SEJARAH
PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA ( SPANYOL )
I. PENDAHULUAN
Setelah berakhirnya
periode klasik Islam, ketika Islam memulai memasuki masa kemunduran, Eropa
bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam
bidang politk, dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan kerajaan
Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan politiknya. Kemajuan kemajuan Eropa ini tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Spanyol Islamlah Eropa banyak menimba ilmu. Pada periode klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya, Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad di timur. Ketika itu, orang orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan perguruan tinggi Islam disana. Islam menjadi “guru” bagi orang Eropa. Karena itu, kehadiran Islam di Spanyol banyak menarik perhatian para sejarahwan. Untuk lebih jelasnya kita akan membahas tentang Islam di Spanyol sebagai berikut.[[1]]
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan politiknya. Kemajuan kemajuan Eropa ini tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Spanyol Islamlah Eropa banyak menimba ilmu. Pada periode klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya, Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad di timur. Ketika itu, orang orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan perguruan tinggi Islam disana. Islam menjadi “guru” bagi orang Eropa. Karena itu, kehadiran Islam di Spanyol banyak menarik perhatian para sejarahwan. Untuk lebih jelasnya kita akan membahas tentang Islam di Spanyol sebagai berikut.[[1]]
II. RUMUSAN
MASALAH
A. Sejarah singkat penguasaan islam di
andalusia
B. Perkembangan
islam di andalusia
C.
Kemunduran dan kehancuran andalusia
III. PEMBAHASAN
A. ASAL KATA AL ANDALUSIA
Etimologi dari
nama Al-Andalus belum diketahui secara pasti. Nama ini
digunakan untuk merujuk kepada semenanjung Iberia atau daerah Selatan Iberia
yang dikuasai umat Islam, dan bukti paling awal dari nama ini adalah pada koin yang
dicetak oleh pemerintah Islam di Iberia sekitar 715 (tahun pencetakan juga
tidak pasti karena koin dituliskan dalam Latin dan Arab, dan keduanya
memberikan tahun yang berbeda)[[2]]. Terdapat
setidaknya tiga teori etimologi yang pernah diusulkan oleh para ilmuwan Barat,
semuanya menganggap bahwa nama ini berasal dari zaman kekuasaan Romawi di
Semenanjung Iberia.
Teori pertama adalah
nama tersebut berasal dari Vandal, suku Jerman yang menguasai sebagian Iberia
selama 407-429. Salah satu ilmuwan
yang menerima teori ini adalah Reinhart P. Dozy, sejarawan abad ke-19.[[3]] Teori
kedua adalah berasal dari Arabisasi kata
"Atlantik". Pendukung teori ini adalah sejarawan Spanyol Vallvé [[4]]. Teori
ketiga yang diajukan oleh Halm (1989), adalah bahwa nama ini berawal
dari nama yang diberikan suku Visigoth yang
berkuasa di Iberia pada abad ke-5 hingga 9. Dalam bahasa Latin, Iberia Visigoth
disebut Gothica Sors (tanah undian Goth). Halm memprediksikan
bahwa dalam bahasa Gothic "tanah undian" mungkin disebut *landahlauts,
dan ia menyarankan dari sinilah asal nama Al-Andalus berasal.
Ketiga teori ini
semuanya tidak memiliki bukti historis, sehingga dapat dikatakan amat lemah.
Pelopor dan pembela dari ketiga teori ini semuanya adalah sejarawan. Namun
belakangan, ahli bahasa telah diikutsertakan dalam diskusi ini.
Argumen-argumen dari ilmu sejarah, linguistik dan toponimi (ilmu yang
mempelajari nama daerah), selanjutnya menunjukkan kelemahan semua teori diatas,
dan bahwa nama Al-Andalus ternyata berasal dari masa Romawi [[5]].
B .MASUKNYA ISLAM KE
SPANYOL
1. Sejarah
Singkat Masuknya Islam ke Spanyol
Umat Islam berhasil
menduduki wilayah Spanyol (Andalusia) [[6]], pada masa Khalifah al-Walid (705-715 M)
yang merupakan salah satu khalifah dari dinasti Bani Umayyah yang berpusat di
Damaskus. Sebelum menaklukkan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara
dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi di bawah kekuasaan Bani Umayyah.
Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi pada masa Khalifah Abd
al-Malik (685-705 M). Khalifah Abd al-Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man
al-Ghassani menjadi gubernur daerah tersebut. Pada masa Khalifah al-Walid,
Hasan ibn Nu’man digantikan oleh Musa ibn Nushair. Pada saat itulah, Musa ibn
Nushair memperluas wilayah dengan menduduki wilayah Aljazair dan Maroko. Selain
itu, ia juga menyempurnakan penaklukannya ke daerah-daerah bekas kekuasaan
bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan sehingga mereka menyatakan setia dan
berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang telah mereka
lakukan sebelumnya..[7]
Setelah wilayah-wilayah
tersebut benar-benar dikuasai oleh umat Islam, maka umat Islam mulai memusatkan
perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Sehingga, Afrika Utara menjadi batu
loncatan bagi kaum muslimin dalam menaklukkan wilayah Spanyol.
Dalam penaklukan
Spanyol, terdapat tiga pahlawan Islam yang paling berjasa memimpin
satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn
Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif adalah perintis dan penyelidik penaklukan
Spanyol. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan Benua Eropa
dengan satu pasukan perang yang mana 500 orang di antaranya adalah tentara
berkuda. Mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam
penyerbuan ini, Tharif tidak mendapatkan perlawanan yang berarti. Ia menang dan
kembali ke Afrika Utara membawa banyak harta rampasan.
Dengan keberhasilan
penyerangan pertama serta melemahnya pertahanan Kerajaan Visigothic yang
berkuasa di Spanyol saat itu, pada tahun 711 M Musa ibn Nushair mengirim
pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang dipimpin oleh Thariq ibn Ziyad yang
lebih dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih banyak dan
hasilnya juga lebih nyata.
Sejarah mencatat bahwa
Panglima Thariq, setelah seluruh pasukan selesai mendarat di wilayah tersebut,
membakar seluruh kapal. Ia pun mengucapkan:
الْعَدُوُّ
أمَامَكُمْ وَالْبَحْرُ وَرَاءَكُمْ فَاخْتَرْ أَيُّمَا شِئْتُمْ
“Musuh di depanmu dan
lautan di belakangmu, silakan pilih mana yang kamu kehendaki.”[8]
Pasukan Thariq ibn
Ziyad terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair
dan sebagian lagi orang arab yang dikirim oleh Khalifah al-Walid. Pasukan ini
kemudian menyeberangi selat di Laut Tengah yang menghubungkan Benua Afrika dan
Eropa. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq ibn Ziyad beserta pasukannya
mendarat dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq).([9]) Sementara Raja Roderick sedang berada di
bagian utara, orang-orang Islam berhasil memantapkan kedudukan mereka di
Algeciras([10]).Dengan
dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara lebar untuk memasuki Spanyol.
Ketika Roderick akhirnya bergerak ke selatan untuk menghadapi orang-orang
Islam, dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick
dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota
penting, seperti Cordova, Granada, dan Toledo. Sebelum Thariq menaklukkan kota
Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara.
Musa mengirim tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan
Thariq seluruhnya adalah 12.000 orang, belum sebanding dengan pasukan Kerajaan
Visigothic yang jauh lebih besar, 100.000 personel.
Kemenangan pertama yang
dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih
luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam
gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan jumlah
pasukan yang lebih besar, Musa berangkat menyeberangi selat tersebut pada Juni
712 M.([11]) Satu
persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkan.([12]) Ia
berhasil menaklukkan kota Medina, Sedonia, dan Carmona. Sevilla yang merupakan
kota terbesar dan pusat kecerdasan Spanyol yang pernah menjadi ibu kota pada
zaman Romawi, mampu mempertahankan diri hingga akhir Juni 713 M. akan tetapi,
dekat kota Merida, Musa menemui perlawanan yang sengit. Namun demikian, setelah
terkepung selama setahun, setapak demi setapak kota tersebut mampu dikuasai
dalam bulan Juli 713 M. Ia kemudian bergabung dengan Thariq di Toledo.
Selanjutnya keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol,
termasuk bagian utaranya mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Setelah itu juga masih
terdapat berbagai penaklukkan yang terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abd
al-Aziz, di antaranya ke daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan,
serta kota Bordesu, Poitier dan juga Tours, akan tetapi usaha ini gagal.
Pasukan Islam ketika berada di antara Tours dan Poitier berhadapan dengan Charles
Martel, pangeran orang-orang Franks yang membangun kekuatan di Prancis Tengah.([13]) Selain itu, terdapat pula penyerangan ke
Avirignon pada tahun 734 M, Lyon pada tahun 743 M, serta pulau-pulau yang
terdapat di Laut Tengah, Mallorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan
sebagian dari Sicilia juga jatuh ke tangan Islam pada masa kekuasaan Bani
Umayyah([14])
Gelombang terbesar
kedua dari penyerbuan kaum muslimin yang gerakannya dimulai pada permulaan abad
ke-8 Masehi ini telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh menjangkau
Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia.
2. Faktor-faktor
Pendukung Masuknya Islam ke Spanyol
Kemenangan-kemenangan
yang dicapai oleh umat Islam pada masa Khalifah Dinasti Bani Umayyah ini
tidak dapat dipisahkan dari adanya
- faktor
eksternal dan
- internal yang menguntungkan
Faktor eksternal
tersebut adalah kondisi yang terjadi di Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan
Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini
berada dalam keadaan menyedihkan. Secara
politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa
negara kecil. Bersamaan dengan itu, penguasa Gothic bersikap tidak toleran
terhadap aliran agama yang dianut oleh penduduk, yaitu aliran Monofisit,
apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang
merupakan bagian mayoritas dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama
Kristen. Sedangkan yang tidak bersedia maka disiksa dan dibunuh secara brutal.
Perpecahan politik
memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi
masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal sewaktu Spanyol berada di bawah
kekuasaan Romawi, berkat kesuburan tanahnya, pertanian dan perdagangan serta
industri maju pesat. Akan tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Goth, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun.
Buruknya kondisi
sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan
politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja
Roderick, Raja Goth terakhir yang dikalahkan oleh Islam.
Awal kehancuran
Kerajaan Goth adalah ketika Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari
Sevilla ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa Toledo,
diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila,
kakak dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk
menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum
muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu
Julian, mantan penguasa Septah. Konflik tersebut karena Roderick mencemarkan
kehormatan putri dari Julian. Karena itu Julian ingin membalas dendam untuk
membela kehormatan dan nama baik putrinya.([15]) Julian
juga bergabung dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat
Islam untuk menguasai Spanyol dengan meminjamkan empat buah kapal yang
digunakan menyeberangi selat.
Hal lain yang juga
menguntungkan tentara Islam adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri dari
para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu,
orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan
memberikan bantuan bagi perjuangan kaum muslimin.
Sedangkan faktor
internal pendukung masuknya Islam ke Spanyol adalah kondisi yang terdapat dalam
tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam
penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh
yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun
cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tidak kalah
pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan oleh para tentara Islam, yaitu
toleransi, persaudaraan, dan tolong-menolong. Sikap toleransi agama dan
persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk
Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.
C. Perkembangan Islam di
Spanyol
Sejak pertama
kali Islam menginjakkan kakinya ditanah Spanyol hingga jatuhnyua kerajaan Islam
terakhir di sana sekitar tujuh setengan abad lamanya, Islam memainkan peranan
yang besar, baik dalam bidang kemajuan intelektual (filsafat, sains, fikih,
musik dan kesenian, bahasa dan sastra), kemegahan bangunan fisik (Cordova dan
Granada).[20] Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat
dibagi menjadi enam periode yaitu :
1.
Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode
ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah
Bani Umayah yang terpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik
negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi,
baik dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa
perselisihan di antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan
golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di
Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Khairawan. Masing-masing
mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh
karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam
jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan
seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan
etnis, terutama antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri
terdapat dua golongan yang terus-menerus bersaing yaitu suku Qaisy (Arab Utara)
dan Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini sering kali menimbulkan
konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya
di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan
kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.[16]
Periode
ini berakhir dengan datangnya Abdurrahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138
H/755 M.
2. Periode Kedua (755-912
M)
Pada periode
ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima
atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika
itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah
Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar
Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayah
di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abdurrahman
Al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abdurrahman Al-Ausath, Muhammad ibn Abdurrahman,
Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.
Pada periode
ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan baik di bidang
politik maupun bidang peradaban. Abdurrahman Al-Dakhil mendirikan masjid
Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal sebagai
pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di
Spanyol. Sedangkan Abdul Rahman Al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta
ilmu.[17] Pemikiran
filsafat juga mulai pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman Al-Ausath.
Ia mengundang para ahi dari dnia Islam lainnya untuk dating ke Spanyol sehingga
kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.
Pada pertengahan
abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik
yang mencari kesahidan (Martyrdom).[18]
Namun, gereja Kristen lainnya di seluruh Spanyol tidakmenaruh simpati pada
gerakan itu, karena pemerintah Islam mengembangkan kebebasan beragama. Penduduk
Kristen diperbolehkan memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hukum Kristen.
Peribadatan tidak dihalangi. Lebih dari itu, mereka diizinkan mendirikan gereja
baru, biara-biara disamping asrama rahib atau lainnya.mereka juga tidak
dihalangi bekerja sebagai pegawai pemerintahan atau menjadi karyawan pada
instansi militer[19]
Gangguan politik
yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan
pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung
selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah orang yang tak puas membangkitkan revolusi.
Yang terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan
anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan
antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi.[20]
3. Periode Ketiga (912-1013
M)
Periode ini
berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar “An-Nasir”
sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal dengan sebutan Muluk
Al-Thawaif. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar
Khalifah, penggunaan khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada
Abdurrahman III, bahwa Muktadir, Khalifah daulah Bani Abbas di Baghdad
meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilainnya, keadaan
ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam
kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang tepat untuk memakai
gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun
lebih. Karena itulah gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah
besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang yaitu Abdurrahman
Al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M).
Pada periode ini
umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan
daulat Abbasiyah di Baghdad. Abdurrahman Al-Nashir mendirikan Universitas
Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor
buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati
kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
Awal dari
kehancuran khalifah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta
dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu kekuasaan actual berada ditangan para
pejabat. Pada tahun 981 M, khalifah menunjuk Ibn Abi ‘Amirsebagai pemegang
kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil
menancapkankekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan
menyingkirkan rekan-rekan dan saingannya. Atas keberhasilannya ia mendapat
gelar Al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya
Al-Muzaffar, yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi
setelah wafat pada tahun 1008 , ia diagnatikan oleh adiknya yang tidak memiliki
kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, Negara yang tadinya
makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran diri. Beberapa orag yang
dicoba untuk menduduku jabatan itu tak ada yang sanggup memperbaiki keadaan.
Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan
jabatn khalifah. Ketika itu, spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali Negara
kecil yang berpusat di kota-kota tertentu[21]
4. Periode Keempat
(1013-1086 M)
Pada periode
ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah
pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif yang berpusat di suatu
kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya
adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam memasuki masa
pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara
pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen.
Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk
pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif
penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan
intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para
sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana
lain.[22]
5. Periode Kelima
(1086-1248 M)
Pada periode ini
Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat
satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M)
dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah
sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara.
Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di
Marakesy. Pada masa dinasti Murabithun, Saragosa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya
tahun 1118 M.
Dinasti
Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumazi (w.1128). Dinasti ini datang ke
Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen
memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang
dialami Muwahhhidun menyebabkan penguasanya memilih meninggalkan Spanyol dan
kembali ke Afrika Utara pada tahun 1235 M. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan
penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali
Granada lepas dari kekuasaan Islam.[23]
6. Periode Keenam
(1248-1492 M)
Pada Periode
ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar
(1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman
An-Nasir. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini
berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam perebutan kekuasaan. Abu
Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk
anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan
berusaha merampas kekuasaannya. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan
digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan
kepada Ferdinand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini
dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta. Tentu saja,
Ferdinand dan Isabella yang mempersatukan kedua kerajaan besar Kristen melalui
perkawinan itu tidak cukup puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat
Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang
Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan
kepada Ferdinand dan Isabella, kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian
berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu
dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol.
Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.[24]
C. Kemajuan Peradaban
Dalam masa lebih dari tujuh abad,
kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana.
Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan, pengaruhnya membawa Eropa dan
kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks.
1. Kemajuan Intelektual
Spanyol adalah
negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi
dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir.
Masyarakat Spanyol Islam
merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara
dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol
yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah
(penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman
dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi,
Kristen Muzareb yang berbudaya Arab dan Kristen yang masih menentang kehadiran
Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual
terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan
ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.[25]
a.
Filsafat
Islam di Spanyol
telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah
Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan
Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan
mulai dikembangkan pada abad ke-9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah
yang ke-5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M).[26]
Atas inisiatif
Al-Hakam (961 -976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur
dalam jumlah besar, sehingga, Cordova dengan perpustakaan dan
universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu
pengetahuan di dunia islam.apa yang dilakukan oleh para pemimpin oleh dinasti
Bani umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof
besar pada masa sesudahnya.
Tokoh utama
pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn
Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia
pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M
dalam usia yang masih muda. Seperti Al-Farabi dan Ibn Sina di Timur, masalah
yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah
Tadbir al-Mutawahhid.
Tokoh utama
kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil
di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. Ia banyak
menulis masalah kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang
sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Akhir abad ke-12 M menjadi saksi
munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat
dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova. la lahir tahun 1126 M dan meninggal
tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah
Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang
keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayah
al-Mujtahid.
b.
Sains
Ilmu-ilmu
kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan Iain-lain juga berkembang
dengan baik. Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah
orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.[27] Ibrahim
ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. la dapat menentukan waktu
terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. la juga berhasil
membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan
bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang
obat-obatan. Umm Al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz
adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang
sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir
terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri
muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M)
mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn Al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat
Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah.
Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol, yang kemudian pindah ke
Afrika.[28]
C.
Fiqih
Dalam bidang
fiqih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut Maliki. Yang memperkenalkan
mazhab ini di sana adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan selanjutnya
ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd
Al-Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya di antaranya adalah Abu Bakr ibn
Al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id Al-Baluthi, dan Ibn Hazm yang terkenal.
d.
Musik dan Kesenian
Dalam bidang
musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya
Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan
pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. la
juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan
kepada anak-anaknya, baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak,
sehingga kemasyhurannya tersebar luas.[29]
e. Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab
telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu
dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli
Spanyol menomor duakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan
mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka
itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn
Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan
Al-Gharnathi.
Seiring
dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya satra banyaka bermunculan, seperti Al-‘Iqd
al-Farid karya Abd Rabbih, al-dzakhirah
fi Mahasin Ahl Al-Jazirah oleh ibnu Bassam, Kitab al-Qalaid buah
karya Al-fath Ibn Khaqan, dan banyak lagi yang lain.
2.
Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek
pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam sangat banyak. Dalam
perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian
juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak
mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan
jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga
mendapat jatah air.
Orang-orang Arab
memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan
untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (penyimpanan
air). Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air (water
wheel) asal Persia yang dinamakan na’urah (Spanyol: Noria). Di samping
itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk,
kebun-kebun, dan taman-taman.[30]
Industri, di
samping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi
Spanyol Islam. Di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri
barang-barang tembikar.[31]
Namun demikian,
pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan
gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiman, dan
taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah mesjid Cordova, kota
Al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana Al-Makmun,
mesjid Seville, dan istana Al-Hamra di Granada.
a.
Cordova
Cordova adalah
ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah.
Oleh penguasa muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun
di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk
menghiasi ibu kota Spanyol Islam. Pohon-pohon dan : bunga-bunga diimpor dari
Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin
mempercantik peman-dangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan
di puncaknya terpancang istana Damsik.
Di antara
kebanggaan kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova. Menurut Ibn Al-Dala’i,
terdapat 491 mesjid di sana. Di samping itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah
adanya tempat-tempat pemandian. Di Cordova saja terdapat sekitar 900 pemandian.
Di sekitarnya berdiri perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai
tak dapat diminum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang
panjangnya 80 Km.
b.
Granada
Granada adalah
tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa
kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di
masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya
terkenal di seluruh Eropa. Istana Al-Hamra yang indah dan megah adalah pusat
dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi
taman-taman yang tidak kalah indahnya.
Kisah tentang
kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan kota dan istana
Al-Zahra, istana Al-Gazar, menara Girilda, dan Iain-lain.
3.
Faktor-Faktor Pendukung Kemajuan
Spanyol Islam,
kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan
berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd
Al Rahman Al-Dakhil, Abd Al-Rahman Al-Wasith dan Abd Al-Kahman Al-Nashir.
Keberhasilan
politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan
penguasa-penguasa lainnya yang mempelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang
terpenting di antara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah
Muhammad Ibn Abd Al-Rahman (852-886) dan Al-Hakam II Al-Muntashir (961-976).
Toleransi
beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan
Yahudi, sehingga, mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di
Spanyol. Untuk orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan
hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka
masing-masing.[32]
Masyarakat
Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas,
baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama,
komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya
masing-masing.
Meskipun ada
persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol,
hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad
ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat
wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal
ini menunjukkan bahwa, meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan
politik, terdapat api yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.[33]
Perpecahan
politik pada masa Muluk Al-Thawa’if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya
peradaban. Masa itu, bahkan, merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan,
Kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap dinasti (raja) di Malaga,
Toledo, Sevilla, Granada, dan Iain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau
sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di
Spanyol, Muluk Al-Thawa’if berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang
di antaranya justru lebih maju.[34]
D. Sebab-Sebab Kemunduran dan Kehancuran
Islam di Spanyol
Sudah merupakan hukum alam bahwa suatu negara akan
tumbuh, dan berkembang kemudian mencapai puncak kejayaan. Setelah mencapai
puncak kejayaan dan secara perlahan akan mengalami kemunduran dan akhirnya
hancur. Demikian pula halnya dengan Spanyol yang dikuasai oleh Islam. Setelah
Islam memperoleh kejayaan selama lebih kurang 7 abad, terjadi kemunduran yang
membawa kepada kehancuran. Banyak faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umayyah
di Spanyol ini mundur dan kemudian hancur.
Adapun faktor-faktor yang kemunduran dan kehancuran tersebut antara lain
adalah:
1. Konflik Islam dengan Kristen
Para
penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa
puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan
membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki
tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.([35]) Namun
demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang
Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak
pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M
umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami
kemunduran.
2.
Fanatisme Kesukuan
Semenjak kematian Abdur Rahaman III, Pemeluk-pemeluk
Islam yang baru tidak dapat menerima sistem aristokrasi kearaban, mereka ini
merupakan pihak pertama yang menentang kekhalifahan Umayyah, sehingga muncul
dua kekuatan tebesar yaitu Berber dan Slavia. Beberapa suku saling
memperebutkan supremasi kesukuannya dan bahkan berusahaMendirikan sebuah negara
yang merdeka.([36])
Kalangan orang Spanyol dan Berber memandang
bangsa Arab sebagai orang asing atau kaum pendatang , maka keberadaan
pemerintahan Arab Islam di Spanyol tidak berhasil menegakkan ikatan kebangsaan
di tengah-tengah keragaman ras dan suku, akibatnya imperium Islam Spanyol
tepecah menjadi sejumlah kelompok yaang saling bertentangan sehingga
mempercepat kehancuaran pemerintahan muslim di Spanyol.
3. Kesulitan Ekonomi
Di paruh
kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan
ilmu pengetahuan dengan sangat “serius”, sehingga lalai membina perekonomian.([37]) Akibatnya
timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik
dan militer.
4. Keterpencilan Wilayah Spanyol
Spanyol
Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. la selalu berjuang
sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian,
tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di
sana.
5. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Karena sistem pengangkatan khalifah
kurang jelas, maka di antara anggota keluarga bani Umayyah saling
memperebutkan kekuasaan, mereka saling mengklaim dirinya bahwa ia merasa
lebih berhak untuk menjadi khalifah, di samping itu pula boleh jadi
dikalangan pembesar-pembesar kerajaan yang bukan dari kalangan mereka juga
berambisi menduduki kekhalifahan.
Ketika
Khalifah Hakam II pada tahun 350 H/ 961 M dalam usia 45 tahun naik menjadi
khalifah menggantikan bapaknya Abdur Rahman III (921-961 M), beliau merupakan
khalifah kedua dalam sejarah daulat Bani Umayyah di Andalusia.([38])
Beliau wafat pada tahun 976 M dalam usia 62 tahun dan masa
pemerintahannya 17 tahun lamanya, kemudian digantikan putranya Hisyam II
(976-1009 M) yang masih usianya 10 tahun, oleh karena masih muda belia maka
jabatan mursyih lil-Amri ( pemangku kuasa ) bagi pelaksanaan pemerintahan umum
dijabat oleh Mughairah ibn Abdur Rahman III saudara bapaknya.([39])
Amir Mughairah tidak lama berkuasa, karena mati dalam perebutan kekuasaan,
tragedi tersebut buat pertama kali dalam sejarah daulat Umayyah di Spanyol, dan
merupakan persekongkolan istana yang dikepalai oleh Al-Hajib.([40]) Ja’far ibn Ustman Al-Shahfi
yang semenjak Khalifah Al-Hakam II telahMemangku jabatan Al-Hajib. Selanjutnya
pelaksana kekuasaan berada pada wasir Muhammad ibn Abi Amir ia mendapat gelar
Mulk al- Mansur yang kemudian menjadi tokoh terkenal di kemudian hari, ia
terjun kemedan perang membawa tentaranya dan berhasil memenagkan setiap
peperangan yang dihadapinya, sedangkan khalifah hanya tinggal terkurung didalam
pekarangan istana, hal ini pula awal melemahnya otoritas kekhalifahan.
Sepeninggal Mulk Al-Mansur yang berkuasa sejak tahun 976-1003 M maka tejadilah
kemelut yang berkelanjutan didalam perebutan kekuasaan sampai daulat Umayyah di
Spanyol runtuh, peristiwa ini dalam tempo 29 tahun saja sepeninngal Mulk Al-
Manshur yaitu antara tahun 393/ 1003 M dengan 422 H / 1031 M.Semua kejadian
tersebut menandakan bahwa peralihan dari satu khalifah ke khalifah berikutnya
tidak ada peraturan yang mengikat, akibatnya di antara keluarga istana merasa
punya hak untuk menduduki jabatan khalifah, sehingga dengan mudah terjadi
perebutan kekuasaan di antara keturunan-keturunan bani Umayyah, yang datang
kemudian lebih lemah dari pada yang terdahulu, perang saudara tak
terhindarkan, padahal mereka sesama umat Islam.
Hal ini
menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah
kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang
merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand
dan Isabella, di antaranya juga disebabkan permasalahan ini.
B.
Hancurnya Islam Spanyol
Kebesaran dan Keagungan Granada
pun tidak dapat bertahan karena pada tahun 1469 Kerajaan Ferdinand dari Argon
dan Kerajaan Isabella dari Castilia bersatu menyerang kekuatan Islam dibawah
kekuasaan Muhammad ibn Al-Ahmar di Granada, dimana daerah itu terkenal dengan
nama Alhambra.([41])
pada tanggal 2 januari 1492 M bertepatan 2 Rabiulawal 897 H, ibu kota
Granada dikepung dan ditaklukkan oleh penguasa Kristen.([42])
Dengan jatuhnya Granada kepada pihak Kristen merupakan awal berakhirnya sejarah
warga muslim Spanyol. Pada waktu itu Abu Abdillah Muhammad raja dari kerajaan
bani Al-Hamrah yang terakhir.
Setelah
orang Kristen menguasai orang Andalusia, gerakan Kristenisasi dilaksanakan
yaitu memaksa orang Islam menganut kembali agama Kristen. Dalam tahun 1499 di
bawah pimpinan bapak akudosa ( confessor ) yaitu Kardinal Ximenes de Cisneros
dimulailah suatu gerakan yang memaksa orang Islam menganut agama Kriten,
kemudian berusaha menyingkirkan semua buku Arab yang menguraikan tentang agama
Islam dangan jalan membakarnya([43]).
Pada tahun
1556, Raja Spanyol bernama Raja Philip II (1556- 1598 ) mengumumkan suatu
undang-undang agar kaum Muslimin yang masih tinggal di Andalusia membuang
kepercayaannya, bahasa, adat istiadat dan cara hidupnya. Kemudian pada tahun
1609, Raja Philip III ( 1598 – 1621 ) mengusir secara paksa semua kaum Muslimin
dari Andalusia atau mereka dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen atau
keluar dari Andalusia([44]),
dengan demikian hapuslah kekuasaan Islam di seluruh wilayah Spanyol.
BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan di atas,
dapat disimpulkan sebagaimana berikut:
1. Umat
Islam berhasil menduduki wilayah Spanyol (Andalusia) pada masa Khalifah
al-Walid (705-715 M) yang merupakan salah satu khalifah dari dinasti Bani
Umayyah yang berpusat di Damaskus. Dalam penaklukan Spanyol, terdapat tiga
pahlawan Islam yang paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana.
Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair.
Kemenangan-kemenangan
yang dicapai oleh umat Islam pada masa Khalifah Dinasti Bani Umayyah ini
tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang
menguntungkan. Faktor eksternal tersebut adalah kondisi yang terjadi di Spanyol
sendiri. Sedangkan faktor internal pendukung masuknya Islam ke Spanyol adalah
kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang dan para
prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya.
2. Kekuasaan
Islam di Spanyol berlangsung selama 7,5 abad yang terbagi dalam 6 periode.
Namun secara global dapat dikelompokkan menjadi 3 masa:
a. Merupakan
suatu propinsi dari Kerajaan Bani Umayyah di Damaskus. Diperintah oleh wakil
khalifah yang dikirim ke sana, mulai tahun 93-138 H.
b. Diperintah
oleh para amir yang berdiri sendiri, terpisah dari kekhalifahan Bani Abbasiyyah
di Baghdad, dimulai oleh Amir Abd ar-Rahman ad-Dakhil pada tahun 138-315 H.
c. Abd
ar-Rahman an-Nashir memaklumkan dirinya menjadi khalifah di Andalusia
(Spanyol), yaitu mulai tahun 315-422 H.
Sedangkan kemajuan peradabannya
meliputi hampir seluruh bidang ilmu pengetahuan dan kemegahan arsitektur
bangunan.
3. Adapun
penyebab kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol adalah:
a. Konflik
Islam dengan Kristen.
b. Tidak
Adanya Ideologi Pemersatu.
c. Kesulitan
Ekonomi.
d. Tidak
Jelasnya Sistem Peralihan Negara.
4. Pengaruh
ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12
menimbulkan gerakan “kebangkitan kembali” (renaissance) pusaka Yunani di
Eropa pada abad ke-14 yang berawal di Italia melalui terjemahan-terjemahan Arab
yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin.
Keilmuan Islam juga memotori terjadinya gerakan-gerakan lain seperti
gerakan reformasi pada abad ke-16, rasionalisme pada abad ke-17 dan pencerahan
(aufklaerung) pada abad ke-18.
[1]
.Dr.badri yatim ,M.A ,Sejarah Peradaban Islam Dirasah islamiyah II.,hlm.87
[3] Dozy,
Reinhart P. 1881. Recherches sur l'histoire et la littérature des Arabes d'Espagne
pendant le Moyen-Age.
[4]
Vallvé Bermejo, Joaquín. 1986. The Territorial
Divisions of Muslim Spain. Madrid: CSIC (Consejo Superior de Investigaciones
Científicas).
[6]
[1] Jazirah ini dulunya
bernama Iberia, yaitu dihubungkan dengan bangsa Iberia yang merupakan penduduk
tertua di semenanjung itu. Setelah bangsa Romawi berkuasa di sana pada abad
kedua, mereka menamainya Asbania,
yang berarti “Pantai Marmot”. Setelah dikuasai oleh bangsa Romawi, bagian
selatan semenanjung itu pernah takluk kepada suku-suku bangsa Vandal, sehingga
daerah tersebut dinamai Vandalusia. Ketika kaum muslimin sampai ke sana
mereka menamakan daerah itu—bahkan semenanjung itu – dengan nama al-Andalus, diambil dari kata
Vandalusia itu. Ahmad Syalabi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam (Jakarta:
Pustaka al-Husna, 1992), vol. II, 156
[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
1997), vol. II, 88
[8] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009), 162
[10] Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari
Tokoh Orientalis (Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya, 1990), 41.
[11] Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, 164.
[12] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 90
[13]
Montgomery
Watt, Kejayaan Islam, 42.
[14] Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, 164-5.
[15]
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam,
158.
[16]
David Wassenstein, Politics and Society in Islamic Spain: 1002-1086,
(New Jersey: Princeton University Press, 1985), hlm. 15-16.
[17]
Ahmad Syalabi, Mausu’ah al Tarikh al-Islami wa al-hadharah al-Islamiyah, Jilid
4, (Kairo: Maktabah Al-Nahdhah Al-Mishriyah, 1979 M), hlm. 41-50
[18]
Jurji Zaidan, Tarikh al-Tamaddun al-Tamaddun al-Islami, Juz III, (Kairo:
Dar Al-Hilal, tanpa tahun), hlm. 200.
[19]
Thomas W. Arnold, op.cit., hlm.126.
[20]
Bertold Spuler, op.cit., hlm. 106.
[21]
W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis Dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1990), hlm. 217-218.
[22]
Bertold Spuler, op.cit., hlm. 108.
[23]
Ahmad Syalabi, op.cit., hlm. 76.
[24]
Harun Nasution, op.cit., hlm. 82.
[25]
Luthfi Abd Al-Badi’, Al-Islam fi Isbaniya,I (kairo: Maktabah Al-Nahdhah
Al-Mishriyah, 1969), hlm.38.
[26]
Majid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986),
hlm. 357.
[27]
Ahmad Syalabi,op.cit., hlm. 86.
[28]
Bertold Spuler,op.cit., hlm.112.
[29]
Ahmad Syalabi,op.cit., hlm. 88.
[30]
Bertold Spuler,op.cit., hlm. 103.
[31]
S.M. Imamuddin,op.cit., hlm. 79.
[32]
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam al-Sitasi wa al-Dini wa al-Tsaqafi wa
al-Ijtima’I, (Kairo: Maktabah an-Nahdhah Al-Mishriyah, Tanpa Tahun),
hlm.428.
[33]
Majid Fakhri,op.cit., hlm. 325.
[34]
Luthfi Abd Al-Badi’, op.cit., hlm. 10.
[35]
Arman Abel, op.cit., hlm. 246.
[36] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Umayyah, jilid
II, (Cet.I; Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 133
[37]
Ibid., hlm. 251.
[38] Ibid.,
h. 143
[39] Lihat K. Ali, op.cit., h.318
[40]
Al-Hajib dalam ketatanegaraan
Umayyah masa itu ialah menjabat kepala Rumah Tangga Istana. Dan dalam
kehidupan sehari-hari khalifah erat hubungannya dengan pejabat Al-Hajib itu,
maka pejabat al-Hajib sangant menentukan didalam urusan pemerintahan sebagai
penguasa bayangan. Kalau di Indonesia merupakan protokuler presiden, lihat
Joesoef Sou’yb, ibid., h.144
[41]]
Al-Hambra adalah sebuah monumen ( puri ) yang didirikan diatas daratan sebuah
bukit kecil yang tingginya kira-kira 150 meter diatas kota Granada, dari jauh
kelihatan laksana sebuah benteng yang kokoh dengan menara yang menjulang megah,
Lihat C. Israr, Sejarah Kesenian Islam, Jilid I, ( Cet. II; Jakarta
: Bulan Bintang, 1978 ), h.227
[42]] lihat Dewan Redaksi Ensklopedia Islam, op.cit., h 148
[43]] Pjilip K. Hitti, Dunia
Arab Sejarah Ringkas diterjemahkan oleh Usuludin Hutagalung dan O.D.P
Sihombing, ( Cet. VII; Bandung : Sumur Bandung ), h . 191
[44] ] lihat Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, loc.cit.
No comments:
Post a Comment