BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tradisi pemikiran barat saat ini mrupakan
paradigm bagi pengembangan budaya barat dengan implikasi yang sangat luar dan
mendalam disemua segi dari seluruh kehidupan. Memahami tradisi pemikiran barat
sebagaimana tercermin dalam pandangan filsafatnya merupakan kearifan sendiri.
Karena kita akan dapat melacak segi-segi positifnya yang layak kita tiru dan
sisi-sisi negatifnya untuk tidak kita tiru.
Namun, pada zaman tersebut
orang-orang tetap mencari alternatifnya agar keluar dari dominasi greja. Pada
akhirnya ada juga seorang pemberani yang sanggup melawan arus deras itu, yaitu
seorang tokoh yang bernama Descartes.
Pada zaman abad modern, para filosof
zaman ini menjadikan manusia sebagai pusat analisis filsafat, maka corak
filsafat zaman ini lazim disebut antroposentris. Filsafat barat modern yang
demikian memiliki corak yang berbeda dengan filsafat abad pertengahan. Letak
perbedaan itu terutama pada otoritas kekuasaan politik dan ilmu pengetahuan.
Pada zaman modern otoritas kekuasaan itu terletak pada kemampuan akal manusia
itu sendiri. Manusia pada zaman modern tidak mau diikat oleh kekuasaan manapun,
kecuali oleh kekuasaan yang ada pada dirinya sendiri yaitu akal.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan
Renaissance di zaman modern?
- Bagaimana perkembangan Rasionalisme di zaman modern?
- Siapa saja tokoh-tokoh pendukung paham Rasionalisme
di zaman modern?
- Bagaimana perkembangan Empirisme di zaman modern?
- Siapa saja tokoh-tokoh paham Empirisme di zaman
modern?
C.
Tujuan
1. Mengetahui perkembangan
Renaissance di zaman modern
- Mengetahui
perkembangan Rasionalisme di zaman modern
- Mengetahui tokoh-tokoh paham Rasionalisme di zaman
modern
- Mengetahui perkembangan Empirisme di zaman modern
- Mengetahui tokoh-tokoh paham Empirisme di zaman
modern
BAB II
PEMBAHASAN
A. Renaissance
Istilah Renaissance berasal dari bahasa Perancis. Dalam
bahasa Latin berarti “re + nasci” berarti lahir kembali (rebirth).
Istilah ini biasanya digunakan oleh sejarawan untuk menunjuk berbagai periode
kebangkitan intelektual, khususnya yang terjadi di Eropa. Dan lebih khusus lagi
di Italia, sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Istilah ini mula-mula digunakan oleh
seseorang sejarawan terkenal, Michelet dan dikembangkan oleh J. Burckhardt
(1860) untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat
individualism, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia,
sebagai periode yang dilawankan dengan periode abad pertengahan (runes:270).
Karya filsafat pada abad ini sering disebut filsafat Renaissance
(runes:271).(ahmad tafsir, 2010:124).
Oleh sejarawan, istilah tersebut digunakan untuk menunjukkan
berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya yang terjadi di Eropa.
Dalam keadaan seperti itu kebebasan pemikiran amat dibatasi, sehingga
perkembangan sains sulit terjadi, demikian pula filsafat tidak berkembang,
bahkan dapat dikatakan bahwa manusia tidak mampu menemukan dirinya sendiri.
Oleh karena itu, orang mulai mencari alternatif. Dalam perenungan mencari
alternatif itulah orang teringat pada suatu zaman ketika peradaban begitu bebas
dan maju, pemikiran tidak dikungkung, sehingga sains berkembang, yaitu zaman
Yunani kuno. Pada zaman Yunani kuno tersebut orang melihat kemajuan kemanusiaan
telah terjadi. Kondisi seperti itulah yang hendak dihidupkan kembali. Orang
yang pertama menggunakan istilah tersebut adalah Jules Michelet, sejarawan
Perancis terkenal. Menurutnya, Renaissance ialah periode penemuan manusia
dan dunia dan bukan senagai kebangkitan kembali yang merupakan permulaan
kebangkitan modern. Bila dikaitkan dengan keadaan,
Renaissence adalah masa antara zaman pertengahan dan zaman
modern yang dapat dipandang sebagai masa peralihan, yang ditandai oleh sejumlah
kekacauan dalam bidang pemikiran. Di satu pihak terdapat Astrologi, kepercayaan
yang bersangkutan dengfan dunia hitam, perang-perang agama, dan sebagainya, dan
di lain pihak muncul lah ilmu pengetahuan alam modern serta mulai berpengarunya
suatu perasaan hidup baru. Pada saat itu muncul lah usaha-usaha penelitian yang
lebih giat yang pada akhirnya memunculkan sains baru.
Awal mula dari suatu masa baru ditandai oleh satu usaha
besar dari Descartes (1596-1650) untuk memberikan kepada filsafat suatu
bangunan yang baru dalam bidang filsafat, zaman Renaissance kurang menghasilkan
karya penting bila dibandingkan dengan bidang seni dan sains. Namun, diantara
perkembangan itu, terjadi pula perkembangan dalam bidang filsafat. Descartes
sering disebut sebagai tokoh pertama filsafat modern. Sejak itu dan juga telah dimunculkan
sebelumnya, yaitu sejak permulaan Renaissance, sebenarnya individualisme dan
humanisme telah dicanangkan. Descartes memperkuat idea-idea ini. Humanisme dan
Indevidualisme merupakan ciri Renaissance yang penting. Humanisme adalah
pandangan bahwa manusia mampu mengatur dunia dan dirinya. Ini suatu pandangan
yang tidak menyenangkan orang0orang yang beragama. Oleh karena itu, zaman ini
sering juga disebut sebagai zaman Humanisme, maksudnya manusia diangkat dari
abad pertangahan.
Ciri utama Renaissance ialah Humanisme, Individualisme,
lepas dari agama (tidak mau diatur oleh agama), Empirisme, dan Rasionalisme.
Filsafat berkembang bukan pada zaman Renaissance, melaunkan kelak pada zaman
sesudahnya (zaman modern). Sains berkembang karena semangat dan hasil Empirisme
itu. Agama Kristen semakin ditinggalkan, karena semangat Humanisme itu. Ini
kelihatan dengan jelas kelak pada zaman modern.
Pada zaman modern filsafat di dahului oleh zaman
Renaissance. Ciri-ciri filsafat Renaissance ada pada filsafat modern. Tokoh
pertama filsafat modern adalah Descartes. Yaitu menghidupkan kembali Rasionalisme
Yunani, Individualisme, lepas dari pengaruh agama. Sekalipun demikian, para
ahli lebih senang menyebut Descartes sebagai tokoh Rasionalisme. (atang dan
beni ahmad, 2008:339-340).
Pada zaman Renaissance ada banyak penemuan di bidang ilmu
pengetahuan. Di antara tokoh-tokohnya adalah :
1. Nicolaus Copernicus (1473-1543)
Ia dilahirkan di Torun, Polandia dan belajar di Universitas
Cracow. Walaupun ia
tidak
mengambil studi astronomi, namun ia mempunyai koleksi buku-buku astronomi
dan matematika. Ia sering disebut sebagai Founder of Astronomy.
Ia mengembangkan teori bahwa matahari adalah pusat jagad
raya dan Bumi
mempunyai
dua macam gerak, yaitu : perputaran sehari-hari pada porosnya dan perputaran
tahunan mengitari matahari. Teori itu disebutHeliocentric menggeser
teori Ptolemaic. Ini adalah perkembangan besar, tetapi yang lebih
penting adalah metode yang dipakai Copernicus, yaitu metode mencakup penelitian
terhadap benda-benda langit dan kalkulasi matematik dari pergerakan benda-benda
tersebut.
2. Galileo Galilei (1564-1642)
Galileo Galilei adalah salah seorang penemu terbesar
dibidang ilmu pengetahuan.
Ia
Menemukan bahwa sebuah peluru yang ditembakkan membuat suatu gerak parabola,
bukan gerak horizontal yang kemudian berubah menjadi gerak vertical. Ia menerima
pandangan bahwa matahari adalah pusat jagad raya. Dengan teleskopnya, ia
mengamati jagad raya dan menemukan bahwa bintang
Bimasakti
terdiri dari bintang-bintang yang banyak sekali jumlahnya dan masing-masing
berdiri sendiri. Selain itu, ia juga berhasil mengamati bentuk Venus dan
menemukan beberapa satelit Jupiter.
3. Francis Bacon (1561-1626)
Francis Bacon adalah seorang filosof dan plitikus Inggris.
Ia belajar di Cambridge
University
dan kemudian menduduki jabatan penting dipemerintahan serta pernah terpilih
menjadi anggota parlemen. Ia adalah pendukung penggunaan Scientific
Methods, ia berpendapat bahwa pengakuan tentang pengetahuan pada zaman
dahulu kebanyakan salah, tetapi ia percaya bahwa orang dapat mengungkapkan
kebenaran dengan Inductive Methods, tetapi lebih dahulu harus
membersihkan pikiran dari prasangka yang ia namakan idols (arca). Bacon
telah memberi kita pernyataan yang klasik tentang kesalahan-kesalahan berpikir
dalam Idols of the Mind. (ahmad tafsir, 1990:162).
B. Rasionalisme
Rasionalsme ialah
paham filsfat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam
memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Jika
empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek
empiris, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara
berpikir. Alat dalam berpikir itu ialah kaidah – kaidah logis atau kaidah –
kaidah logika.
Rasionalisme ada dua macam: dalam
bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama rasionalisme adalah
lawan autoritas, dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme.
Berikut adalah tokoh-tokoh yang mendukung paham rasionalime:
1.
Descartes
(1596-1650)
Ia
lahir pada tahun 1596 dan meninggal pada
tahun 1650. Menurutnya dasar filasafat itu bukan perasaan, bukan iman, bukan
ayat suci atau pun yang lainnya, tetapi haruslah akal. Untuk menemukan
basis yang kuat bagi filsafat, Descartes meragukan segala sesuatu yang dapat diragukan
terlebih dahulu. Ia telah menuangkan hasil pemikirannya yaitu Discours de la Methode (1637) dan Meditations (1642). Dalam kedua buku
tersebut Descartes menuangkan metode yang terkenal tersebut yaitu metode
keraguan, yang sering disebut metode cogito.
Metode-metodenya yaitu:
·
Meragukan segala
sesuatu yang bisa diragukan termasuk badannya sendiri, yaitu meragukan semua
yang dapat diindera.
·
Menguji adanya gerak,
jumlah dan besaran (volume)
Seperti
matematika, Decartes meragukan kebeenarannya. Karena saat dia mejumlah (angka),
mengukur (besaran) sering melakukan kesalahan. Jadi dia pun masih dapat
meragukannya.
·
Saat kita sedang ragu
maka kita sedang berpikir. Jadi aku berpikir pasti ada dan benar. Jika aku berpikir ada, berarti aku ada karena yang berpikir itu aku.
Sekarang descartes telah
menemukan dasar (basis) bagi filsafat, bukan filsafat abad pertengahan, bukan
agama atu yang lainnya, yaitu pondasinya adalah aku yang berpikir, pemikiranku
yang pantas dijadikan dasar filsafat karena aku yang berpikir itulah yang
benar-benar ada, tidak dapat diragukan.
Karena
bukan kamu atau pikiranmu. Disinilah terlihat sifat subjektif, individualisme,
humanis dalam filsafat Descartes. Sifat-sifat inilah yang mendorong
perkembangan filsafat abad modern. Kemenagan akal pada abad ini telah
menyebabkan terulangnya tragedi yunani. Kaidah Sains dan Agama/ajaran iman
menjadi guncang dan goyah. Orang kembali bingung, tidak dapat dihindari bahwa
rasionalisme yang dikembangkan oleh descartes telah menimbulkan sujektivisme,
relativisme persis seperti kebimbangan alam pikiran pada zaman sofisme yunani.
2.
Spinoza
(1632-1677)
Ia dilahirkan pada tahun 1632 dan
meninggal dunia pada tahun 1677 yang mempunyai nama asli Baruch Spinoza.
Setelah ia mengucilkan diri dari agama Yahudi, ia mengubah namanya menjadi
Benedictus de Spinoza. Ia hidup di pinggiran kota Amsterdam. Spinoza ini ialah
pengikut filosof Descertes yaitu menggunakan metode cogito. Spinoza dan Leibniz ini ialah filosof Jerman modern
terbesar yang pertama. Seperti dalam Geometri, Spinoza memulai dengan
meletakkan definisi-definisi. Berikut
adalah contoh definisi yang digunakan Spinoza dalam membuat
kesimpulan-kesimpulan dalam metafisika.
Deifinisi-definisi Spinoza:
a. Sesuatu yang sebabnya
pada dirinya.
b. Subtansi ialah sesuatu yang ada dalam dirinya,
dipahami melalui dirinya, konsep dapat dibentuk tentangnya bebas dari yang lain.
c. Yang saya maksud dengan atribut (sifat) ialah apa
yang dapat dipahami sebagai melekat pada esensi substansi.
d. Yang saya maksud dengan mode ialah
perubahan-perubahan pada substansi.
e.
Sesuatu
dikatakan terbatas bila ia dapat dibatasi oleh sesuatu yang lain.
Yang saya maksud dengan kekekalan ialah sifat pada
eksistensi itu tadi. Spinoza berpendapat bahwa apa yang benar-benar ada, maka
adanya itu haruslah abadi. (lihat pada definisi terakhir). Sama halnya dengan tatkala ia berbicara dalam
astronomi, devinisi selalu diikuti oleh aksioma. Aksioma ialah suatu kebenaran
yang tidak memerlukan pembelaan.
Berikut aksioma-aksioma
yang dipasangnya dalam metafisika:
a. Segala sesuatu yang ada, ada dalam dirinya atau ada
dalam sesuatu yang lain.
b. Sesuatu yang tidak dapat dipahami
melalui sesuatu yang lain harus dipahami melalui dirinya sendiri.
c. Dari sustu sebab, tentu diikuti
akibat; bila tidak ada sebab, tdak mungkin aka nada akibat yang mengikutinya.
d. Pengetahua kita tentang akibat
ditentukan oleh pengetahuan kita tentang sebab.
e. Idea yang benar harus sesuai dengan objeknya.
Aksioma-aksioma itu biasanya didasarkan atas definisi.
Misalnya aksioma a berdasarkan
definisi a.
Berdasarkan definisi dan aksioma itu
Spinoza mulai membuktikan proposisi-proposisinya.inilah beberapa proposisi yang
disusunnya.
a.
Substasi mesti mendahului modifiksinya
Bukti: ini jelas dari definisi c
dan e.
b.
Dua substansi yang atributnya berbeda tidak akan mempunyai persamaan.
Bukti: jugajelas dari definisi c karena sesuatu harus ada dalam dirinya. Dengan kata lain,
konsep tentang sesuatu tidak sama dengan konsep tentang sesuatu yang lain.
3.
Leibniz (1646-1716)
Gotfried Wilhelm Von Leibniz lahir di Leipzig,
Jerman pada tahun 1646 dan
meninggal pada tahun 1716. Ia adalah fiosof Jerman sama seperi Spinoza. Pusat
metafisikanya adalah idea tentang substansi yang dikembangkan dalam konsep monad.
Metafisika
Leibniz sama memusatkan perhatian pada substansi. Bagi Spinoza, alam semesta
ini mekanistis dan keseluruhannya bergantung pada sebab, sementara substansi
pada Leibniz adalah hidup, dan setiap sesuatu terjadi untuk suatu tujuan.
Penuntun prinsip filsafat Leibniz ialah “prinsip akal yang mencukupi”, yang
secara sederhana dapat dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan”. Sementara
Spinoza berpendapat bahwa hanya ada satu substansi, Leibniz berpendapat
berpendapat bahwa substansi itu banyak. Ia menyebut substansi-substansi itu monad. Setiap monad berbeda satu dengan yang lain.
C. Empirisme
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat
yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta
pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme diambil
dari bahasa yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman.
Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme
Empirisme, berpendirian bahwa semua
pengetahuan diperoleh lewat indra. Indra memperoleh kesan-kesan dari alam
nyata, untuk kemudian kesan-kesan tersebut berkumpul dalam diri manusia,
sehingga menjadi pengalaman. Untuk memahami inti filsafat empirisme perlu
memahami dulu dua ciri pokok empirisme yaitu mengenai makna dan tiori tentang
pengetahuan.
1. Filsafat empirisme tentang teori
makna, teori makna pada empirisme biasa dinyatakan sebagai teori tentang asal
pengetahuan, yaitu asal-usul idea atau konsep. Teori makna amat berdekatan
dengan aliran positivisme logis (logical positivism) dan filsafat Ludwig
Wittgenstein. Akan tetapi, teori makna dan empirisme selalu dipahami lewat
penafsiran pengalaman. Oleh karena itu, bagi orang empiris jiwa dapat dipahami
sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola jumlah yang dapat
di indra dan dihubungkan kualitas sebagai urutan pristiwa yang sama.
2. Filsafat emperisme tentang teori
pengetahuan, menurut orang rasionalis ada beberapa kebenaran umum seperti
setiap kejadian tentu mempunyai sebab, dasar-dasar matematika, dan beberapa
prinsip dasar etika, dan kebenaran-kebenaran itu benar dengan sendirinya yang
dikenaldengan istilah kebenaran a priori yang di peroleh lewat intuisi
rasional.
Ajaran-ajaran pokok Empirisme Yaitu:
a. Pandangan bahwa semua ide atau
gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk
dengan menggabungkan apa yang dialami.
b. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya
sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
c. Semua yang kita ketahui pada
akhirnya bergantung pada data inderawi.
d. Semua pengetahuan turun secara
langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali
beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
e. Akal budi sendiri tidak dapat
memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman
inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk
mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
f.
Empirisme
sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan
Diantara tokoh
dan pengikut aliran Empirisme adalah John Lock, David Hume, dan Herbert Spencer.
1. John Locke (1632-1704 M)
Ia adalah filosuf Inggris yang banyak mempelajarai agama
Kristen. Filsafat Locke dapat dikatakan anti
metafisika. Ia menerima keraguan sementara yang diajarkan oleh Descartes,
tetapi ia menolak intuisi yang digunakan oleh Descaretes. Ia juga menolak
metoda deduktif Descartes dan menggantinya dengan generalisasi berdasarkan
pengalaman; jadi, induksi. Bahkan Locke menolak juga akal (reason). Ia hanya
menerima pemikiran matematis yang pasti dan cara penarikan dengan metode
induksi.
Buku Locke, Essay Concerming Human Understanding (1689
M), ditulis berdasarkan satu premis, yaitu semua pengetahuan datang dari
pengalaman. Ini berarti tidak ada yang dapat dijadikan idea untuk konsep
tentang sesuatu yang berada di belakang pengalaman, tidak ada idea yang
diturunkan seperti yang diajarkan oleh Plato. Dengan kata lain, Locke menolak
adanya innate ide; termasuk apa yang
diajarkan oleh Descartes, Clear and
Distinict Idea. Adequate idea dari Spinoza, truth of reason dari Leibniz, semuanya ditolaknya. Yang innate
(bawaan) itu tidak ada. Inilah argumennya:
a. Dari jalan masuknya pengetahuan kita
mengetahui bahwa innate itu tidak
ada. Memang agak umum orang beranggapan bahwa innate itu ada. Ia itu seperti ditempelkan pada jiwa manusia, dan
jiwa membawanya ke dunia ini. Sebenarnya kenyataan telah cukup menjelaskan
kepada kita bagaimana pengetahuan itu datang, yakni melalui daya-daya yang
alamiah tanpa bantuan kesan-kesan bawaan, dan kita sampai pada keyakinan tanpa
suatu pengertian asli.
b. Persetujuan uum adalah argumen yang
terkuat. Tidak ada sesuatu yang dapat disetujui oleh umum tentang adanya innate
idea justru saya jaidkan alasan untuk mengatakan ia tidak ada.
c. Persetujuan umum membuktinkan adanya
innate idea.
d. Apa innate idea itu
sebenarnya tidaklah meungkin diakui dan sekaligus juga tidak diakui adanya.
Bukti-bukti yang mengatakan ada innate
idea justru saya jadikan alasan untuk mengatakan ia tidak ada.
e. Tidak juga dicetakkan (distempelkan) pada jiwa sebab
pada anak idiot, ide yang innate itu
tidak ada padahal anak normal dan anak idiot sama-sama berpikir.
Ia mengatakan bahwa apa yang
dianggapnya substansi ialah pengertian tentang obyek sebagai idea tentang obyek
itu yang dibentuk oleh jiwa berdasarkan masukan dari indera. Akan tetapi, Locke
tidak berani menegaskan bahwa idea itu adalah substansi obyek, substansi kita
tidak tahu. Persoalan substansi agaknya adalah persoalan metafisika sepanjang
masa; Berkeley dan Hume masih juga membicarakannya.
2. David Hume (1711-1776 M)
Solomon menyebut Hume sebagai ultimate skeptic, skeptic tingkat tertinggi. Ia dibicarakan di sini
sebagai seorang skeptis, dan terutama sebagai seorang empiris. Menurut Bertrans
Russel, yang tidak dapat diragukan lagi pada Hume ialah seorang skeptis.
Buku Hume, Treatise
of Human Nature (1739 M), ditulisnya tatkala ia masih muda, yaitu tatakala
ia berumur dua puluh tahunan bagian awal. Buku itu tidak banyak menarik
perhatian orang, karenanya Hume pindah ke
subyek lain, lalu ia menjadi seorang yang terkenal sebagai sejarawan. Kemudian
pada tahun 1748 M ia menulis buku yang memang terkenal. An Enquiry Concerning Human Understanding. Baik buku Treatise maupun buku Enquiry
kedua-duanya menggunakan metoda
Empirisme, sama dengan John Locke. Sementara Locke hanya sampai pada idea
yang kabur yang tidak jelas berbasi pada sensasi (khususnya tentang substansi
dan Tuhan), Hume lebih kejam.
3. Herbert Spencer (1820-1903 M)
Filsafat Herbet Spencer berpusat pada teori
evolusi.sembilan tahun sebelum terbitnya karya Darwin yang terkenal, The Origen of Species (1859 M), Spencer
sudah menerbitkan bukunya tentang teori evolusi. Empirismenya terlihat jelas
dalam filsafatnya tentang the great
unknowable. Menurut Spencer, kita hanya dapat mengenali fenomena-fenomena
atau gejala-gejala.
Secara prinsip pengenalan kita hanya menyangkit
relasi-relasi antara gejala-gejala. Di belakang gejala-gejala ada sesuatu yang
oleh Spencer disebut yang tidak diketahui
(the great unknowable).
Akhirnya
Spencer mengatakan : ”idea-idea keilmuan
pada akhirnya adalah penyajian realistis yang tidak dapat dipahami”. Inilah
yang dimaksud dengan the great
unknowable, teka-teki besar.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Rasionalisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang
berpendirian bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan dapat dipercaya adalah
akal. Rasionalisme tidak mengingkari peran pengalaman, tetapi pengalaman
dipandang sebagai perangsang bagi akal atau sebagai pendukung bagi pengetahuan
yang telah ditemukan oleh akal. Akal dapat menurunkan kebenaran-kebenaran dari
dirinya sendiri melalui metode deduktif. Rasionalisme menonjolkan “diri” yang
metafisik, ketika Descartes meragukan “aku” yang empiris, ragunya adalah ragu
metafisik.
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang
berpendapat bahwa empiri atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan.
Akal bukanlah sumber pengetahuan, akan tetapi akal berfungsi mengolah data-data
yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang digunakan adalah metode induktif.
Jika rasionalisme menonjolkan “aku” yang metafisik, maka empirisme menonjolkan
“aku” yang empiris.
Ciri-ciri
kritisisme diantarnya adalah sebagai berikut:
• Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada
subjek dan bukan pada objek.
• Menegaskan keterbatasan
kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau
hakikat
sesuatu; rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya atau fenomenya saja.
Daftar
Pustaka
Tafsir,
Ahmad. 2001. Filsafat Umum. Bandung: Rosda Karya
Imron,
S.Ag.,M.A. 2013. Filsafat Umum. Palembang: Noer Fikri
Q-Anees Bambang,A.Hambali.
2003. Filsafat Umum. Jakarta: Prenada Media
Achmadi,
Asmoro. Filsafat Umum. Cet. V; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003
No comments:
Post a Comment