BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Alhamdulillah
was shalatu was salamu ala Rasulillah,
rasul bersabda : ikhtilafu fi ummati rahmatun, guna mengkaji dan memperdalam
ilmu sehingga kita mengetahui sebab-sebab iktilaful ulama wa adillatuhu
sehingga tidak sepatunya antara satu sama lain saling menyalahkan. Maka dari itu kita sebagai umatnya, dalam menyikapi perbedaan harus lah
saling menghargai pendapat satu dengan yang lainnnya.
Dalam shalat terdapat rukun yang harus dikerjakan salah satunya adalah bacaan al-fatihah. Seperti yang sudah dikatakan oleh Muhammad ‘Awwamah dalam bukunya bahwa, Allah telah mengutamakan surat al-fatihah yakni sesuai dengan sabda Rosul dalam hadist qudsi, Allah berfirman Allah membagi surat al-fatihah menjadi dua bagian antara diriKu dan hambaKu. Satu, bagian al-fatihah untukKu berisi pujian, sanjungan dan pengagungan. Dua,untuk hambaKu yang berisi doa untuknya sedangan pengabulan dan pemberian doa menjadi hakKu.
2. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana gambaran umum tentang shalat berjama’ah?
2.
Bagaimana menurut
empat imam madhab tentang shalat berjama’ah?
3.
Ada berapa
jumlah orang dalam shalat berjama’ah?
4.
Bagaimana
posisi imam dan ma’mum ketika shalat berjama’ah?
5.
Hukum wanita yang
ikut keluar shalat berjama’ah di masjid?
3. Tujuan Masalah
1. Mendeskrifikasikan gambaran umum tentang shalat berjama’ah
2. Mendeskrifikasikan tentang hukum shalat berjama’ah menurut empat imam
madhab
3. Mendeskrifikasikan berapa jumlah orang dalam shalat berjama’ah
4. Mendeskrifikasikan posisi imam dan ma’mum ketika shalat berjamaah
5. Mendeskrifikasikan hukum wanita yang ikut salat berjamaah di masjid
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Shalat Berjama’ah.
Shalat
merupakan saah satu dari rukun-rukun agama yang paling penting. Dan Allah
ta’ala telah mewajibkan kepada para hamba-Nya untuk beribadah hanya kepada-Nya
semata, tidak menyekutukannay dengan selain-Nya dari makhluk-makhluk
ciptaan-Nya. Firman Allah ta’ala:
إن الصلاة كانت على المؤمنين
كتابا موقوتا
“ Sungguh, shalat itu adalah
kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” [Q.S. An-
Nisa’: 103][1]
Dinamakan
shalat berjama’ah adalah apabila dua orang shalat bersama-sama dan salah satu
dari mereka mengikuti yang lain. Yang diikuti (yang di hadapan) dinamakan Imam
dan yang mengikuti (yang di belakang) dinamakan Makmum. Firman Allah ta’ala:
وإذا
كنت فيهم فأقمت لهم الصلاة فلتقم طاءفة منهم معك
“
Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu), lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri (shalat) bersamamu.” [Q.S. An- Nisa’: 102][2]
Mengenai dalil sunnah , cukup banyak
hadits yang menguraikan keutamaan dan anjuran untuk melaksanakannya. Diantarnya
adalah sabda nabi SAW:
صلاه الجماعة أفضل من صلاة الفد بسبع وعشرين درجة
“Shalat berjama’ah lebih
utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.”[3]
B.
Hukum Shalat Berjama’ah.
Para ulama berbeda
pendapat dalam hukum shalat berjema’ah bahwa shalat berjema’ah itu adalah
fardhu a’in, sebagian pendapat juga mengatakan salat berjema’ah itu fardhu
kifayah, dan sebagian lagi ada yang berpendapat sunat muakkad.[4]
Ø Menurut Syafi’i:
Shalat berjama’ah adalah fardhu kifayah bagi laki-laki yang tidak
berhalangan untuk melaksanakan kewajibannya dan yang menetap di rumah. Dalil
yang mereka gunakan adalah:
ما من ثلاثة في قرية ولا بد ولا تقام فيهم الجماعة الااستوحوذ عليهم
الشيطان
“ Dari Abi Darda’ radiyallahu’anhu
bahwa rasulullah SAW bersabda: tidaklah 3 orang yang tinggal di suatu kampung
atau pelosok, tapi tidak melakukan shalat jama’ah, kecuali syaithan telah
menguasai mereka. Hendaklah kalian berjama’ah sebab serigala itu memakan domba
yang lepas dari kawannya. (HR. Abu Dawud dan Nasa’i).[5]
Ø Menurut hanafi dan maliki
Shalat berjama’ah hukumnya sunnah muakkadah yaitu sunnah yang
ditekankan bagi kaum laki-laki dewasa dan mampu melaksanakannya tanpa ada
halangan dalam shalat fardhu. Tidak wajib bagi wanita, anak-anak, orang tua
renta, orang gila, hamba sahaya, orang sakit, atau yang cacat pada kaki dan
tangannya yang sangat menghalanginya dan memberatkannya untuk shalat
berjama’ah. Dalil yang mereka gunakan adalah: dari Ibn Umar, Rasulullah SAW
berkata:
صلاة الجماعة
أفضل من صلاة الفرد بسبع وعشرين درجة
“ shalat berjama’ah lebih utama
daripada shalat sendirian dengan duapuluh tujuh derajat.” (muttafaq ‘alaih).[6]
Ø Menurut Hanbali:
Shalat berjama’ah hukumnya fardu ‘ain (wajib).[7]
Hal ini didasarkan pada dalil firman Allah ta’ala dalam Qur’an surat
Al-baqarah ayat 43:
وأقيمو الصلاة وأتوالزكاة والكعواوالركعين
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan
ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’”.
Dan
juga berdasar pada hadist dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:
واللذي نفسي
بيده لقد هممت أن امر بحطب فيحطب ثم امر بالصلاة فيؤذن بها ثم امر رجلا فيؤم الناس
ثم أخالفه الى رجال فأحرق عليهم بيوتهم(متفق عليه)
“ Demi Tuhan yang jiwaku berada
dalam kekuasaaNya! Saya telah bermaksud menyuruh orang-orang agar mengumpulkan
kayu bakar, lalu menyuruh seseorang supaya menyerukan adzan shalat, kemudian
menyuruh seseorang pula menjadi imam bagi orang banyak, dan sementara itu saya
akan pergi mendatangi orang-orang yang tidakkut shalat berjama’ah, lalu saya
bakar rumah-rumah mereka.” (muttafaq ‘alaih).[8]
Dari dalil yang terdapat dalam al-Qur’an
dan as-sunnah diatas sangat jelaslah bahwa perintah shalat berjama’ah itu
wajib.
C.
Berapa Jumlah Orang dalam Shalat Jama’ah.
Berjama’ah
dapat sah dengan melakukan shalat seorang diri bersama imam, meskipun salah
seorang diantara keduanya itu anak kecil atau wanita. Namun menurut golongan
maliki, belum tercapai berjama’ah jika hanya terdiri dari seorang imam dan anak
kecil.[9]
Jumlah
orang dalam jamaah menurut 4 madzhab adalah sebagai berikut:
·
Menurut Syafi’iyah dan Hanafiyah
Menurut madzhab ini jumlah
jamaahnya adalah paling sedikitnya dua orang, yang mana dua orang ini satu
sebagai imam dan yang satunya sebagai makmum.
·
Menurut
Malikiyah dan Hanabilah
Menurut madzhab ini tidak sah hukumnya, apabila
yang menjadi makmum adalah anak kecil, walaupun mumayyiz, tapi menurut
Hanabilah anak kecil yang bukan mumayyiz
maka boleh hukumnya dalam shalat sunnah, tapi tidak sah dalam
sholat fardhu, karena Hanabilah memakai dalil:
لأن الني صلى الله عليه وسلم أم ابن عباس وهو صبي
في التهجد
“Karena
nabi pernah menjadi imam ibnu abbas yang masih kecil ketika sholat tahajjud.”[10]
D.
Bagaimana Posisi Imam dan Makmum ketika Shalat Berjama’ah.
a)
Apabila
seorang laki-laki atau anak kecil yang telah mumayyiz berada bersama imam,
Maka orang itu disunnahkan berdiri disamping kanan imam dan agak
kebelakang sedikit dari imam. Dan makruh hukumnya bila ia sejajar dengan imam[11]
dan juga berdiri disamping kiri atau di belakang imam.
b)
Bila
makmumnya dua orang laki-laki dan ada anak kecilnya,
Maka makmum berdiri debelakang imam atau disamping kiri imam.
c)
Bila
makmum terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan,
Maka laki-laki itu berdiri disamping kanan imam dan perempuan
berdiri dibelakang laki-laki tersebut. Dalam hal ini laki-laki dan anak-anak
sama nilainya.
Berikut adalah
sedikit gambaran mengenai posisi imam dan makmum dalam shalat jama’
E.
Hukum Wanita yang Ikut Keluar Shalat Berjam’ah di Masjid.
Hadirnya perempuan di masjid hukumnya
boleh bagi yang sudah tua renta dan makruh bagi wanita muda karena khawatir
akan terjadi fitnah, dan yang lebih utama bagi perempuan secara mutlak adalah
sholat di rumahnya.[12]
inilah pendapat para ulama empat
madzhab:
Hadirnya
perempuan di masjid
|
Keterangan
|
Hanafiyyah
|
Makruh mutlaq, bagi perempuan yang muda dan diperbolehkan bagi
perempuan yang tua renta tapi hanya dalam waktu sholat tertentu (magrib, isya
dan subuh).
|
Hanabilah
dan syafi’iyyah
|
Makruh bagi
perempuan muda yang cantik (menarik) tapi bila sebaliknya (tidak menarik)
maka boleh, tetapi harus seizin suaminya dan tanpa memakai parfum.
|
Malikiyyah
|
Boleh bagi
perempuan tua atau muda (yang tidak menarik) berjam’ah di masjid tapi bila
sebaliknya tidak boleh secara mutlaq.
|
Penjelasan:
Hanafi:
memakruhkan wanita yang pergi berjama’ah ke masjid, karena bisa menimbulkan
fitnah. Dan diperbolehkannya hanya pada waktu maghrib, isya’, dan subuh. Abu
Hanifah pernah berkata: “Karna pada waktu itu orang-orang fashik sedang
tidur dan sibuk makan-makan pada saat magrib.”
Hanabilah dan
syafiiyyah: makruh juga hukumnya wanita pergi shalat berjama’ah, kecuali boleh
bagi wanita yang sudah tua renta, karena tidak menimbulkan syahwat atau fitnah
bagi kaum laki-laki.
Malikiyyah: membolehkan
semua wanita baik muda atau tua renta menghadiri shalat jama’ah di masjid baik
shalat fardhu atau selainnya. Seperti shalat jenazah kerabatnya, shalat
istisqo’ dan shalat gerhana.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Shalat
jamaah ialah shalat yang dikerjakan secara bersamaan sedikitnya terdiri dari
dua orang yang mempunyai ikatan yaitu seorang dari mereka menjadi imam dan yang
lain menjadi makmum dengan syarat-syarat
yang ditentukan dimana makmum wajib mengikuti imam dari mulai takbiratul
ihram sampai salam.
Hukum sholat jamaah
menurut empat madzhab adalah sebagai
berikut:
Menurut Hanafiah dan Malikiyah
Hukumnya
sunnah Muakkad bagi laki-laki yang dewasa Sedangkan bagi wanita dan anak-anak,
orang gila, hamba sahaya, orang sakit, orang tua Renta atau kaki tangannya
cacat maka hukumnya tidak wajib.
Menurut
Syafi’iyah
Hukumnya
fardhu kifayah untuk laki-laki dewasa yang sedang menetap dirumah, dan tidak
berhalangan dalam melaksanakan kewajibannya, sedangkan bagi wanita tidak ada
keterangan mengenai kesunnahannya (lebih utama di rumah).
Menurut
Hanabilah sholat jamaah hukumnya fardu ‘ain.
jumlah
orang dalam jamaah menurut 4 madzhab adalah sebagai berikut:
Menurut
Syafi’iyah dan Hanafiyah: jumlah jamaahnya paling sedikit adalah dua orang yang
terdiri dari 1 imam dan yang 1 makmum.
Menurut
Malikiyah dan Hanabilah: Anak kecil yang mumayyiz (remaja), tidak sah tapi
menurut Hanabilah anak kecil (tidak
tamyis) boleh hukumnya dalam sholat sunnah tapi jika sholat fardhu tidak sah.
Sedangkan menurut 4 madzhab diatas
dapat ditarik kesimpulan hadirnya
perempuan di masjid hukumnya boleh-boleh saja selagi wanita tersebut tidak
menimbulkan fitnah terhadap laki-laki dan yang lebih utama bagi perempuan
secara mutlak adalah sholat di rumahnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Wahbah
Az-Zuhaili, Al-fiqh Al Islami Wa
adillatuhu ( Suriah, Dar Al-Fikr 1984)
Abdul
Qadir Ar-Rahbawi,As-Shalat ‘alal Madahibil Arba’ah(Kairo-Beirut:Darus
Salam,1983)
Muhammad
bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab, (Bandung: Hasyimi,
2015)
Abdurrahman Al-Jazairi, Al fiqh ‘ala Madzahibil Arba’ah, (Bairut
Libanon: Dar Ibn ‘Ashaashah, 2010)
H.Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Lampung: PT. Sinar Baru
Algensindo, 1986)
[1]
Abdurrahman Al-Jazairi, Al fiqh ‘ala Madzahibil Arba’ah, (Bairut Libanon: Dar
Ibn ‘Ashaashah, 2010) hal: 187.
[2]
H.Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Lampung: PT. Sinar Baru Algensindo,
1986) hal:106.
[3]
Abdul qodir ar-rahbawi, shalat empat madhab, (kairo: darus salam, 1983)
hal:320.
[4]
Ibid, hal 107
[5]
Wahbah Az-zuhali, al fiqh al islami wa adillatuhu, (Suriah: Dar Al fikr,
1984), hal 15.
[6]
Wahbah Az-zuhali, ibid., hal 149.
[7]
Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab, (Bandung:
Hasyimi, 2015), hal 78.
[9] Abdul Qadir
Ar-Rahbawi,As-Shalat ‘alal Madahibil Arba’ah(Kairo-Beirut:Darus
Salam,1983), 321.
[10] Wahbah
Az-Zuhaili, Al-fiqh Al Islami Wa
adillatuhu ( Suriah, Dar Al-Fikr 1984),151.
[11] Menurut
Hanafiah: tidak makruh apabila berdiri sejajar (sama) dengan imam.
[12] Wahbah
Az-Zuhaili, Al-fiqh Al Islami Wa
adillatuhu ( Suriah, Dar Al-Fikr 1984), hal.153.
No comments:
Post a Comment