disini ialah keseluruhan atau totalitas pengamatan yang disimpan didalam
ingatan atau digabungkan dengan sesuatu pengharapan akan masa depan, sesuai
dengan apa yang telah diamati pada masa lain. Pengamatan inderawi terjadi
karena gerak benda-benda diluar kita menyebabkan adanya suatu gerak didalam
indera kita.gerak ini diteruskan ke otak dan dari otak diteruskan ke jantung.
Didalam jantung timbullah suatu reaksi, suatu gerak dalam jurusan yang
sebaliknya. Pengamatan yang sebenarnya terjadi pada awal gerak reaksi tadi.
Sasaran yang diamati adalah
sifat-sifat inderawi. Penginderaan disebabkan oleh tekanan objek atau sasaran.
Kualitas didalam objek-objek, yang sesuai dengan pengindraan kita, bergerak
menekan indera kita. Warna yang kita lihat, suara yang kita dengar, bukan
berada dalam gambaran tentang sebab yang menimbulkan pengindraan. Ingatan, rasa
senang atau tidak senang dan segala gejala jiwa, bersandar semata-mata pada sisi
gambaran yang murni yang bersifat mekanis.
Thomas Hobbes berpendapat bahwa
pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan hanya sesuatu yang
dapat disentuh dengan indralah yanag merupakan kebenaran. Pengetahuan
intelektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan penggabungan data-data
indrawi belaka.
Pengikut Thomas Hobbes berpendapat
bahhwa pengalaman indrawi sebagai permulaan segala pengenalan. Hanya sesuatu
yang dapat disentuh dengan indralah yang merupakan kebenaran. Pengetahuan
intelektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan penggabungan data-data indrawi
belaka.
B.
John Locke
John Locke adalah filosof yang
berasal dari Inggris.Beliau dilahirkan di Wrington Somerst pada tanggal 29
Agustus 1632. Locke belajar di Westminster School selama lima tahun yaitu pada
tahun 1647-1652 Pada tahun itu juga hingga tahun 1656 ia melanjutkan studinya
di Christ Church, Oxford untuk mempelajari agama dan mendapat gelar B.A.
disana. Kemudian ia melanjutkan studinya lagi untuk mendapatkan gelar M.A.
Tahun 1664 Locke diangkat sebagai
pejabat penyensor buku-buku filsafat moral.Ia juga belajar ilmu kedokteran dan
mahir dalam bidang ini. Pada tahun 1665 bersama Sir Walter Vane ia mengikuti
sebuah misi diplomatik ke Elector Of Brandenburg tetapi kemudian ia menolak
tawaran kerja diplomat dan kembali ke Oxford. Di sana ia mengonsentrasikan
seluruh perhatiannya pada filsafat dan menemukan minat yang sama pada Earl of
Shaftesbury yang mengundang Locke untuk tinggal di London house-nya. Di sana
Locke mengembangkan ilmu politik dan filsafat sekaligus menjadi dokter pribadi
bangsawan Earl of Shaftesbury.
Pada tahun 1683 Shaftesbury terancam
akan di-impeacchment karena telah melakukan pengkhianatan. Pada saat itu juga
Locke lari ke Belanda dan di sana ia menulis esai yang berjudul An Essay
Concerning Human Understanding yang diterbitkan pada tahun 1690. Setelah
revolusi tahun 1688, Locke kembali ke Inggris untuk mengiringi raja Orange yang
akan menjadi Queen Mary.
Setelah tahun 1690, kesehatan Locke
menurun, tetapi beliau masih terus menulis dan melaksanakan tugas-tugasnya.
Selama tiga belas tahun terakhir, ia tinggal di Oates dan ia meninggal di sana
pada tanggal 28 Oktober 1704.
Karya-karya John Locke, antara lain:
1.
A letter Concerning Toleration
(Karangan-karangan tentang toleransi) pada tahun 1689.
2.
An Essay Concerning Human
Understanding ( Karangan tentang pengertian manusiawi) pada tahun 1690.
3.
Two Treatises of Government (Dua
karangan tentang pemerintahan) pada tahun 1690
Kata empirisme berasal dari bahasa Yunani emperia yang berarti pengalaman. Jadi empirisme merupakan sebuah paham yang menganggap bahwa
pengalaman adalah sumber pengetahuan. Empirisme juga berarti sebuah paham yang
menganggap bahwa pengalaman manusia didapat dari pengalaman-pengalaman yang
nyata dan faktual. Pengalaman yang nyata tersebut didapatkan dari tangkapan
panca indra manusia. Sehingga pengetahuan yang didapat melalui pengalaman
merupakan sebuah kumpulan fakta-fakta.
Doktrin empirisme tersebut adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme
berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh
melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia,
yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran
adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.
Ajaran-ajaran pokok dari empirisme, yaitu:
1.
Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk
dengan menggabungkan apa yang dialami.
2.
Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal
atau rasio.
3.
Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
4.
Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak
langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan
matematika).
5.
Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas
tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal
budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
6.
Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan.
John Locke dikenal sebagai salah seorang peletak dasar empirisme.Ia
terpengaruh oleh pandangan keilmiahan Newton dan filsafat Descartes.Setelah
membaca tulisan Descartes,ia tertarik pada filsafat ,tetapi justru mengambil
jalan yang berbeda dengan mengkritik pandangan rasionalisme Descartes.
Dari tahun 1674 sampai tahun 1679
Locke berada di Prancis dan membaca karya Descartes.Locke menolak gagasan
Descartes mengenai ide dan pengetahuan bawaan.Dengan menyatakan,segala sesuatu
yang ada pada pikiran kita,menurut Locke,berasal dari pengalaman inderawi
(Teori Tabularasa).Bahwa manusia dilahirkan seperti kertas putih,dan pengalaman
inderawilah yang mengisi otak (pikiran) itu( Raiper,2000). Semua
ide,menurut Locke ,berasal dari pengalaman,dan itu itu sendiri dibagi menjadi
dua macam, yaitu:
1.
Ide-ide yang berasal dari pengalaman
lahiriah atau eksternal (external sentation), seperti :
penglihatan,pendengaran,sentuhan atau rabaan,penciuman,atau rasa yang masuk ke
otak melalui rangsangan pengamatan dunia external.Dalam proses pengamatan,akal
budi kita menurut Locke bersifat pasif,dan hanya menerima rangsangan dunia luar
apa adanya .
2.
Ide yang berasal dari pengalaman
batin atau internal (internal sense atau reflexion); bila pengalaman lahir
memberi informasi tentang dunia eksternal,maka pengalaman batin memberi
informasi tentang dunia dalam (jiwa).Informasi yang dihasilkan adalah hasil
aktivitas pemikiran (refleksi) atas ide-ide kompleks.
Terkait dengan pengalaman eksternal
, pengalaman eksternal tersusun dari sifat-sifat yang berhubungan dengan
res-extensa: ‘keluasan’,’bentuk,’jumlah’,’gerak’ (data yang terkuantifikasi).
Sementara itu pengalaman batin
(reflextion) berupa aktfivitas batin seperti :
‘mengingat,’menggabungkan’,membandingkan’,menghendaki’,mengevaluasi’,memutuskan’,dan
lain-lain.
Menurut Locke, isi otak manusia
terdiri dari ide-ide. Ide-ide tersebut terdiri dari ‘simple ideas dan
complex ideas’.Simple ideas diartikan
sebagai gagasan sederhana atau pengalaman langsung,sedangkan complex ideas diartikan sebagai hubungan-hubungan dari
ide-ide tunggal /gagasan-gagasan simpel itu.Gagasan kompleks itu, misalnya
‘sebab,relasi dan syarat.
Dari pernyataan Locke bahwa ‘semua
ide datang dari sensasi dan refleksi’,maka dapat ditafsirkan bahwa suatu ide
hanya merupakan suatu “ gambaran mental” atau suatu pengertian yang di tarik
dari pengalaman. Maksudnya ,yang kita tangkap melalui sensasi adalah ide dan
bukan bendanya. Sensasi berarti memersepsi melalui indra sedangkan refleksi
muncul mengikuti sensasi. Locke menyatakan bahwa tanpa mata tidak akan ada
warna, tanpa telinga tidak akan ada suara,tanpa hidung tidak akan ada bau.
Jadi, sifat-sifat yang kita tangkap
harus di satukan di dalam substansi material (objek), karena itu materi harus
ada.pada locke di mungkinkan untuk mengetahui “diri” melalui observasi. Kita
menangkap ide tapi bukan bendanya. Akibat ilmu pengetahuan pada akhirnya
ternyata di dasarkan pada keyakinan atau
dugaan. Dengan demikian, kebenran ilmu pengetahuan didasarkan pada persepsi
yang saling bersinggungan. Jadi, persepsi diandaikan sama pada setiap orang dan
tidak menipu kita sebagai mana dikemukakan Plato dan Descartes.
Locke percaya akan adanya tiga macam
pengetahuan,yaitu :
1.
Pengetahuan intuitif ,yang kita peroleh melalui tentang
pengetahuan diri kita sendiri.
2.
Pengetahuan demonstratif ,yang
melaluinya diperoleh pengetahuan tentang Allah.
3.
Pengetahuan indrawi,yang diperoleh
melalui pengetahuan tentang dunia luar.
Locke berpendapat bahwa hanya
pengetahuan intuitiflah yang bersifat pasti secara absolut.Yang kedua (pengetahuan
demonstratif) juga bersifat pasti.Sedangkan pengetahuan indrawi bersifat
problematik.Akan tetapi , pengetahuan indrawi memadai untuk keperluan hidup
sehari-hari.
C. David Hume
Hume
lahir di Edinburg tahun 1711. Ayahnya meninggal ketika ia masih bayi,
mewariskan pada keluarga sebuah perkebunan kecil. Hume adalah seorang murid
yang sukses, dan sebagai anak muda, ia memiliki perhatian yang tinggi terhadap
sastran dan filsafat. Ia cenderung untuk mengejar karir penelitian ilmiah dan menulis,
tetapi pernah sesaat terlepas dari jalan ini oleh keluarganya yang mengajarkan
bahwa ia cocok untuk profesi di bidang hukum dan membujuknya untuk belajar
hukum. Usaha yang tidak berhasil ini hanya berumur singkat.Karena dihadapkan
pada kebutuhan keuangan, Hume pergi ke Bristol dan bekerja di dunia bisnis
selama beberapa bulan.Bagaimanapun, pekerjaan ini tidak disukainya. Maka,
pada usia 23 tahun, Hume menerima uang
dari keluarganya dan pergi ke Perancis untuk belajar dan menulis. Ia tinggal di
sana hingga tahun 1737 dan menulis A Treatise of Human Nature.
Hume
memiliki harapan yang tinggi pada karya ini, tetapi penerbitan karya ini tidak
banyak mendapat perhatian.
Meskipun patah semangat, karena buruknya penerimaan terhadap Treatise, Hume terus menulis. Di tahun 1741-1742 saat di Skotlandia, ia menerbitkan Essays, Moral and Political. Karya ini mendapatkan kesuksesan, dan Hume bersemangat untuk merevisi Treatise. Sementara itu, ia melamar kedudukan profesor filsafat di Universitas Edinburg, tetapi reputasinya sebagai seorang yang skeptis dan atheis telah merintangi pengangkatan tersebut.
Meskipun patah semangat, karena buruknya penerimaan terhadap Treatise, Hume terus menulis. Di tahun 1741-1742 saat di Skotlandia, ia menerbitkan Essays, Moral and Political. Karya ini mendapatkan kesuksesan, dan Hume bersemangat untuk merevisi Treatise. Sementara itu, ia melamar kedudukan profesor filsafat di Universitas Edinburg, tetapi reputasinya sebagai seorang yang skeptis dan atheis telah merintangi pengangkatan tersebut.
Pada
tahun 1751, revisi terakhir bagian pertama dan ketiga karya Treatise
diterbitkan masing-masing dengan judul An Enquiry Concerning Human
Understanding dan An Enquiry Concerning The Principles of Morals. Kira-kira
pada saat yang sama, Hume menulis karya yang berjudul Dialogue Concerning
Natural Religion. Dialogue menjelaskan sikap Hume tentang eksistensi Tuhan dan
sifat agama.Namun atas saran teman yang memiliki perhatian terhadap sifat
pandangannya yang radikal, Hume tidak jadi menerbitkan Dialogue. Dengan
ketetapan dari kehendak Hume, karya itu diterbitkan setelah Hume meninggal di
tahun 1779. Antara tahun 1752-1757, Hume mengabdi sebagai petugas perpustakaan
di Faculty of Advocates di Edinburg.Setelah mendapatkan sumber-sumber dari
perpustakaan ini, Hume menulis tentang sejarah Inggris.Karya ini tidak hanya
panjang, tetapi juga kontroversial.Bagaimanapun, sebagai akibatnya, semua
tulisan Hume menjadi lebih dikenal dan karya-karya itu mendapat pujian luas
dari beberapa kalangan. Pujian tersebut terutama datang dari kalangan
intelektual Perancis dan ketika Hume pergi ke sana pada tahun 1763 sebagai
sekretaris Duta Besar Inggris, ia menerima sambutan hangat. Ia kembali ke
London di tahun 1766 bersama Rousseau, meskipun hubungan antara keduanya segera
menegang. Setelah mengabdi selama tiga tahun di Undersecretary of State, Hume
pensiun di Edinburg dan meninggal di sana tahun 1776.[5]
David hume (1711-1776) adalah tokoh
empirisme terkemuka. pemikirannya disebut sebagai puncak empirisme modern. Dia
lahir dekat Eidinburg, scotlandia. Hume belajar hukum, sastra dan filsafat dan
bekerja sebagai diplomat di inggris, prancis Australia, dan italia. Sewaktu
hume tinggal di paris ia bertemu dengan jeanjacques Rousseau, hume seorang yang
berupaya keras untuk terkenak melaluai pemikiran dan tulisannya. Bukunya, treatise of human nature, sedikit dibaca
dan dipahami di masanya. Karena itu, hume menyatakan,”buku ini sudah mati sejak
masih dipercatakan” (Lavin,2002; 139,roninson Dave dan Bill Mayblin, 2004:
60-111). Tulisan-tulisannya yang terpenting (1) A Treatise On Human Nature (karangan tentang kodrat manusia)
(1738-1740). (2) An Inquiry Concerning
Human Understanding (pemeriksaan tentang pengertian manusia) (1748). (3) An Inquiry In to The Principles Of Morals
(pemeriksaan tentang dasar-dasar moral) (1753) (hamersma, 1983: 22).
Hume mengemukakan pandangannya salah
satunya lewat buku treatise on human
nature, yang ditulis semasa ia berumur 26 tahun. Buku ini terdiri dari tiga
bagian. Pertama, membahas problem
epistemology. Kedua, membahas masalah
emosi. Ketiga, membahas
prinsip-prinsip moral. Hume sudah mempertanyakan yang suda menjadi perhatian
kaum empiris sebelumya. Masalah utama yang dia pertanyakan adalah (1) bagaimana
kita (anda)tahu? Dan (2) apa yang menjadi sumber atau asal ilmu pengetahuan?
Untuk menolak tentang sumber
pengetahuan yang telah di bicarakan oleh kaum empiris dan rasionalis, hume
menyatakan bahwa sumber pengetahuan hanya satu, yaitu: persepsi pancaindra.
Hume berusaha untuk meruntuhkan filsafat lama yang berpendapat bahwa ada dua
sumber pengetahuan. Dua sumber pengetahuan itu dapat dijelaskan seperti ini.
Plato dan Descartes menganggap bahwa rasio adalah sebagai sumber pengetahuan tingkat tinggi yang dalam istilah plato sebut episteme.episteme.(pengetahuan
yang tidak berubah) bersumber dari rasio atau penalaran deduktif sebagai
dasarnya untuk memperoleh pengetahuan yang pasti mengenai dunia idea. Bagi
plato pengetahuan yang bersumber dari empiri adalah pengetahuan yang renda
(opini), sementara bagi decorates pengetahuan yang membingungkan. Bagi decrates
pengetahuan yang pasti harus bersumber
dari gagasan yang jelas dan terpilah. Bagi decorates kejelasan dan kejelasa
idea menjadi criteria kepastian dan
kebenaran ilmu pengetahuan (lavine, 2002: 140). Jadi bagi keduanya, ada dua jenis
pengetahuan: pertama, pengetahuan
biasa( tingkat rendah) yang bersumber dari pengalaman pancaindra; kedua, pengetahuan rasional yang mengatasi pengetahuan tingkat pertama (
pengetahuan yang abadi dan sempurna). Inilah dua sumber yang dimaksudkan tadi.
Hume menolak keduanya dengan
mengemukakan, pengetahuan yang dicapai melalui rasio tentang dunia idea
(metafisika) seperti yang dikemukakan plato adalah ilusi, kebohongan (anti
metafisika) metafisika yang diakui oleh plato, Decrates, atau Thomas Aquinas, bagi
hume adalah suatu “kesombongan yang gegabah” dari orang-orang yang meyakininya.
Hume mengemukakan bahwa kita tidak akan pernah tahu alam realitas yang
sebenarnya. Gagasan-gagasan yang kita peroleh adalah, menurut hume, gambaran
kesan-kesan pengalaman indrawi, yang tinggal dalam penalaran, pemikiran, dan
pengingatan kita. Ketika kita berada di dalam ruangan atau kamar tidur
umpamanya, maka yang kiya lihat adalah sensasi tentang ukuran (panjang, lebar,
tinggi, volume, berat) dari: meja, buku, lampu, dan lain-lain. Kita disini
memperoleh pesan-pesan mengenai kamar tidur. Hume mengemukakan: “ ketika aku
menutup mataku dan memikirkan kamarku, gagasan yang kubentuk merupakan
representasi kesan yang kurasakan; dan tidak ada sesuatupun yang tidak
berkaitan……gagasan dan kesan selalu berkaitan satu sama lain.
Hume membedakan antara dua macam
persepsi: impression (kesan-kesan)
dan idea. Kesan-kesan adalah persepsi indrawi yang masuk ke akal budi, kesan
ini bersifat kuat dan hidup. Sementara idea merupakan gambaran yang kabur dari
kesan-kesan pemikiran kita. Jadi, ada kaitan antara kesan-kesan dengan
idea-idea kita.selanjutnya, hume membedakan antara: kesan-ksan tunggal dengan
kesan-kesan majemuk serta ide tunggal dengan idea majemuk. Kesan tunggal adalah
kesan tentang objek tunggal sedangkan kesan-kesan majemuk terdiri dari kumpulan
dan objek. Setiap persepsi menghasilkan kesan, dan kesan itu menghasilkan
ide-ide. Idea tunggal itu mempresentasikan
kesan (tentang objek) dengan tepat.
Hume membedakan kesan atas kesan-kesan
sensasi (bersifat material) dan kesan-kesan refleksi/ ide-ide (bersifat
rohani). Meja kita ketahui tidak secara langsung, akan tetapi melalui tentang
meja. Di sini dibedakan antara: 1) objek yang diketahui (meja); 2) subyek yang
mengetahui, dan 3) sensasi yang darinya objek kita simpulkan. (pandangan ini
adalah realisme kritis yang tidak menerima begitu saja kesamaan, kesejajaran
antara objek(reality) yang diketahui dengan penampakannya melalui indera kita)
Pemikiran hume merupakan penantangan
terhadap rasionalisme, terutama tentang gagasan ide-ide bawaan yang selalu dijadikan landasan ontologism
bagi kaum rasionalis dalam memahami dunia sebagai satu kesatuan yang
berinterrelasi. Hume juga menolak empirisme
dengan mengakui dengan adanya keterbatasan metode empiris itu. Hume
mengemukakan bahwa seluruh ilmu pengetahuan berkaitan denga hakikat
manusia.bahkan, ia menganggap pengengetahuan tentang manusia merupakan pusat
seluruh ilmu pengetahuan. Meskipun demikian, ia beranggapan bahwa metode-metode
ilmu-ilmua alam/ eksperimen adalah metode yang paling tepat untuk ilmu
pengetahuan tentang manusia, karna metode ini telah dibuktikan keberhasilannya
oleh ilmu-ilmu alam (Copleston, 1959)
Hume mencoret ‘subjek’ atau ‘ aku’
sebagai pusat pengalaman, pusat kesadaran, pemikiran,perasaan dengan
menyatakan bahwa itu semua hanya
rangkaian ‘kesan-kasan’ saja. Impresi atau kesan-kesan itu juga merupakan bahan
dasar dimana isi ilmu pengetahuan kita
susu (konstruksi). pikiran-pikiran kita hanya sisa-sisa pengalaman indrawi yang
menghasilkan kesan-kesan. Dari kesan-kesan itu, disusun connexion dan
associations oleh keaktifan kehendak kita. Jadi, ilmu pengetahuan itu, ia
hanyalah gagasan yang kita kaitkan melalui hukum penggabungan gagasan.
Bila pengetahuan kita adalah penggabungan
gagasan, bagaimana dengan hukum kausalitas, misalnya gravitasi, hukum mekanik?
Bagi Hume, hukum kausalitas juga bukan hukum fenomena yang kita tarik dari
pengalaman kita secara langsung. Jika kita melemparkan batu ke kaca dan kaca
pecah, maka yang terjadi sesungguhnya, menurut Hume, adalah rangkaian
peristiwa:
1)
Batu kita ambil,
2)
Kita lemparkan,
3)
Batu melayang lalu kaca pecah.
Jika setelah berpuluh tahun kita
melihat matahari terbi dari timur dan tenggelam di barat, maka itu buka gejala
kausalitas, tetapi, dalam pandangan hume rangkaian peristiwa yang memeng sudah
semestinya berjalan begitu.
Jadi menurut Hume, apa yang kita
sebut kausalitas itu bukanlah sebab akibat yang sesungguhnya, karena yang kita
sebut sebab-akibat juga adalah rangkaian peristiwa saja, dan buka kausalitas.
Kita tidak akan pernah tahu alam atau realitas yang sebenarnya, kita tidak akan
pernah tahu apa yang menyebabkan pengindraan kita, kita tidak pernah tahu sifat
sejati benda-benda dan mengapa benda tersebut seperti itu. rasio tidak akan
pernah mampu menyingkapkan rahasia alam, tujuan atau rencana dunia, karena itu
berada di luar jangkauan pengamatan kita.
Hume
menegaskan bahwa pengalaman lebih memberi keyakinan dibanding kesimpulan logika
atau kemestian sebab-akibat. Sebab akibat hanya hubungan yang saling berurutan
saja dan secara konstan terjadi seperti, api membuat api mendidih. Padahal
dalam api tidak dapat diamati adanya daya aktif yang mendidihkan air. Jadi daya
aktif yang disebut hukum kausalitas itu bukanlah yang dapat diamati, bukan hal
yang dapat dilihat dengan mata sebagai benda yang berada dalam air yang
direbus. Dengan demikian kausalitas tidak bisa digunakan untuk menetapkan
peristiwa yang akan datang berdasarkan peristiwa yang terdahulu. Menurut Hume,
pengalamanlah yang memberi informasi yang langsung dan pasti terhadap objek
yang diamati sesuai waktu dan tempat. Roti yang telah saya makan, kata Hume,
mengenyangkan saya, artinya bahwa tubuh dengan bahan ini dan pada waktu itu
memiliki rahasia kekuatan untuk mengenyangkan. Namun, roti tersebut belum tentu
bisa menjadi jaminan yang pasti pada waktu yang akan datang karena roti itu
unsurnya telah berubah karena tercemar dan kena polusi dan situasipun tidak
sama lagi dengan makan roti yang pertama. Jadi, pengalaman adalah sumber
informasi bahwa roti itu mengenyangkan, untuk selanjutnya hanya kemungkinan
belaka bukan kepastian.
Teori hume tentang eksistensi tuhan.
Hume mengkritik keras ketiga bukti keberadaan Tuhan yang disampaikan
Descartes.Dua bukti pertama Descartes mengenai keberadaan Tuhan adalah bukti
sebab-akibat.Keduanya membuktikan bahwa Tuhan ada sebagai satu-satunya sebab
munculnya gagasanku mengenai Dia dan munculnya gagasan mengenai keberadaanku
sebagai benda yang berpikir.Namun kita tidak mempunyai kesan indera mengenai
Tuhan sebagai suatu sebab, kita juga tidak mempunyai kesan apapun mengenai
benda berpikir sebagai akibat. Apalagi, pada kedua bukti sebab-akibat mengenai
keberadaan Tuhan ini, Descartes mendasarkan diri pada kejelasan dan kejernihan
pemikiran bahwa sebab harus sama nyatanya dengan akibatnya. Bagi Descartes
gagasan ini sangat jelas sehingga tidak ada pikiran rasional apapun yang bisa
meragukannya, namun bagi Hume gagasan ini sangatlah tidak berarti.Gagasan
tersebut tidak memunculkan baik landasan rasional maupun empiris untuk
kausalitas.Adapun bukti ketiga mengenai keberadaan Tuhan, yang dimunculkan pada
buku “Meditation Descartes” menggunakan bukti ontologis yang dikemukakan Saint
Anselm di abad XI.Bukti itu mengemukakan ide bawaan mengenai Tuhan yang
memiliki segala kesempurnaan, dan oleh karena itu pasti memiliki kesempunaan
pada wujud-Nya.Bukti ini sampai pula pada kesimpulan bahwa Tuhan itu memang
ada.Hume meruntuhkan bukti ini dengan pertama-tama mengingatkan kita bahwa
filsuf empirisme seperti John Locke telah menunjukan tidak ada yang namanya ide
bawaan, kita hanya memiliki gagasan yang muncul dari pengalaman kesan. Bukti
ontologis Saint Anselm mengenai keberadaan Tuhan menyatakan bahwa ide ketuhanan
itu dengan sendirinya terbukti dalam akal pikiran: Tuhan mempunyai segala
kesempurnaan, Dia Maha Tahu, Maha Kuasa, dan Maha Baik. Oleh karena itu, Dia
tak mungkin kurang sempurna dalam keberadaan-Nya. Hume menjawabnya dengan uji
empiris atas gagasan: jika tidak ada kesan dalam pengalaman, gagasan itu tidaklah
bermakna, tak berarti. Namun kita tidak bisa mempunyai kesan indera atas zat
supranatural, dengan demikian ide ketuhanan tidak lulus dalam uji empiris.
Hume menyangkal dalam bukunya “Dialogues Concerning Natural Religion”, dia menggunakan bentuk dialog Plato untuk menjatuhkan Deisme. Tiga karakter memerankan masing-masing sebagai seorang penganut Kristen yang alim, dan sangat ortodok; seorang pengikut Deisme yang mendukung agama yang alami, rasional dan memiliki keterkaitan dengan sains; serta seorang penganut skeptisme yang meremehkan keduanya.Suara Hume tertuang dalam Philo yang skeptis, yang suka mempermainkan orang, khususnya penganut Deisme yang menyatakan memiliki agama yang alami dan rasional. Kesan dari indera kita, kata Philo si skeptis, menjadi landasan bagi pengetahuan ilmiah kita, dan kesan ini tidak memberikan bukti bagi pernyataan bahwa alam semesta ini secara sempurna teratur dan harmonis, juga tidak menjamin bahwa keteraturan semacam itu akan berlanjut selamanya.
Hume berkata, perhatikan dengan seksama dunia ini dan lihat apakah ini merupakan karya arsitek yang Maha Kuasa dan Maha Bisa. Jika seorang arsitek menunjukan pada anda “sebuah rumah atau istana dimana tidak ada satu ruangpun yang layak, dimana jendela, pintu, tungku, gang, tangga dan keseluruhan bangunan ekonominya merupakan sumber keributan, kebingungan, kelelahan, kegelapan, dan ekstremnya panas dan dingin, anda tentu akan menyalahkan alatnya, anda akan mengemukakan pembelaan yakni jika saja arsiteknya memiliki keahlian dan maksud yang baik, mungkin dia telah membetulkan semua atau sebagian besar ketidak layakan ini”. Dalam alam manusia, tambah Hume, apakah anda menemukan bukti bahwa dunia ini dirancang dengan baik oleh perancang yang baik dan penyayang?Lalu bagaimana anda menjelaskan kesedihan, rasa sakit, dan kejahatan dalam kehidupan manusia?Perhatikan sekeliling alam ini, perhatikan lebih dekat makhluk hidup ini betapa mereka saling menjahati dan merusak, betapa terkutuk dan jahatnya bagi yang melihat alam yang buta, menyembul dari pengakuan tanpa ada perhatian dan kepedulian, anaknya yang terluka dan buruk. Dengan ungkapan Hume ini, maka dia sebenarnya telah meragukan eksistensi akan keberadaan Tuhan itu sendiri karena menurut Hume, eksistensi Tuhan itu tidak dapat ditangkap lewat kesan pengalaman, sehingga eksistensi tidak dapat diragukannya.
Hume menyangkal dalam bukunya “Dialogues Concerning Natural Religion”, dia menggunakan bentuk dialog Plato untuk menjatuhkan Deisme. Tiga karakter memerankan masing-masing sebagai seorang penganut Kristen yang alim, dan sangat ortodok; seorang pengikut Deisme yang mendukung agama yang alami, rasional dan memiliki keterkaitan dengan sains; serta seorang penganut skeptisme yang meremehkan keduanya.Suara Hume tertuang dalam Philo yang skeptis, yang suka mempermainkan orang, khususnya penganut Deisme yang menyatakan memiliki agama yang alami dan rasional. Kesan dari indera kita, kata Philo si skeptis, menjadi landasan bagi pengetahuan ilmiah kita, dan kesan ini tidak memberikan bukti bagi pernyataan bahwa alam semesta ini secara sempurna teratur dan harmonis, juga tidak menjamin bahwa keteraturan semacam itu akan berlanjut selamanya.
Hume berkata, perhatikan dengan seksama dunia ini dan lihat apakah ini merupakan karya arsitek yang Maha Kuasa dan Maha Bisa. Jika seorang arsitek menunjukan pada anda “sebuah rumah atau istana dimana tidak ada satu ruangpun yang layak, dimana jendela, pintu, tungku, gang, tangga dan keseluruhan bangunan ekonominya merupakan sumber keributan, kebingungan, kelelahan, kegelapan, dan ekstremnya panas dan dingin, anda tentu akan menyalahkan alatnya, anda akan mengemukakan pembelaan yakni jika saja arsiteknya memiliki keahlian dan maksud yang baik, mungkin dia telah membetulkan semua atau sebagian besar ketidak layakan ini”. Dalam alam manusia, tambah Hume, apakah anda menemukan bukti bahwa dunia ini dirancang dengan baik oleh perancang yang baik dan penyayang?Lalu bagaimana anda menjelaskan kesedihan, rasa sakit, dan kejahatan dalam kehidupan manusia?Perhatikan sekeliling alam ini, perhatikan lebih dekat makhluk hidup ini betapa mereka saling menjahati dan merusak, betapa terkutuk dan jahatnya bagi yang melihat alam yang buta, menyembul dari pengakuan tanpa ada perhatian dan kepedulian, anaknya yang terluka dan buruk. Dengan ungkapan Hume ini, maka dia sebenarnya telah meragukan eksistensi akan keberadaan Tuhan itu sendiri karena menurut Hume, eksistensi Tuhan itu tidak dapat ditangkap lewat kesan pengalaman, sehingga eksistensi tidak dapat diragukannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan empirisme diatas
dapat disimpulkan bahwa empirisme menurut Thomas Hobbes sebagai penganut empirisme,
pengenalan atau pengetahuan diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman adalah
awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asas-asas yang
diperoleh dan diteguhkan oleh pengalaman. Segala pengetahuan diturunkan dari
pengalaman. Dengan demikian, hanya pengalamanlah yang memberi jaminan
kepastian.
Berbeda
dengan kaum rasionalis, Hobbes memandang bahwa pengenalan dengan akal hanyalah
mempunyai fungsi mekanis semata-mata. Ketika melakukan proses penjumlahan dan
pengurangan misalnya, pengalaman dan akal yang mewujudkannya. Yang dimaksud dengan
pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas pengamatan yang disimpan dalam
ingatan atau digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai
dengan apa yang telah diamati pada masa lalu.
Sedang
menurut John Locke dengan teorinya tabula rasa. Bahwa
manusia dilahirkan seperti kertas putih,dan pengalaman inderawilah yang mengisi
otak (pikiran) itu( Raiper,2000). Semua ide,menurut Locke ,berasal dari
pengalaman,dan itu itu sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu:Ide-ide yang
berasal dari pengalaman lahiriah atau eksternal (external sentation), seperti :
penglihatan,pendengaran,sentuhan atau rabaan,penciuman,atau rasa yang masuk ke
otak melalui rangsangan pengamatan dunia external.Dalam proses pengamatan,akal
budi kita menurut Locke bersifat pasif,dan hanya menerima rangsangan dunia luar
apa adanya .Ide yang berasal dari pengalaman batin atau internal (internal
sense atau reflexion); bila pengalaman lahir memberi informasi tentang dunia
eksternal,maka pengalaman batin memberi informasi tentang dunia dalam
(jiwa).Informasi yang dihasilkan adalah hasil aktivitas pemikiran (refleksi)
atas ide-ide kompleks.
Dan selanjutnya pemikiran hume
merupakan penantangan terhadap rasionalisme, terutama tentang gagasan ide-ide
bawaan yang selalu dijadikan landasan
ontologism bagi kaum rasionalis dalam memahami dunia sebagai satu kesatuan yang
berinterrelasi. Hume juga menolak empirisme
dengan mengakui dengan adanya keterbatasan metode empiris itu. Hume
mengemukakan bahwa seluruh ilmu pengetahuan berkaitan denga hakikat
manusia.bahkan, ia menganggap pengengetahuan tentang manusia merupakan pusat
seluruh ilmu pengetahuan. Meskipun demikian, ia beranggapan bahwa metode-metode
ilmu-ilmua alam/ eksperimen adalah metode yang paling tepat untuk ilmu
pengetahuan tentang manusia, karna metode ini telah dibuktikan keberhasilannya
oleh ilmu-ilmu alam (Copleston, 1959)
B.
Saran
Setelah terselesaikannya makalah ini demi
menjalankan tugas tentang empirisme dan juga tidak lupa untuk menambahkan
pengetahuan serta memperluas wawasan keilmuan.
Mungkin itu penutup dari makalah yang
telah kami buat. Jika ada kesalahan itulah kekurangan yang kita miliki. Dan tak
lupa kami sampaikan mohon maaf dan terimakasih.Sekian.
DAFTAR
PUSTAKA
Hakim,Athang Abdul, Filsafat Umum.(Bandung.Pustaka
Setia:2008)268
http://sangperaihimpian.blogspot.com/2012/02/empirisme-thomas-hobbes.html
Lubis,Akhyar Yusuf,Filsafat Ilmu:
Klasik hinnga Kontemporer.(Jakarta:Kharisma Putra Utama Offset,2014)118
[1]
Hakim,Athang Abdul, Filsafat Umum.(Bandung.Pustaka Setia:2008)268
[3]
Lubis,Akhyar Yusuf,Filsafat Ilmu: Klasik hinnga Kontemporer.(Jakarta:Kharisma
Putra Utama Offset,2014)118
[4] Ibid
3,269
[5]
https://aminulbahri.wordpress.com/2010/10/17/empirisme.david.hume
No comments:
Post a Comment