DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C.
Tujuan Penulisan ............................................................................ 1
A.
Pengertian Masa Dewasa................................................................. 2
B.
Faktor-faktor yang mempengaruhi masa Dewasa........................... 2
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan...................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Beberapa ahli berpendapat bahwa perkembangan
orang dewasa itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang
dibawa sejak lahir. Ada beberapa aliran yang memiliki pendapat masing-masing
mengenai perkembangan individu, diantaranya adalah aliran nativisme dan
empirisme. Apabila dilihat dari sudut pandang nativisme, perkembangan orang
dewasa itu semata-mata bergantung pada pembawaan (heriditas). Tokoh utama
aliran ini ialah Schopenhauer, seorang filosof dari jerman. Sedangkan menurut
pandangan aliran empiris, berbeda dengan aliran yang tadi. Menurut mereka
perkembangan orang dewasa itu semata-mata bergantung pada factor lingkungan.
Tokoh utama dari aliran ini adalah John Locke. Doktrin “Tabula Rasa” di
istilahkan bahwa dalam perkembangan manusia merupakan suatu hal yang ditekankan
pada arti penting pengalaman, lingkungan dan pendidikan.
Masa
dewasa merupakan akhir dari masa remaja. Masa dewasa juga bisa disebut dengan
masa adolesen. Ketika manusia menginjak masa dewasa sudah terlihat
adanya kematangan dalam dirinya. Kematangan jiwa tersebut menggambarkan bahwa
manusia tersebut sudah menyadari makna dalam kehidupannya. Dengan kata lain,
manusia dewasa sudah mulai memilih nilai – nilai atau norma yang telah dianggap
mereka baik untuk dirinya serta berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai atau
norma-norma yang dipilihnya tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian masa dewasa?
2.
Apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi masa dewasa?
C.
Tujuan
1.
Untuk menjelaskan
masa dewasa.
2.
Untuk faktor- faktor yang mempengaruhi masa dewasa.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Masa Dewasa
Perkembangan
merupakan proses yang berkesinambungan, mulai dari masa konsepsi berlanjut ke
masa sesudah lahir, masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa hingga menjadi tua.
Dalam kebudayaan Amerika, seorang anak dipandang belum mencapai status dewasa
kalau
ia belum mencapai usia 21 tahun. Sementara itu dalam kebudayaan Indonesia,
seseorang dianggap resmi mencapai status dewasa apabila sudah menikah, meskipun
usianya belum mancapai 21 tahun.
Terlepas dari
perbedaan dalam penentuan waktu dimulainya status kedewasaan tersebut, pada
umumnya psikologi menetapkan[1] sekitar usia 20 tahun
sebagai awal masa dewasa dan berlangsung sampai sekitar usia 40-45, dan
pertengahan masa dewasa berlangsung dari sekitar usia 40-45 sampai sekitar usia
65 tahun, serta masa dewasa lanjut atau masa tua berlangsung dari sekitar usia
65 tahun sampai meninggal.
Jadi yang dimaksud
dengan masa dewasa adalah mampu memposisikan
diri dengan tepat dalam menyikapi suatu masalah dan mampu membuat keputusan
sendiri serta tidak akan menyesali keputusannya tersebut.
B. Faktor
yang Mempengaruhi Masa Dewasa
1. Perkembangan
Fisik
Dilihat dari aspek perkembangan fisik, pada awal masa
dewasa kemampuan fisik mencapai puncaknya, dan sekaligus mengalami penurunan
selama periode ini. Perkembangan fisik
yang terjadi pada masa dewasa[2], yang meliputi:
a. Kesehatan
Badan
Bagi kebanyakan orang, awal masa dewasa ditandai
dengan memuncaknya kemampuan dan kesehatan fisik. Mulai dari sekitar usia 18
hingga 25 tahun, individu memiliki kekuatan yang terbesar, gerak-gerak reflek
mereka sangat cepat. Meskipun pada awal masa dewasa kondisi
kesehatan fisik mencapai puncaknya, namun
selama periode ini penurunan keadaan fisik juga terjadi. Sejak usia 25 tahun,
perubahan- perubahan fisik mulai terlihat.
Bagi wanita, perubahan biologis yang utama terjadi
selama masa pertengahan dewasa adalah perubahan dalam hal kemampuan reproduksi,
yakni mulai mengalami menopause atau berhentinya menstruasi dan hilangnya
kesuburan. Pada umumnya menopause terjadi pada usia sekitar 50 tahun, tetapi
ada juga yang sudah mengalami menopause pada usia 40.
Bagi laki-laki, proses penuaan selama masa pertengahan
dewasa tidak begitu kelihatan, karena tidak ada tanda-tanda fisiologis dari
peningkatan usia seperti berhentinya haid pada perempuan. Lebih dari itu,
laki-laki tetap subur dan mampu menjadi ayah anak-anak sampai memasuki usia
tua.
Pada masa tua atau dewasa akhir, sejumlah perubahan
pada fisik semakin terlihat sebagai akibat dari proses penuaan.
b. Perkembangan
Sensorik
Pada awal masa dewasa, penurunan fungsi penglihatan
dan pendengaran mungkin belum begitu terlihat. Akan tetapi, pada masa dewasa
tengah perubahan-perubahan dalam penglihatan dan pendengaran merupakan dua
perubahan fisik yang paling menonjol.
Selanjutnya pada masa dewasa akhir,
perubahan-perubahan sensorik fisik melibatkan indera penglihatan, indera pendengaran,
indera perasa, indera pencium, indera peraba. Perubahan dalam indera penglihatan pada masa dewasa akhir
misalnya tampak pada berkurangnya ketajaman penglihatan dan melambatnya
adaptasi terhadap perubahan cahaya. Juga halnya dengan pendengaran, diperkirakan
sekitar 75% dari oarang usia 75 hingga
79 tahun mengalami berbagai jenis permasalahan pendengaran, dan sekitar 15%
dari populasi di atas usia 65 tahun mengalami ketulian, yang biasanya
disebabkan oleh kemunduran selaput telinga (cochela).[3]
c. Perkembangan
Otak
Mulai masa dewasa awal, sel-sel otak juga
berangsur-angsur berkurang. Tetapi, perkembangbiakan koneksi neural (neural conection), khususnya bagi
orang-orang yang tetap aktif, membantu mengganti sel-sel yang hilang. Hal ini
membantu menjelaskan pendapat umum bahwa orang dewasa yang tetap aktif, baik
secara fisik, seksual, maupun secara mental, menyimpan lebih banyak kapasitas
mereka untuk melakukan aktivitas-aktivitas demikian pada tahun-yahun
selanjutnya.
Pada usia tua, sejumlah neuron, unit-unit sel dasar
dari sistem saraf penglihatan. Menurut Santrock (1995), diperkirakan bahwa 5
hingga 10% dari neuron kita mencapai usia 70 tahun. Setelah itu, hilangnya
neuron akan semakin cepat.[4]
Hilangnya sel-sel otak dari sejumlah orang dewasa di
antaranya disebabkan oleh serangkaian pukulan kecil, tumor otak, atau karena
terlalu banyak minum minuman beralkohol. Semua ini dapat merusak otak,
menyebabkan terjadinya erosi mental, yang sering disebut dengan kepikunan (senility). Bahkan, juga dapat menimbulkan
penyakit otak yang lebih menakutkan, yaitu penyakit Alzheimer yang dapat
merusak kecerdasan pikiran. Pertama-tama Alzheimer
menyebabkan memori berkurang, kemudian penalaran dan bahasa memburuk.
2. Perkembangan
Kognitif
Pada umumnya orang percaya bahwa proses kognitif
belajar, memori, inteligensi mengalami kemerosotan bersamaan dengan terus
bertambahnya usia. Bahkan
kesimpulan bahwa usia terkait dengan penurunan proses kognitif ini juga tercerminkan dalam
masyarakat ilmiah. Akan tetapi, belakangan sejumlah hasil penelitian
menunjukkan bahwa kepercayaan tentang terjadinya kemerosotan proses kognitif
bersamaan dengan penurunan kemampuan fisik, sebenarnya hanyalah salah satu
stereotip budaya yang meresap dalam diri kita. Terjadi beberapa perubahan
penting dalam proses kognitif yang terjadi pada masa dewasa dan usia tua:
a. Perkembangan
Pemikiran Postformal
Gisela Labouvie-Vief, 1986 (dalam McConnel &
Philipchalk, 1992) menyatakan
bahwa pemikiran dewasa muda menunjukkan suatu perubahan yang signifikan. Ia
percaya bahwa masyarakat kita yang kompleks memiliki pertimbangan-pertimbangan
yang praktis dan bahkan mengubah bentuk logika kaum muda yang idealis. Karena
itu, pemikiran orang dewasa muda menjadi lebih konkrit dan pragmatis, sesuatu
yang dikatakan oleh Labouvie-Vief
sebagai tanda kedewasaan.
Dengan demikian, kemampuan kognitif terus berkembang
selama masa dewasa. Akan tetapi, bagaimana pun tidak semua perubahan kognitif pada masa
dewasa tersebut yang mengarah pada peningkatan potensi. Bahkan kadang-kadang
beberapa kemampuan kognitif mengalami kemerosotan seiring dengan pertambahan
usia.
b. Perkembangan
Memori
Salah satu karakteristik yang paling sering
dihubungkan dengan orang dewasa dan usia tua adalah penurunan daya ingat.
Kemerosotan dalam memori episodik[5], sering menimbulkan
perubahan-perubahan dalam kehidupan orang tua. Misalnya seseorang yang memasuki
masa pensiun, yang mungkin tidak lagi menghadapi bermacam-macam tantangan
penyesuaian intelektual sehubungan dengan pekerjaan, dan mungkin lebih sedikit
menggunakan memori atau bahkan kurang termotivasi untuk mengingat berbagai hal,
jelas akan mengalami kemunduran dalam memorinya.
Jadi kemerosotan fungsi kognitif pada masa tua, pada
umumnya memang merupakan suatu yang tidak dapat dielakkan, karena disebabkan
oleh berbagai faktor, seperti penyakit kekacauan otak (alzhemer) atau karena kecemasan dan depresi. Oleh karena itu, orang
tua sebenarnya sangat membutuhkan suatu lingkungan perangsang dalam rangka
mengasah dan memelihara keterampilan-keterampilan kognitif mereka serta
mengantisipasi terjadinya kepikunan.
c. Perkembangan
Inteligensi
Suatu mitos yang bertahan hingga sekarang adalah bahwa
menjadi tua berarti mengalami kemunduran intelektual. Mitos ini diperkuat oleh
sejumlah peneliti awal yang berpendapat bahwa seiring dengan proses penuaan
selama masa dewasa terjadi kemunduran dalam intelegensi umum. David Wechsler
(1972), menyimpulkan bahwa kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari
proses penuaan organisme secara umum.
Akan tetapi, studi Thorndike mengenai kemampuan
belajar orang dewasa menyimpulkan bahwa belajar mengalami kemunduran sekitar
15% pada usia 22 dan 42 tahun. Kemampuan untuk mempelajari kemampuan sekolah
ternyata hanya mengalami kemunduran sekitar 0.5% sampai 1% setiap yahun antara
usia 21 dan 41 tahun.[6]
Studi Thorndike tersebut mennjukkan bahwa kemunduran
intelektual pada orang dewasa tidak disebabkan oleh faktor usia, melainkan oleh faktor-faktor lain.
Witherington (1986), menyebutkan tiga faktor penyebab terjadinya kemunduran
kemampuan belajar dewasa. Pertama,
ketiadaan kapasitas dasar. Kedua,
terlampau lamanya tidak melakukan aktivitas-aktivitas yang bersifat
intelektual. Ketiga, faktor budaya,
terutama cara-cara seseorang memberikan sambutan, seperti kebiasaan, cita-cita,
sikap, dan prasangka-prasangka yang telah mengakar, sehingga setiap usaha untuk
mempelajari cara sambutan yang baru akan mendapat tantangan yang kuat.
3. Perkembangan
Psikososial
Menurut
Erikson, perkembangan psikososial selama masa dewasa dan tua ini ditandai
dengan tiga gejala penting, yaitu:
a. Perkembangan
Keintiman
Keintiman(keakraban) dapat diartikan sebagai suatu kemampuan
memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka. Orang yang tidak
dapat menjalin hubungan intim dengan orang lain akan terisolisir. Pada masa
dewasa awal ini, orang-orang telah siap dan ingin menyatukan identitasnya
dengan orang lain. Dalam suatu studi ditunjukkan bahwa hubungan intim mempunyai
pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis dan fisik seseorang[7], diantaranya:
1) Cinta
Selama tahap perkembangan keintiman ini, nila-nilai
cinta muncul. Cinta mengacu pada perilaku manusia yang sangat luas dan
kompleks. Pada masa ini, perasaan cinta lebih dari sekedar gairah atau
romantisme, melainkan suatu afeksi cinta yang penuh perasaan dan kasih sayang.
2) Pernikahan
dan Keluarga
Dalam pandangan Erikson, keintiman biasanya menuntut
perkembangan seksual yang mengarah pada perkembangan hubungan seksual dengan
lawan jenis yang ia cintai, yang dipandang sebagai teman berbagi suka dan duka.
Meskipun konsep dan definisi orang tentang perkawinan pada setiap kebudayaan
dan suku bangsa tidak sama, namun hampir setiap budaya dan suku bangsa agaknya
mempunyai pandangan yang sama bahwa perkawinan merupakan sesuatu yang bersifat
suci dan dibutuhkan dalam kehidupan ini.
Secara tradisi, perkawinan menuntut perubahan gaya
hidup yang lebih besar bagi perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Seorang
laki-laki yang sudah menikah, biasanya melanjutkan karirnya, sedangkan seorang
perempuan mungkin dituntut untuk melepaskan kebebasan kehidupan lajangnya demi
berbagai tuntutan peran dan tanggung jawab sebagai istri dan ibu. Perubahan gaya hidup ini tidak jarang menjadi pemicu
timbulnya problema dalam perkawinan. Dalam penelitian yang dilakukan Elizabeth
Douvan dan teman-temannya, faktor-faktor problema itu muncul dikarenakan:[8]
a)
Pasangan
gagal mempertemukan dan menyesuaikan kebutuhan dan harapan satu sama lain.
b)
Salah
satu pasangan mangalami kesulitan dalam menerima kenyataan.
c)
Adanya
perasaan cemburu dan perasaan memiliki yang berlebihan.
d)
Pembagian
tugas dan wewenang yang tidak adil.
e)
Gagal
dalam berkomunikasi.
f)
Masing-masing
pasangan tumbuh dan berkembang tidak sejalan.
Terdapat perbedaan gender dalam hal kepuasan
perkawinan. Pada umumnya istri memiliki tingkat kepuasan perkawinan yang lebih
rendah dibandingkan dengan suami. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pada
umumnya wanita yang merasa puas dengan perkawinannya, lebih menempatkan anak
sebagai perioritas utama sabagai sumber kepuasan, sedangkan hubungan
suami-istri menempati perioritas rendah.
Akan tetapi, fakta yang diperoleh dari penelitian
Bernard (1973) menunjukkan bahwa anak bukanlah salah satu sumber kepuasan yang
utama bagi wanita, sebab ada hal-hal lain dari anak itu yang membuat mereka
tidak bahagia. Bahkan mungkin sebaliknya, ketidakhadiran seorang anak justru
mendorong hubungan yang semakin intim dan perasaan kasih sayang yang makin kuat
antara suami dan istri.
b. Perkembangan
Generativitas
Generativitas (generativity),
adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh yang dialami individu selama
pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah perhatian
terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk-produk, ide-ide, dan
sebagainya) serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi
mendatang.
Manusia sebagai suatu spesies memiliki kebutuhan
inheren untuk mengajar, suatu kebutuhan yang dimiliki oleh semua orang dalam
setiap bidang pekerjaan. Perasaan puas pada tahap ini timbul dengan menolong
anak usia belasan tahun menjadi dewasa, mengajar orang-orang dewasa lain,
bawahan-bawahan, dan bahkan binatang-binatang, menyediakan bantuan yang
diperlukan orang lain, serta menyaksikan bahwa sumbangan yang mereka berikan
kepada masyarakat memiliki manfaat.
[9]Menurut hasil penelitian Bernice Neugarden , orang
dewasa yang berusia antara 40,50 dan awal 60 tahun adalah orang-orang yang
mulai suka melakukan intropeksi dan
banyak merenungkan tentang apa yang sebetulnya sedang terjadi didalam dirinya.
Banyak diantara mereka berpikir untuk berbuat sesuatu dalam sisa waktu
hidupnya. Orang dewasa yang berusia 40 tahun ke atas secara mental juga mulai
mempersiapkan diri untuk sewaktu-waktu
menghadapi persoalan yang bakal terjadi. Pria lebih sering memikirkan kesehatan
tubuhnya, serangan jantung dan kematian. Wanita, disamping memikirkan hal-hal
tersebut, ketakutan menjadi janda merupapkan persoalan yang banyak membebani
pikirannya.
c. Perkembangan
Integritas
Integritas (integrity)
merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson yang terakhir. Integritas
merupakan
suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda,
oarang-orang, produk-produk dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan
penyesuaian diri dengan berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya.
Seseorang yang berhasil menangani masalah yang timbul pada setiap tahap
kehidupan sebelumnya, maka dia akan mendapatkan perasaan utuh atau integritas.
Sebaliknya usia tua melakukan peninjauan kembali terhadap kehidupannya yang silam
dengan penuh penyesalan, menilai kehidupannya sebagai suatu rangkaian hilangnya
kesempatan dan kegagalan, maka pada tahun-tahun akhir kehidupan ini akan
merupakan tahun-tahun yang penuh dengan keputusasaan.
Tahap integritas ini dimulai kira-kira usia sekitar 65
tahun, di mana orang-orang yang tengah berada pada usia ini sering disebut
sebagai orang usia tua atau orang usia lanjut. Usia di atas 65 tahun, banyak
menimbulkan masalah baru dalam kehidupan seseorang. Meskipun banyak waktu luang
yang dapat dinikmati, namun karena penurunan fisik atau penyakit yang
melemahkan telah membatasi kegiatan dan membuat orang merasa tak berdaya.
Meskipun mereka pada dasarnya mEmbutuhkan pertolongan orang lain,
namun mereka juga sangat ingin menunjukkan bahwa dirinya masih mampu melakukan aktivitas
sendiri, dan mereka masih mempunyai kekuatan dan wewenang.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Masa
dewasa adalah mampu memposisikan diri
dengan tepat dalam menyikapi suatu masalah dan mampu membuat keputusan sendiri
serta tidak akan menyesali keputusannya tersebut.
2.
Faktor yang Mempengaruhi Masa Dewasa
a. Perkembangan
Fisik dibagi menjadi 3 yaitu
1) Kesehatan badan
2) Perkembangan sensor
3) Perkembangan otak
b.
Perkembangan
kognitif dibagi menjadi 3 yaitu
1)
Perkembangan
pemikiran Post formal
2)
Perkembangan
memori
3)
Perkembangan
intelegensi
c.
Perkembangan
Psikososial dibagi menjadi 3 yaitu
1)
Perkembangan
keintiman
2)
Perkembangan
generativitas
3)
Perkembangan
integritas
DAFTAR PUSTAKA
Desmita.2012.Psikologi Perkembangan.Bandung.PT Remaja Rosdakarya.
No comments:
Post a Comment