BAB I
PENDAHULUAN
A.
PENDAHULUAN
Sebagai seorang guru selayaknya
mampu memahami perkembangan peserta didiknya, karena dengan memahami hal
tersebut, guru mampu memberikan materi kepada peserta didiknya serta dapat
mengetahui proses, faktor dan konsep perkembangan anak didik kita akan mudah mengetahui system pembelajaran yang efektif, efisien, terarah dan sesuai dengan perkembangan anak didik. Selain itu, sebagai guru baik haruslah dapat mengarahkan potensi yang dimiliki oleh siswanya, agar siswa tersebut mampu mengoptimalkan kemampuannya itu di masa yang akan datang serta siswa menapatkan gambaran perencanaan akan kelanjutan dari jenjang pendidikan apa yang akan ia tempuh selanjutnya untuk mencapai keberhasilan dari optimalisasi potensinya itu.
mengetahui proses, faktor dan konsep perkembangan anak didik kita akan mudah mengetahui system pembelajaran yang efektif, efisien, terarah dan sesuai dengan perkembangan anak didik. Selain itu, sebagai guru baik haruslah dapat mengarahkan potensi yang dimiliki oleh siswanya, agar siswa tersebut mampu mengoptimalkan kemampuannya itu di masa yang akan datang serta siswa menapatkan gambaran perencanaan akan kelanjutan dari jenjang pendidikan apa yang akan ia tempuh selanjutnya untuk mencapai keberhasilan dari optimalisasi potensinya itu.
Maka, semua guru dituntut menguasai
ilmu membimbing dan ilmu konseling, walaupun guru tersebut bukanlah guru BP.
Karena Bimbingan dan Konseling mutlak diperlukan oleh guru untuk mengarahkan
siswanya. Oleh karena itu, saya selaku mahasiswa keguruan harus mempelajari
akan ilmu ini.
Sebelum mempelajari Bimbingan dan
Konseling lebih jauh lagi, sebaiknya kta mengetahui terlebih dahulu akan
histori perkembangan Bimbingan dan Konseling ini, khususnya perkembangan di
Indonesia, sebagaimana isi dari tugas saya ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Perkembangan Bimbingan Dan Konseling Di
Indonesia
Sejarah perkembangan Bimbingan
Konseling di indonesia mengalami perubahan di beberapa dekade, berikut
perkembangan Bimbingan dan Koseling di tiap dekadenya:
A. Perkembangan bimbingan dan konseling sebelum
kemerdekaan
Masa ini merupakan masa penjajahan
Belanda dan Jepang, para siswa dididik untuk mengabdi demi kepentingan
penjajah. Dalam situasi seperti ini, upaya bimbingan dikerahkan. Bangsa Indonesia
berusaha untuk memperjuangkan kemajun bangsa Indonesia melalui
pendidikan. Salah satunya adalah taman siswa yang dipelopori oleh K.H.
Dewantara yang menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut
pandang bimbingan, hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan
bimbingan.
1.
Dekade 40-an
Dalam bidang pendidikan, pada decade
40-an lebih banyak ditandai dengan perjuangan merealisasikan kemerdekaan
melalui pendidikan. Melalui pendidikan yang serba darurat mkala pada saat itu
di upayakan secara bertahap memecahkan masalah besar anatara lain melalui
pemberantasan buta huruf. Sesuai dengan jiwa pancasila dan UUD 45. Hal ini
pulalaah yang menjadi focus utama dalam bimbingan pada saat itu.
2.
Dekade 50-an
Bidang pendidikan menghadapi
tentangan yang amat besar yaitu memecahkan masalah kebodohan dan
keterbelakangan rakyat Indonesia. Kegiatan bimbingan pada masa dekade ini lebih
banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan dan benar benar menghadapi
tantangan dalam membantu siswa disekolah agar dapat berprestasi.
3.
Dekade 60-an
Sejarah
lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia pada dekade ini
diawali dari dimasukkannya Bimbingan
dan Konseling (dulunya Bimbingan
dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960.
Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 –
24 Agustus 1960.
Perkembangan
berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan
jurusan Bimbingan
dan Penyuluhan.
Beberapa peristiwa penting dalam
pendidikan pada dekade ini :
a.
Ketetapan
MPRS tahun 1966 tentang dasar pendidikan nasional
b.
Lahirnya
kurikulum SMA gaya Baru 1964
c.
Lahirnya
kurikulum 1968
d.
Lahirnya
jurusan bimbingan dan konseling di IKIP tahun 1963
Keadaan di atas memberikan tantangan
bagi keperluan pelayanan bimbinga dan konseling disekolah.
4.
Dekade 70-an
Dalam dekade ini perkembangan
bimbingan dan konseling dapat terlihat dari rentetan point berikut:
·
Dalam dekade
ini bimbingan di upayakan aktualisasi nya melalui penataan legalitas sistem,
dan pelaksanaannya. Pembangunan pendidikan terutama diarahkan kepada pemecahan
masalah utama pendidikan yaitu :
1. Pemerataan kesempatan
belajar,
2. Mutu,
3. Relevansi, dan
4. Efisiensi.
·
Pada dekade
ini, bimbingan dilakukan secara konseptual, maupun secara operasional. Melalui
upaya ini semua pihak telah merasakan apa, mengapa, bagaimana, dan dimana
bimbingan dan konseling.
·
Tahun 1971
beridiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu
IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP
Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan
dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan
Pengembangan Bimbingan
dan Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas
didalamnya memuat Pedoman
Bimbingan dan Penyuluhan.
·
Tahun 1978
diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan
dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru
Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah
pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan.
Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak
adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan
Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No
026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan
secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.
Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal
untuk mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan
pendidikan mereka.
5.
Dekade 80-an
Pada dekade ini, bimbingan ini
diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk menuju kepada
perwujudan bimbingan yang professional. Dalam dekade 80-an pembangunan telah
memasuki Repelita III, IV, dan V yang ditandai dengan menuju lepas landas.
Beberapa upaya dalam pendidikan yang
dilakukan dalam dekade ini:
1. Penyempurnaan
kurikulum
2. Penyempurnaan seleksi
mahasiswa baru
3. Profesionalisasi
tenaga pendidikan dalam berbagai tingkat dan jenis
4. Penataan perguruan
tinggi
5. Pelaksnaan wajib
belajar
6. Pembukaan universitas
teruka
7. Ahirnya Undang –
Undang pendidikan nasional
Beberapa kecenderungan yang
dirasakan pada masa itu adalah kebutuhan akan profesionalisasi layanan,
keterpaduan pengelolaan, sistem pendidikan konselor, legalitas formal,
pemantapan organisasi, pengmbangan konsep – konsep bimbingan yang berorientasi
Indonesia, dsb.
6.
Dekade 90-an
Sampai tahun 1993 pelaksanaan
Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi
pengguna terutama orang tua
murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak
yang ke BP identik dengan anak
yang bermasalah, kalau orang tua
murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua
terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga
lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan
dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu
dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk
pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud
ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan
Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di
sinilah pola
pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai jelas.
B. Meyongsong era Lepas
landas
Era lepas landas mempunyai makna
sebagai tahap pembangunan yang ditandai dengan kehidupan nasional atas
kemampuan dan kekuatan sendiri khususnya dalam aspek ekonomi. Cirri kehidupan
lepas landas ditandai dengan keberadaan dan berkembang atas dasar kekuatan dan
kemampuan sendiri, maka cirri manusia lepas landas adalah manusia yang mandiri
secara utuh dengan tiga kata kunci : mental, disiplin, dan integrasi nasional
yang diharapkan terwujud dalam kemampuannya menghadapi tekanan – tekanan zaman baru
yang berdasarkan peradaban komunikasi informasi.
C. Bimbingan berdasarkan
pancasila
Bimbingan mempunyai peran yang amat
penting dan strategis dalam perjalanan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Manusia Indonesia yang dicita-citakan adalah manusia pancasila dengan
cirri-ciri sebagaimana yang terjabar dalam P-4 sebanyak 36 butir bagi
bangsa Indonesia, pancasila merupakan dasar Negara, pandangan hidup,
kepribadian bangsa dan idiologi nasional. Sebagai bangsa, pancasila menuntut
bangsa Indonesia mampu menunjukkan ciri-ciri kepribadiannya ditengah-tengah
pergaulan dengan bangsa lain. Bimbingan sebagai bagian yang tak terpisahkan
dari pendidikan dan mempunyai tanggung jawab yang amat besar guna mewujudkan
manusia pancasila karena itu seluruh kegiatan bimbingan di Indonesia tidak
lepas dari pancasila.
BAB III
KESIMPULAN
Bimbingan dan Konseling telah terbentuk jauh sebelum
era kemerdekaan, dari bimbingan itulah siswa dipupuk untuk merealisasikan
cita-cita bangsa, yaitu kemerdekaan. Setelah kemerdekaan Bimbingan dan
Konseling dalam system pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama.
Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan
dan Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai
dengan sekarang. Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun
1962. Namun BK baru diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan
kurikulum 1975. Kemudian disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan
memasukkan bimbingan karir didalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada
tahun 2001.
IV. DAFTA PUSTAKA
Ø Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan
Pendidikan Profesional Konselor. Naskah Akademik ABKIN (dalam
proses finalisasi).
Ø Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar
Kompetensi Konselor Indonesia. Bandung: ABKIN
Ø Tiva (2010).
Sejarah Bimbingan Konseling. Diakses di: http://tivachemchem.blogspot.com/2010/10/sejarah-bimbingan-konseling.html
Ø Bandura, A.
(Ed.). (1995). Self-Efficacy in Changing
Soceties. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
Ø BSNP dan
PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas. (2006). Panduan
Pengembangan Diri: Pedoman untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft.
Jakarta: BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Depsiknas.
Ø Nihaya Harun
(2010). Sejarah Awal Lahirnya Bimbingan dan konseling. Diakses di:
http://harunnihaya.blogspot.com/2010/08/sejarah-awal-lahirnya-bimbingan-dan.html
No comments:
Post a Comment