BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah SWT melalui fase-fase pertumbuhan dan
perkembangan, yang dalam prosesnya mengalami interaksi (saling mempengaruhi)
antara kemampuan dasar (pembawaan) dengan kemampuan yang diperoleh (hasil belajar/pengaruh
lingkungan). Terdapat perbedaan pendapat dalam pengertian pertumbuhan
perkembangan pertumbuhan diartikan ahli biologi sebagai suatu penambahan dalam
ukuran bentuk, berat atau ukuran dimensi tubuh,
perkembangan dimaksudkan untuk
menunjukkan perubahan-perubahan dalam bentuk atau bagian tubuh dan integrasi
berbagai bagiannya ke dalam suatu kesatuan fungsional, bila pertumbuhan itu
berlangsung.
Manusia tumbuh dan berkembang di dalam
lingkungan. Lingkungan yang sosial memberikan banyak pengaruh terhadap
pembentukan berbagai aspek kehidupan, terutama kehidupan sosio-psikologis.
Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhubungan dengan sesama manusia.
Bersosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap
lingkungan kehidupan sosial, bagaimana seharusnya seseorang hidup di dalam
kelompoknya, baik di dalam kelompok kecil maupun kelompok masyarakat luas.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan di
uraikan gejala kejiwaan manusia dan saling keterkaitannya antara perkembangan
moral dan sosial.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas terdapat
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
A. Bagaimana Aspek gejala kejiwaan manusia
secara umum?
B. Bagaimana Perkembangan Aspek moral?
C. Bagaimana pola perkembangan moral?
D. Bagaimana Perkembangan Sosial?
E. Bagaimana pengaruh perkembangan sosial
terhadap tingkah laku?
3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui gejala umum kejiwaan manusia dan perkembangan aspek moral dan
social.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Gejala Umum Kejiwaan Manusia
Langeveld dan boring, menggunakan pengairan kematangan untuk
pertumbuhan, sedang, perkembangan, diterapkan pada baik sebelum tingkah laku
yang tidak dipelajari itu terjadi, maupun sebelum terjadinya proses belajar
dari tingkah laku yang khusus. Istilah “kematangan” mencakup didalamnya
pengertian pertumbuhan dan perkembangan, maka seseorang telah dianggap
“matang”, apabila fisik dan psikisnya masalah pertumbuhan dan perkembangan,
telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan sampai pada tingkat-tingkat tertentu.
Sedangkan istilah “perkembangan” adalah berhubungan erat dengan pertumbuhan
maupun kemampuan-kemampuan pembawaan dari tingkah laku yang pekat terhadap
rangsangan-rangsangan sekitar.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pertumbuhan berkenaan dengan penyempurnaan,
sedangkan perkembangan dengan penyempurnaan fungsi. Baik pada pertumbuhan
maupun pada perkembangan tersangkut pula perihal kematangan yang merupakan masa
yang terbaik bagi berfungsinya/ perkembangannya dengan cepat aspek “kepribadian
tertentu”. Pada proses perkembangan manusia, perubahan meliputi beberapa aspek
baik fisik maupun psikis, perubahan tersebut dapat dibagi menjadi empat
kategori utama, yaitu: 1) perubahan dalam ukuran, 2) perubahan dalam
perbandingan, 3) berubah untuk mengganti hal-hal yang lam, 4) berubah untuk
memperoleh hal-hal yang baru.[1]
1. Perkembangan
Jiwa Manusia
Di dalam psikologi, proses sensasi dan
persepsi berbeda sensasi ialah penerimaan stimulus melalui ialah indera,
sedangkan persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada dalam otak.
Sensasi tanpa persepsi/sensasi murni jarang terjadi sensasi murni mungkin
terjadi dalam peristiwa dimana rangsang warna ditunjukkan untuk pertama kali
kepada seseorang yang sejak lahirnya buta dan tiba-tiba dapat melihat. Pada
bayi yang baru lahir, bayangan-bayangan yang sampai ke otak masih bercampur
aduk, sehingga belum dapat membedakan benda-benda dengan jelas. Makin besar
anak itu makin baiklah struktur susunan syarat otaknya sehingga mampu mengenali
obyek satu persatu.
2. Belajar
dan Berfikir
Belajar adalah suatu proses dimana suatu
tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas
situasi/rangsang yang terjadi. Pada manusia proses belajar tidak hanya
menyangkut aktifitas berfikir saja, tetapi terutama menyangkut kegiatan otak,
yaitu berfikir. Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prose belajar yaitu;
a.
Waktu
istirahat, dalam waktu istirahat sebaiknya tidak banyak melakukan kegiatan yang
mengganggu pikiran,
b.
Pengetahuan
tentang materi yang dipelajari secara menyeluruh. Untuk melakukan hal ini
diperlukan taraf kecerdasan yang relatif tinggi.
c.
Pengertian
terhadap materi yang dipelajari, tanpa pengertian kita akan mendapat kesulitan.
d.
Pengetahuan
akan prestasi sendiri. Pengetahuan dan prestasi sendiri akan mempercepat kita
dalam mempelajari sesuatu. [2]
3. Transfer
Transfers dapat bersifat positif. Jika
hal yang lalu mempermudah proses belajar yang sekarang/dapat juga bersifat
negatif jika proses belajar yang lalu justru mempersulit proses belajar yang
sekarang. Sudah dikatakan diatas, bahwa proses belajar pada manusia erat sekali
hubungannya dengan proses berfikir, yaitu tingkah laku yang menggunakan ide.
Macam-macam kegiatan berfikir dapat kita golongkan sebagai berikut :
a.
Berfikir
asosiasi, yaitu proses berfikir dimana suatu ide merangsang timbulnya ide lain
secara bebas
b.
Berfikir
terarah yaitu berfikir yang sudah ditentukan sebelumnya dan diarahkan pada
pemecahan suatu masalah. Kesimpulan seseorang berfikir bukan saja dengan
otaknya, tetapi dengan seluruh tubuhnya.
4. Mengingat
Ingatan adalah bukti bahwa seseorang telah belajar, semua orang
mengingat banyak hal setiap harinya, tingkah laku manusia dipengaruhi oleh
pengalaman masa lalu yang di ingatnya karena itu, mengingat dapat didefinisikan
sebagai pengetahuan sekarang tentang pengalaman masa lampau. Mengingat dapat
terjadi dalam beberapa bentuk :
a.
Rekognisi
adalah mengingat sesuatu apabila sesuatu itu dikembangkan pada indera.
b.
Redall
adalah apabila kita sadar bahwa kita telah mengalami sesuatu dimasa lampau
tanpa mengenakan pada indera kita
c.
Reproduksi
adalah mengingat dengan cukup tepat untuk memproduksi bahan yang pernah
dipelajari.
d.
Performance
adalah mengingat kebiasaan,-kebiasaan yang sangat otomatis.[3]
Untuk melakukan semua itu pertama-tama kita harus memperoleh materinya
yang merupakan langkah utama dalam keseluruhan proses yang bertitik puncak pada
mengingat.
5. Emosi
Menurut English and English, emosi adalah “A com plex feeling
state accompanied by characteristic motor dan glandular act ivies” (suatu
keadaan perasaan yang kompleks ang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan
motoris). Emosi merupakan warna efektif yang menyertai setiap keadaan atau
perilaku individu, baik pada tingkat yang lemah maupun tingkat yang kuat. Warna
efektif pada seseorang mempengaruhi pula pandangan orang tersebut terhadap
obyek atau situasi di sekelilingnya ia dapat menyukai atau tidak menyukai
sesuatu. Emosi dapat dikelompokkan keadaan 2 bagian, yaitu:
a.
Emosi
sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh
b.
Emosi
psikis yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan, meliputi: perasaan
intelektual, perasaan sosial, perasaan susila, perasaan keindahan, perasaan
ketuhanan
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologi mengandung ciri-ciri sebagai
berikut:
a.
Lebih
bersifat subjektif daripada peristiwa psikologi lainnya seperti pengamatan dan
berfikir
b.
Bersifat
fluktuatif (tidak tetap)
c.
Banyak
bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera. [4]
B.
Perkembangan
Aspek Moral
Perilaku
moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial.
“Moral”berasal dari kata latin yang berarti tatacara, kebiasaan dan adat.
Perilaku moral dikendalikan oleh konsep-konsep moral peraturan perilaku yang
telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan yang menentukan pola
perilaku yang diharapkan dari seluruh anggota kelompok.[5]
Perilaku tak
bermoral berarti perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial. perilaku
demikian tidak disebabkan oleh ketidak acuhan akan harapan sosial, melainkan
ketidak setujuan dengan standart sosial atau kurang adanya perasaan wajib
menyesuaikan diri.
Perilaku
amoral berarti perilaku yang lebih disebabkan ketidak acuhan terhadap harapan
kelompok sosial dari pada pelanggaran sengaja terhadap standart kelompok.
Beberapa diantara perilaku anak kecil lebih bersifat a moral dari pada tak bermoral.
Pada saat
lahir, tidak ada anak yang memiliki hati nurani atau skala nilai. Akibatnya,
tiap bayi yang baru lahir dapat dianggap moral. Tidak seorang anakpun dapat
diharapkan mengembangkan kode moral sendiri. Maka, tiap anak harus diajarkan
standart kelompok tentang yang bernar dan yang salah.
Dalam
mempelajari sikap moral, terdapat empat pokok utama:
1)
Mempelajari
apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam
hukum, kebiasaan, dan peraturan.
2)
Mengembangkan
hati nurani.
3)
Belajar
mengalami perasaan bersalah dan rasa malu bila perilaku individu tidak sesuai
dengan harapan kelompok.
4)
Mempunyai
kesempatan untuk interaksi sosial untuk belajar apa saja yang diharapkan
anggota kelompok.
C.
Pola
Perkembangan Moral
Menurut
Peaget, perkembangan moral terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama disebut tahap
realisme moral (moralitas oleh pembatasan). Tahap kedua disebut moralitas
otonomi (moralitas oleh kerja sama atau hubungan timbal balik).[6]
Dalam tahap
yang pertama ini seorang anak menilai tindakan sebagai benar atau salah atas
dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motifasi dibelakangnya. Moral anak
otomatis mengikuti peraturan tanpa berfikir atau menilai, dan cendrung menganggap
orang dewasa yang berkuasa sebagai maha kuasa. Yang paling penting menurut
Piaget bahwa anak menilai suatu perbuatan benar atu salah berdasarkan hukuman
bukan pada nilai moralnya.
Di tahap
kedua perkembangan kognitif anak telah terbentuk sehingga dia dapat
mempertimbangkan semua cara yang mungkin untuk memecahkan masalah tertentu.
Anak mulai dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan dapat
mempertimbangkan berbagai faktor untuk memecahkan masalah.
Michel
meringkaskan lima
perubahan dasar dalam moral yang harus di lakukan oleh remaja (Hurlock alih
bahasa istiwidayanti dan kawan-kawan, 1980;225)[7]
sebagai berikut:
1)
Pandangan
moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak.
2)
Keyakinan
moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah.
Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
3)
Penilaian
moral menjadi semakin kognitif. Hal ini mendorong remaja lebih berani mengambil
keputusan terhadap berbagai masalah moral yang di hadapinya.
4)
Penilaian
moral menjadi kurang egosentris.
5)
Penilaian
moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral
merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan emosi.
D.
Perkembangan
Sosial
Beberapa
teori tentang perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia tumbuh dan
berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah dan jenjang.
Kehidupan anak dalam menelurusi perkembangannya itu pada dasarnya merupakan
kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan
interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peran penting. Proses
tersebut merupakan proses sosialisasi yang mendudukkan anak-anak sebagai insan
yang secara aktif melakukan proses sosialisasi.[8]
1). Mulainya
Perilaku Sosial
Pada waktu lahir, bayi tidak suka bergaul dengan orang
lain. Selama kebutuhan fisik mereka terpenuhi, mereka tidak mempunyai minat
terhadap orang lain. Pada vulan pertama atau kedua sejak bayai dilahirkan,
mereka semata-mata bereaksi terhadap rangsangan dilingkungan mereka, terlepas
dari apakah asal rangsangan itu manusia atau benda, sebagai contoh, mereka
tidak dapat membedakan dengan jelas antara suara manusia dan suara lainnya.
2). Reaksi
Terhadap Orang Dewasa
Reaksi social pertama bayi adalah terhadap orang
dewasa karena, secara normal, orang dewasa merupakan hubungan social pertama
bayi. Pada masa bayi menginjak usia tiga bulan, mereka memalingkan muka kearah
suara mama dan tersenyum membalas senyuman atau berketuk. Bayi mengeksperesikan
kegembiraan terhadap kehadiran orang lain dengan tersenyum, menyepakkan kaki,
atau melambaikan tangan. Senyuman social, atau senyuman sebagai reaksi terhadap
orang yang dibedakan dari senyuman reflek yang timbul oleh rabaan pada pipi
atau bibir bayi, dipandang sebagai awal perkembangan social.
Dengan demikian, jelas bahwa dalam jangka waktu yang
relative pendek bayi berubah dari anggota kelompok yang pasif, yang menerima
perhatian lebih banyak dan memberikan sedikit sebagai balasannya,menjadi
anggota ynag aktif yang memprakarsai hubungan social dan berpartisipasi dalam
aktivitas keluarga. Mereka telah melewati masa tidak suka bergaul dan tahap
social dalam pola perkembangan.
3). Reaksi
Terhadap Bayi Lain
Petunjuk pertama yang nyata bahwa bayi memperhatikan
bayi lain terjadi antara umur empat dan lima
bulan ketika mereka tersenyum kepada bayi lain atau memperlihatkan perhatian
pada tangis bayi lain. Hubungan yang ramah diantara bayi biasanya mulai antara
umur enam bulan dan delapan bulan yang mencakup melihat, dan meraba bayi lain.
Usaha yang seringkali menimbulkan perkelahian. Antara umur Sembilan dan 13
bulan, bayi menyelidiki bayi lain dengan cara menarik rambut atau bajunya,
menirukan perilaku dan suara bayi lain, dan untuk pertama alinya memperlihatkan
kerja sama dalam penggunaan mainan. Jika sebuah mainandiambil oleh bayi lain,
biasanya bayi menjadi marah, berkelahi, dan menangis.
Reaksi social terhadap bayi lain dan anakanak
berkembang pesatpada umur dua tahun. Pada umur 12 dan 13 bulan, bayi tersenyum
dan tertawa menirukan bayi lain atau anak-anak. Minat mereka berpindah dari
mainan ke bayi lain atau anak-anak, perkelahian berkurang dan pada waktu
bermain mereka lebih banyak bekerja sama. Pada pertengahan akhir tahun kedua,
bayi memandang mainan sebagai alat untuk membina hubungan social. Mereka
bekerjasama dengan teman bermain, mengubah perilaku untuk menyesuaikan diri
dengan aktivitas ke teman bermain, dan melibatkan diri dalam permainan yang
sederhana dengan anak-anak kecil atau anak-anak yang lebih tua.
4).
Perkembangan Sosial Pada Masa Awal Kanak-Kanak
Masa kanak-kanak awal sering disebut “usia pragang”
(pregang age). Pada masa ini sejumlah hubungan yang dilakukan anak dengan
anak-anak lain meningkat dan ini sebagian menentukan bagaimana gerak maju
perkembangan social mereka. Anak-anak yang mengikuti pendidikan prasekolah,
misalnya pendidikan untuk anak sebelum taman kanak-kanak (nursery school),
pusat pengasuhan anak pada siang hari (day care center), atau taman kanak-kanak
(kindergarden), biasanya mempunyai sejumlah besar hubungan social yang telah
ditentukan dengan anak-anak yang umurnya sebaya. Anak yang mengikuti pendidikan
prasekolah melakukan penyesuain social yang lebih baik dibandingkan dengan
anak-anak yang tidak mengikuti pendidikan prasekolah. Alasannya adalah mereka
dipersiapkan secara lebih baik untuk melakukan partisipasi yang aktif dalam
kelompok disbanding dengan anak-anak yang aktivitas sosialnya terbatas dengan
anggota keluarga dan anak-anak dari lingkungan tetangga terdekat.
Salah satu diantara sejumlah keuntungan pendidikan
prasekolah adalah bahwa pusat pendidikan tersebut memberikan pengalaman social
dibawah bimbingan para guru yang terlatih yang membantu mengembangkan hubungan
yang menyenangkan dan berusaha agar anak-anak tidak mendapat perlakuan yang
mungkin menyebabkan mereka menghindari hubungan social. Akibatnya, semua reaksi
negative kepada anak lain berkurang. Walaupun demikian, reaksi negative kepada
guru kadang-kadang meningkat sedikit setelah anak lebih suka bergaul dengan
teman sebaya daripada dengan orang dewasa.
Setiap tahun berganti, anak kecil semakin kurang
menggunakan waktunya dengan orang dewasa dan hanya memperoleh kesenangan
sedikit dari pergaulan dengan orang dewasa. Pada saat yang sama, minat mereka
terhadap teman sepermainan yang berusia sebaya semakin bertambah dan kesenangan
yang mereka peroleh dari pergaulan ini semakin kuat. Dengan berkembangnya
keinginan terhadap kebebasan, anak-anak mulai melawan otoritas orang dewasa.
Walaupun ingin mandiri, anak-anak masih berusaha
memperoleh perhatian dan penerimaan dari orang dewasa. Jika mereka telah
memperoleh kepuasan dari perilaku kelekatan pada masa kanak-kanak, mereka akan
terus berusaha membina hubungan yang bersahabat dengan orang dewasa, terutama
anggota keluarga.
5). Hubungan
Dengan Anak Lain
Sebelum usia dua tahun, anak kecil terlibat dalam
permainan searah. Meskipun dua atau tiga orang anak bermaindidalam ruangan yang
sama dan dengan jenis mainan yang sama, interaksi social yang terjadi sangat
sedikit. Hubungan mereka terutama terdiri atas meniru atau mengamati satu sama
lain atau berusaha mengambil mainan anak lain.
Sejak umur tiga atau empat tahun, anak-anak mulai
bermain bersma dalam kelompok, berbicara satu sama lain pada saat bermain, dan
memilih dari anak-anak yang hadir siapa yang akan dipilih untuk bermain bersama.
Perilaku yang umum dari kelompok ini ialah mengamati satu sama lain, melakukan
percakapan, dan memberikan saran lisan.
Studi terhadap anak-anak dalam masa prasekolah telah
membuktikan bahwa dengan semakin meningkatnya usia anak, pendekatan yang ramah
meningkat dan interaksi permainan semakin berkurang. Tahun demi tahun anak
laki-laki semakin melakukan pendekatan yang ramah tetapi juga semakin melakukan
pendekatan yang bermusuhan dengan anak lain.
6).
Perkembangan Sosial Pada Masa Kanak-Kanak Akhir
Setelah anak memasuki sekolah dan melakukan hubungan
yang lebih banyak dengan anak laindibandingakan degan ketika masa prasekolah,
minat pada kegiatan keluarga berkurang. Pada saat yang sama permainan yang
bersifat individual menggantikan permainan kelompok. Karena permainan kelompok
membutuhkan sejumlah teman bermain, lingkungan pergaulan social anak yang lebih
tua secara bertahap bertambah luas. Dengan berubahnya minat bermain, keinginan
untuk bergaul dengan dan untuk diterima oleh anak-anak diluar rumah bertambah.
Pada waktu mulai sekolah, anak memasuki “usia gang”,
yaitu usia yang pada saat itu kesadaran social berkembang pesat. Menjadi
pribadi yang social merupakan salah satu tugas perkembangan yang utama dalam
periode ini. Anak menjadi anggota suatu kelompok teman sebaya yang secara
bertahap menggantikan keluarga dalam mempengaruhi perilaku. Kelompok teman
sebaya didefinisikan oleh Havighurst sebagai suatu “kumpulan orang yang kurang
lebih berusia sama yang berfikir dan bertindak bersama-sama”.
Pada masa transisi dari usia pragag masa kanak-kanak
akhir, anak beralih dari satu kelompok kekelompok lain atau dari aktivitas
kelompk ke aktivitas individual. Tahap “kelompok yang tidak tetap” menjembatani
celah antara usia pragang dan usia gang. Kelompok bermain informal pada masa
sekolah awal hanya terdiri atas dua atau tiga anak. Kelompok itu dibentuk untuk
melakukan suatu aktivitas bermain yang spesifik dan karenanya bersifat
sementara. Aktivitas itu sendiri, yang bukan merupakan persahabatan, merupakan
dasar bagi pengorganisasian kelompok. Didalam kelompok, kepemimpinan beralih
dari anak yang satu ke anak yang lain, tergantung pada anak mana yang mengambil
inisiatif dalam suatu aktivitass tertentu. Pertengkaran singkat banyak terjadi,
tetapi hal ini tidak menimbulkan pengaruh yang permanent terhadap susunan
kelompok.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembanagan social :
1)
Keluarga
2)
Kematangan
3)
Status
social ekonomi
4)
Pendidikan
5)
Kapasitas
mental: emosi, dan inteligensi[9]
E.
Pengaruh
perkembangan social terhadap tingkah laku
Dalam perkembanagan social para remaja dapat
memikirkan perihal dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam
refleksi diri, yang sering mengarah ke penilaian diri dan kritik dari hasil
pergaulannya dengan orang lain.
Pengaruh egosentris masih sering terlihat pada pikiran
remaja, yaitu:
1)
Cita-cita
dan idealism yang baik, terlalu menitikberatkan pikiran sendiri, tanpa
memikirkan akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang
mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2)
Kemampuan
berpikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam
penilaiannya. Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain dari pada
tujuan perhatian diri sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap
sama dengan pandangan orang lain mengenai dirinya.
Pencerminan sifat egois sering dapat menyebabkan
“kekakuan” para remaja dalam cara berfikir maupun bertingkah laku.[10]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan sosial adalah berkembangnya
tingkat hubungan antar manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup
manusia. Perhatian remaja mulai tertuju pada pergaulan di dalam masyarakat dan
mereka membutuhkan pemahaman tentang norma kehidupan yang kompleks.
Perkembangan sosial anak remaja di pengaruhi oleh beberapa faktor, yakni:
kondisi keluarga, kematangan anak, status sosial ekonomi keluarga, pendidikan,
dan kapasitas mental terutama intelek dan emosi.
Upaya yang dapat di lakukan dalam rangka
pengembangan moral adalah menciptakan komunikasi di samping memberi informasi
dan remaja di beri kesempatan untuk berpartisipasi untuk aspek moral, serta
menciptakan sistem lingkungan yang serasi atau kondusi.
B. Saran
Perkembangan jiwa manusia berpengaruh
pada proses berpikir sehingga makin baik kondisi kejiwaan seseorang maka cara
berpikirnya akan lebih baik pula. Pola pikir yang baik akan membantu seseorang
dalam memecahkan suatu masalah. Pengambilan keputusan atas
alternatif-altertanatif pilihan yang dihasilkan oleh proses berpikir dalam
menyelesaikan sebuah masalah sangat tepat jika didorong oleh cara berpikir yang
baik dari kondisi jiwa yang tenang.
DAFTAR PUSTAKA
Sunarto, 2002. Perkembangan Peserta
Didik, Jakarta :
PT. Asdi Mahasatya
Yusuf, Syamsul. 1997. Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja. Bandung :
Remaja Rosdakarya
No comments:
Post a Comment