Search makalah

Saturday, 13 January 2018

makalah gejala umum kejiwaan manusia dan perkembangan aspek moral dan social

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah SWT melalui fase-fase pertumbuhan dan perkembangan, yang dalam prosesnya mengalami interaksi (saling mempengaruhi) antara kemampuan dasar (pembawaan) dengan kemampuan yang diperoleh (hasil belajar/pengaruh lingkungan). Terdapat perbedaan pendapat dalam pengertian pertumbuhan perkembangan pertumbuhan diartikan ahli biologi sebagai suatu penambahan dalam ukuran bentuk, berat atau ukuran dimensi tubuh,
perkembangan dimaksudkan untuk menunjukkan perubahan-perubahan dalam bentuk atau bagian tubuh dan integrasi berbagai bagiannya ke dalam suatu kesatuan fungsional, bila pertumbuhan itu berlangsung.
Manusia tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan. Lingkungan yang sosial memberikan banyak pengaruh terhadap pembentukan berbagai aspek kehidupan, terutama kehidupan sosio-psikologis. Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhubungan dengan sesama manusia. Bersosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap lingkungan kehidupan sosial, bagaimana seharusnya seseorang hidup di dalam kelompoknya, baik di dalam kelompok kecil maupun kelompok masyarakat luas.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan di uraikan gejala kejiwaan manusia dan saling keterkaitannya antara perkembangan moral dan sosial.



2.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
A.    Bagaimana Aspek gejala kejiwaan manusia secara umum?
B.     Bagaimana Perkembangan Aspek moral?
C.     Bagaimana pola perkembangan moral?
D.    Bagaimana Perkembangan Sosial?
E.     Bagaimana pengaruh perkembangan sosial terhadap tingkah laku?

3.      Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui gejala umum kejiwaan manusia dan perkembangan aspek moral dan social.














BAB II
PEMBAHASAN

A.    Gejala Umum Kejiwaan Manusia
Langeveld dan boring, menggunakan pengairan kematangan untuk pertumbuhan, sedang, perkembangan, diterapkan pada baik sebelum tingkah laku yang tidak dipelajari itu terjadi, maupun sebelum terjadinya proses belajar dari tingkah laku yang khusus. Istilah “kematangan” mencakup didalamnya pengertian pertumbuhan dan perkembangan, maka seseorang telah dianggap “matang”, apabila fisik dan psikisnya masalah pertumbuhan dan perkembangan, telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan sampai pada tingkat-tingkat tertentu. Sedangkan istilah “perkembangan” adalah berhubungan erat dengan pertumbuhan maupun kemampuan-kemampuan pembawaan dari tingkah laku yang pekat terhadap rangsangan-rangsangan sekitar.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pertumbuhan berkenaan dengan penyempurnaan, sedangkan perkembangan dengan penyempurnaan fungsi. Baik pada pertumbuhan maupun pada perkembangan tersangkut pula perihal kematangan yang merupakan masa yang terbaik bagi berfungsinya/ perkembangannya dengan cepat aspek “kepribadian tertentu”. Pada proses perkembangan manusia, perubahan meliputi beberapa aspek baik fisik maupun psikis, perubahan tersebut dapat dibagi menjadi empat kategori utama, yaitu: 1) perubahan dalam ukuran, 2) perubahan dalam perbandingan, 3) berubah untuk mengganti hal-hal yang lam, 4) berubah untuk memperoleh hal-hal yang baru.[1]


1.     Perkembangan Jiwa Manusia
Di dalam psikologi, proses sensasi dan persepsi berbeda sensasi ialah penerimaan stimulus melalui ialah indera, sedangkan persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada dalam otak. Sensasi tanpa persepsi/sensasi murni jarang terjadi sensasi murni mungkin terjadi dalam peristiwa dimana rangsang warna ditunjukkan untuk pertama kali kepada seseorang yang sejak lahirnya buta dan tiba-tiba dapat melihat. Pada bayi yang baru lahir, bayangan-bayangan yang sampai ke otak masih bercampur aduk, sehingga belum dapat membedakan benda-benda dengan jelas. Makin besar anak itu makin baiklah struktur susunan syarat otaknya sehingga mampu mengenali obyek satu persatu.
2.     Belajar dan Berfikir
Belajar adalah suatu proses dimana suatu tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi/rangsang yang terjadi. Pada manusia proses belajar tidak hanya menyangkut aktifitas berfikir saja, tetapi terutama menyangkut kegiatan otak, yaitu berfikir. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prose belajar yaitu;
a.      Waktu istirahat, dalam waktu istirahat sebaiknya tidak banyak melakukan kegiatan yang mengganggu pikiran,
b.      Pengetahuan tentang materi yang dipelajari secara menyeluruh. Untuk melakukan hal ini diperlukan taraf kecerdasan yang relatif tinggi.
c.      Pengertian terhadap materi yang dipelajari, tanpa pengertian kita akan mendapat kesulitan.
d.     Pengetahuan akan prestasi sendiri. Pengetahuan dan prestasi sendiri akan mempercepat kita dalam mempelajari sesuatu. [2]
3.     Transfer
Transfers dapat bersifat positif. Jika hal yang lalu mempermudah proses belajar yang sekarang/dapat juga bersifat negatif jika proses belajar yang lalu justru mempersulit proses belajar yang sekarang. Sudah dikatakan diatas, bahwa proses belajar pada manusia erat sekali hubungannya dengan proses berfikir, yaitu tingkah laku yang menggunakan ide. Macam-macam kegiatan berfikir dapat kita golongkan sebagai berikut :
a.       Berfikir asosiasi, yaitu proses berfikir dimana suatu ide merangsang timbulnya ide lain secara bebas
b.      Berfikir terarah yaitu berfikir yang sudah ditentukan sebelumnya dan diarahkan pada pemecahan suatu masalah. Kesimpulan seseorang berfikir bukan saja dengan otaknya, tetapi dengan seluruh tubuhnya.
4.     Mengingat
Ingatan adalah bukti bahwa seseorang telah belajar, semua orang mengingat banyak hal setiap harinya, tingkah laku manusia dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu yang di ingatnya karena itu, mengingat dapat didefinisikan sebagai pengetahuan sekarang tentang pengalaman masa lampau. Mengingat dapat terjadi dalam beberapa bentuk :
a.      Rekognisi adalah mengingat sesuatu apabila sesuatu itu dikembangkan pada indera.
b.      Redall adalah apabila kita sadar bahwa kita telah mengalami sesuatu dimasa lampau tanpa mengenakan pada indera kita
c.      Reproduksi adalah mengingat dengan cukup tepat untuk memproduksi bahan yang pernah dipelajari.
d.     Performance adalah mengingat kebiasaan,-kebiasaan yang sangat otomatis.[3]
Untuk melakukan semua itu pertama-tama kita harus memperoleh materinya yang merupakan langkah utama dalam keseluruhan proses yang bertitik puncak pada mengingat.
5.     Emosi
Menurut English and English, emosi adalah “A com plex feeling state accompanied by characteristic motor dan glandular act ivies” (suatu keadaan perasaan yang kompleks ang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris). Emosi merupakan warna efektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu, baik pada tingkat yang lemah maupun tingkat yang kuat. Warna efektif pada seseorang mempengaruhi pula pandangan orang tersebut terhadap obyek atau situasi di sekelilingnya ia dapat menyukai atau tidak menyukai sesuatu. Emosi dapat dikelompokkan keadaan 2 bagian, yaitu:
a.      Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh
b.      Emosi psikis yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan, meliputi: perasaan intelektual, perasaan sosial, perasaan susila, perasaan keindahan, perasaan ketuhanan
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologi mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a.      Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologi lainnya seperti pengamatan dan berfikir
b.     Bersifat fluktuatif (tidak tetap)
c.      Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera. [4]

B.    Perkembangan Aspek Moral
Perilaku moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. “Moral”berasal dari kata latin yang berarti tatacara, kebiasaan dan adat. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep-konsep moral peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan yang menentukan pola perilaku yang diharapkan dari seluruh anggota kelompok.[5]
Perilaku tak bermoral berarti perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial. perilaku demikian tidak disebabkan oleh ketidak acuhan akan harapan sosial, melainkan ketidak setujuan dengan standart sosial atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri.
Perilaku amoral berarti perilaku yang lebih disebabkan ketidak acuhan terhadap harapan kelompok sosial dari pada pelanggaran sengaja terhadap standart kelompok. Beberapa diantara perilaku anak kecil lebih bersifat a moral dari pada tak bermoral.
Pada saat lahir, tidak ada anak yang memiliki hati nurani atau skala nilai. Akibatnya, tiap bayi yang baru lahir dapat dianggap moral. Tidak seorang anakpun dapat diharapkan mengembangkan kode moral sendiri. Maka, tiap anak harus diajarkan standart kelompok tentang yang bernar dan yang salah.
Dalam mempelajari sikap moral, terdapat empat pokok utama:
1)      Mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum, kebiasaan, dan peraturan.
2)      Mengembangkan hati nurani.
3)      Belajar mengalami perasaan bersalah dan rasa malu bila perilaku individu tidak sesuai dengan harapan kelompok.
4)      Mempunyai kesempatan untuk interaksi sosial untuk belajar apa saja yang diharapkan anggota kelompok.

C.    Pola Perkembangan Moral
Menurut Peaget, perkembangan moral terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama disebut tahap realisme moral (moralitas oleh pembatasan). Tahap kedua disebut moralitas otonomi (moralitas oleh kerja sama atau hubungan timbal balik).[6]
Dalam tahap yang pertama ini seorang anak menilai tindakan sebagai benar atau salah atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motifasi dibelakangnya. Moral anak otomatis mengikuti peraturan tanpa berfikir atau menilai, dan cendrung menganggap orang dewasa yang berkuasa sebagai maha kuasa. Yang paling penting menurut Piaget bahwa anak menilai suatu perbuatan benar atu salah berdasarkan hukuman bukan pada nilai moralnya.
Di tahap kedua perkembangan kognitif anak telah terbentuk sehingga dia dapat mempertimbangkan semua cara yang mungkin untuk memecahkan masalah tertentu. Anak mulai dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan dapat mempertimbangkan berbagai faktor untuk memecahkan masalah.
Michel meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus di lakukan oleh remaja (Hurlock alih bahasa istiwidayanti dan kawan-kawan, 1980;225)[7] sebagai berikut:
1)      Pandangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak.
2)      Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
3)      Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Hal ini mendorong remaja lebih berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang di hadapinya.
4)      Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
5)      Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan emosi.

D.    Perkembangan Sosial
Beberapa teori tentang perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah dan jenjang. Kehidupan anak dalam menelurusi perkembangannya itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peran penting. Proses tersebut merupakan proses sosialisasi yang mendudukkan anak-anak sebagai insan yang secara aktif melakukan proses sosialisasi.[8]
1). Mulainya Perilaku Sosial
Pada waktu lahir, bayi tidak suka bergaul dengan orang lain. Selama kebutuhan fisik mereka terpenuhi, mereka tidak mempunyai minat terhadap orang lain. Pada vulan pertama atau kedua sejak bayai dilahirkan, mereka semata-mata bereaksi terhadap rangsangan dilingkungan mereka, terlepas dari apakah asal rangsangan itu manusia atau benda, sebagai contoh, mereka tidak dapat membedakan dengan jelas antara suara manusia dan suara lainnya.
2). Reaksi Terhadap Orang Dewasa
Reaksi social pertama bayi adalah terhadap orang dewasa karena, secara normal, orang dewasa merupakan hubungan social pertama bayi. Pada masa bayi menginjak usia tiga bulan, mereka memalingkan muka kearah suara mama dan tersenyum membalas senyuman atau berketuk. Bayi mengeksperesikan kegembiraan terhadap kehadiran orang lain dengan tersenyum, menyepakkan kaki, atau melambaikan tangan. Senyuman social, atau senyuman sebagai reaksi terhadap orang yang dibedakan dari senyuman reflek yang timbul oleh rabaan pada pipi atau bibir bayi, dipandang sebagai awal perkembangan social.
Dengan demikian, jelas bahwa dalam jangka waktu yang relative pendek bayi berubah dari anggota kelompok yang pasif, yang menerima perhatian lebih banyak dan memberikan sedikit sebagai balasannya,menjadi anggota ynag aktif yang memprakarsai hubungan social dan berpartisipasi dalam aktivitas keluarga. Mereka telah melewati masa tidak suka bergaul dan tahap social dalam pola perkembangan.
3). Reaksi Terhadap Bayi Lain
Petunjuk pertama yang nyata bahwa bayi memperhatikan bayi lain terjadi antara umur empat dan lima bulan ketika mereka tersenyum kepada bayi lain atau memperlihatkan perhatian pada tangis bayi lain. Hubungan yang ramah diantara bayi biasanya mulai antara umur enam bulan dan delapan bulan yang mencakup melihat, dan meraba bayi lain. Usaha yang seringkali menimbulkan perkelahian. Antara umur Sembilan dan 13 bulan, bayi menyelidiki bayi lain dengan cara menarik rambut atau bajunya, menirukan perilaku dan suara bayi lain, dan untuk pertama alinya memperlihatkan kerja sama dalam penggunaan mainan. Jika sebuah mainandiambil oleh bayi lain, biasanya bayi menjadi marah, berkelahi, dan menangis.
Reaksi social terhadap bayi lain dan anakanak berkembang pesatpada umur dua tahun. Pada umur 12 dan 13 bulan, bayi tersenyum dan tertawa menirukan bayi lain atau anak-anak. Minat mereka berpindah dari mainan ke bayi lain atau anak-anak, perkelahian berkurang dan pada waktu bermain mereka lebih banyak bekerja sama. Pada pertengahan akhir tahun kedua, bayi memandang mainan sebagai alat untuk membina hubungan social. Mereka bekerjasama dengan teman bermain, mengubah perilaku untuk menyesuaikan diri dengan aktivitas ke teman bermain, dan melibatkan diri dalam permainan yang sederhana dengan anak-anak kecil atau anak-anak yang lebih tua.
4). Perkembangan Sosial Pada Masa Awal Kanak-Kanak
Masa kanak-kanak awal sering disebut “usia pragang” (pregang age). Pada masa ini sejumlah hubungan yang dilakukan anak dengan anak-anak lain meningkat dan ini sebagian menentukan bagaimana gerak maju perkembangan social mereka. Anak-anak yang mengikuti pendidikan prasekolah, misalnya pendidikan untuk anak sebelum taman kanak-kanak (nursery school), pusat pengasuhan anak pada siang hari (day care center), atau taman kanak-kanak (kindergarden), biasanya mempunyai sejumlah besar hubungan social yang telah ditentukan dengan anak-anak yang umurnya sebaya. Anak yang mengikuti pendidikan prasekolah melakukan penyesuain social yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengikuti pendidikan prasekolah. Alasannya adalah mereka dipersiapkan secara lebih baik untuk melakukan partisipasi yang aktif dalam kelompok disbanding dengan anak-anak yang aktivitas sosialnya terbatas dengan anggota keluarga dan anak-anak dari lingkungan tetangga terdekat.
Salah satu diantara sejumlah keuntungan pendidikan prasekolah adalah bahwa pusat pendidikan tersebut memberikan pengalaman social dibawah bimbingan para guru yang terlatih yang membantu mengembangkan hubungan yang menyenangkan dan berusaha agar anak-anak tidak mendapat perlakuan yang mungkin menyebabkan mereka menghindari hubungan social. Akibatnya, semua reaksi negative kepada anak lain berkurang. Walaupun demikian, reaksi negative kepada guru kadang-kadang meningkat sedikit setelah anak lebih suka bergaul dengan teman sebaya daripada dengan orang dewasa.
Setiap tahun berganti, anak kecil semakin kurang menggunakan waktunya dengan orang dewasa dan hanya memperoleh kesenangan sedikit dari pergaulan dengan orang dewasa. Pada saat yang sama, minat mereka terhadap teman sepermainan yang berusia sebaya semakin bertambah dan kesenangan yang mereka peroleh dari pergaulan ini semakin kuat. Dengan berkembangnya keinginan terhadap kebebasan, anak-anak mulai melawan otoritas orang dewasa.
Walaupun ingin mandiri, anak-anak masih berusaha memperoleh perhatian dan penerimaan dari orang dewasa. Jika mereka telah memperoleh kepuasan dari perilaku kelekatan pada masa kanak-kanak, mereka akan terus berusaha membina hubungan yang bersahabat dengan orang dewasa, terutama anggota keluarga.
5). Hubungan Dengan Anak Lain
Sebelum usia dua tahun, anak kecil terlibat dalam permainan searah. Meskipun dua atau tiga orang anak bermaindidalam ruangan yang sama dan dengan jenis mainan yang sama, interaksi social yang terjadi sangat sedikit. Hubungan mereka terutama terdiri atas meniru atau mengamati satu sama lain atau berusaha mengambil mainan anak lain.
Sejak umur tiga atau empat tahun, anak-anak mulai bermain bersma dalam kelompok, berbicara satu sama lain pada saat bermain, dan memilih dari anak-anak yang hadir siapa yang akan dipilih untuk bermain bersama. Perilaku yang umum dari kelompok ini ialah mengamati satu sama lain, melakukan percakapan, dan memberikan saran lisan.
Studi terhadap anak-anak dalam masa prasekolah telah membuktikan bahwa dengan semakin meningkatnya usia anak, pendekatan yang ramah meningkat dan interaksi permainan semakin berkurang. Tahun demi tahun anak laki-laki semakin melakukan pendekatan yang ramah tetapi juga semakin melakukan pendekatan yang bermusuhan dengan anak lain.
6). Perkembangan Sosial Pada Masa Kanak-Kanak Akhir
Setelah anak memasuki sekolah dan melakukan hubungan yang lebih banyak dengan anak laindibandingakan degan ketika masa prasekolah, minat pada kegiatan keluarga berkurang. Pada saat yang sama permainan yang bersifat individual menggantikan permainan kelompok. Karena permainan kelompok membutuhkan sejumlah teman bermain, lingkungan pergaulan social anak yang lebih tua secara bertahap bertambah luas. Dengan berubahnya minat bermain, keinginan untuk bergaul dengan dan untuk diterima oleh anak-anak diluar rumah bertambah.
Pada waktu mulai sekolah, anak memasuki “usia gang”, yaitu usia yang pada saat itu kesadaran social berkembang pesat. Menjadi pribadi yang social merupakan salah satu tugas perkembangan yang utama dalam periode ini. Anak menjadi anggota suatu kelompok teman sebaya yang secara bertahap menggantikan keluarga dalam mempengaruhi perilaku. Kelompok teman sebaya didefinisikan oleh Havighurst sebagai suatu “kumpulan orang yang kurang lebih berusia sama yang berfikir dan bertindak bersama-sama”.
Pada masa transisi dari usia pragag masa kanak-kanak akhir, anak beralih dari satu kelompok kekelompok lain atau dari aktivitas kelompk ke aktivitas individual. Tahap “kelompok yang tidak tetap” menjembatani celah antara usia pragang dan usia gang. Kelompok bermain informal pada masa sekolah awal hanya terdiri atas dua atau tiga anak. Kelompok itu dibentuk untuk melakukan suatu aktivitas bermain yang spesifik dan karenanya bersifat sementara. Aktivitas itu sendiri, yang bukan merupakan persahabatan, merupakan dasar bagi pengorganisasian kelompok. Didalam kelompok, kepemimpinan beralih dari anak yang satu ke anak yang lain, tergantung pada anak mana yang mengambil inisiatif dalam suatu aktivitass tertentu. Pertengkaran singkat banyak terjadi, tetapi hal ini tidak menimbulkan pengaruh yang permanent terhadap susunan kelompok.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembanagan social :
1)      Keluarga
2)      Kematangan
3)      Status social ekonomi
4)      Pendidikan
5)      Kapasitas mental: emosi, dan inteligensi[9]

E.    Pengaruh perkembangan social terhadap tingkah laku
Dalam perkembanagan social para remaja dapat memikirkan perihal dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah ke penilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain.
Pengaruh egosentris masih sering terlihat pada pikiran remaja, yaitu:
1)      Cita-cita dan idealism yang baik, terlalu menitikberatkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2)      Kemampuan berpikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain dari pada tujuan perhatian diri sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan orang lain mengenai dirinya.
Pencerminan sifat egois sering dapat menyebabkan “kekakuan” para remaja dalam cara berfikir maupun bertingkah laku.[10]


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia. Perhatian remaja mulai tertuju pada pergaulan di dalam masyarakat dan mereka membutuhkan pemahaman tentang norma kehidupan yang kompleks. Perkembangan sosial anak remaja di pengaruhi oleh beberapa faktor, yakni: kondisi keluarga, kematangan anak, status sosial ekonomi keluarga, pendidikan, dan kapasitas mental terutama intelek dan emosi.
Upaya yang dapat di lakukan dalam rangka pengembangan moral adalah menciptakan komunikasi di samping memberi informasi dan remaja di beri kesempatan untuk berpartisipasi untuk aspek moral, serta menciptakan sistem lingkungan yang serasi atau kondusi.

B.     Saran
Perkembangan jiwa manusia berpengaruh pada proses berpikir sehingga makin baik kondisi kejiwaan seseorang maka cara berpikirnya akan lebih baik pula. Pola pikir yang baik akan membantu seseorang dalam memecahkan suatu masalah. Pengambilan keputusan atas alternatif-altertanatif pilihan yang dihasilkan oleh proses berpikir dalam menyelesaikan sebuah masalah sangat tepat jika didorong oleh cara berpikir yang baik dari kondisi jiwa yang tenang.







DAFTAR PUSTAKA

Sunarto, 2002. Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: PT. Asdi Mahasatya
Yusuf, Syamsul. 1997. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya




[6]Syamsul Yusuf,Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. (Bandung:Remaja Rosdakarya, 1997).hal.

[7] H. Sunarto, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), Hal. 171
[8] H. Sunarto, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), Hal.126
[9] H. Sunarto, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), Hal.131
[10] H. Sunarto, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), Hal.134

No comments:

cari judul makalah