Search makalah

Tuesday 7 November 2017

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA ( SPANYOL )

SEJARAH PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA ( SPANYOL )

I.  PENDAHULUAN
Setelah berakhirnya periode klasik Islam, ketika Islam memulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politk, dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan  kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan politiknya. Kemajuan kemajuan Eropa ini tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Spanyol Islamlah Eropa banyak menimba ilmu. Pada periode klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya, Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad di timur. Ketika itu, orang orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan  perguruan tinggi Islam disana. Islam menjadi “guru” bagi orang Eropa. Karena itu, kehadiran Islam di Spanyol banyak menarik perhatian para sejarahwan. Untuk lebih jelasnya kita akan membahas tentang Islam di Spanyol sebagai berikut.[[1]]
II.     RUMUSAN MASALAH
        A.     Sejarah singkat penguasaan islam di andalusia
        B.     Perkembangan islam di andalusia
         C.     Kemunduran dan kehancuran andalusia
III.  PEMBAHASAN
A.     ASAL KATA AL ANDALUSIA

Telah berlalu bab III |, beralanjut ke bab IV Asal kata "Al-Andalus"


Etimologi dari nama Al-Andalus belum diketahui secara pasti. Nama ini digunakan untuk merujuk kepada semenanjung Iberia atau daerah Selatan Iberia yang dikuasai umat Islam, dan bukti paling awal dari nama ini adalah pada koin yang dicetak oleh pemerintah Islam di Iberia sekitar 715 (tahun pencetakan juga tidak pasti karena koin dituliskan dalam Latin dan Arab, dan keduanya memberikan tahun yang berbeda)[[2]]. Terdapat setidaknya tiga teori etimologi yang pernah diusulkan oleh para ilmuwan Barat, semuanya menganggap bahwa nama ini berasal dari zaman kekuasaan Romawi di Semenanjung Iberia.
Teori pertama adalah nama tersebut berasal dari Vandal, suku Jerman yang menguasai sebagian Iberia selama 407-429. Salah satu ilmuwan yang menerima teori ini adalah Reinhart P. Dozy, sejarawan abad ke-19.[[3]] Teori kedua adalah berasal dari Arabisasi kata "Atlantik". Pendukung teori ini adalah sejarawan Spanyol Vallvé [[4]]. Teori ketiga yang diajukan oleh Halm (1989), adalah bahwa nama ini berawal dari nama yang diberikan suku Visigoth yang berkuasa di Iberia pada abad ke-5 hingga 9. Dalam bahasa Latin, Iberia Visigoth disebut Gothica Sors (tanah undian Goth). Halm memprediksikan bahwa dalam bahasa Gothic "tanah undian" mungkin disebut *landahlauts, dan ia menyarankan dari sinilah asal nama Al-Andalus berasal.
Ketiga teori ini semuanya tidak memiliki bukti historis, sehingga dapat dikatakan amat lemah. Pelopor dan pembela dari ketiga teori ini semuanya adalah sejarawan. Namun belakangan, ahli bahasa telah diikutsertakan dalam diskusi ini. Argumen-argumen dari ilmu sejarah, linguistik dan toponimi (ilmu yang mempelajari nama daerah), selanjutnya menunjukkan kelemahan semua teori diatas, dan bahwa nama Al-Andalus ternyata berasal dari masa Romawi [[5]].

B .MASUKNYA ISLAM KE SPANYOL
1.      Sejarah Singkat  Masuknya Islam ke Spanyol
Umat Islam berhasil menduduki wilayah Spanyol (Andalusia) [[6]], pada masa Khalifah al-Walid (705-715 M) yang merupakan salah satu khalifah dari dinasti Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum menaklukkan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi di bawah kekuasaan Bani Umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi pada masa Khalifah Abd al-Malik (685-705 M). Khalifah Abd al-Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man al-Ghassani menjadi gubernur daerah tersebut. Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan ibn Nu’man digantikan oleh Musa ibn Nushair. Pada saat itulah, Musa ibn Nushair memperluas wilayah dengan menduduki wilayah Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukannya ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang telah mereka lakukan sebelumnya..[7]
Setelah wilayah-wilayah tersebut benar-benar dikuasai oleh umat Islam, maka umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Sehingga, Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum muslimin dalam menaklukkan wilayah Spanyol.
Dalam penaklukan Spanyol, terdapat tiga pahlawan Islam yang paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif adalah perintis dan penyelidik penaklukan Spanyol. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan Benua Eropa dengan satu pasukan perang yang mana 500 orang di antaranya adalah tentara berkuda. Mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan ini, Tharif tidak mendapatkan perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa banyak harta rampasan.
Dengan keberhasilan penyerangan pertama serta melemahnya pertahanan Kerajaan Visigothic yang berkuasa di Spanyol saat itu, pada tahun 711 M Musa ibn Nushair mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang dipimpin oleh Thariq ibn Ziyad yang lebih dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih banyak dan hasilnya juga lebih nyata.
Sejarah mencatat bahwa Panglima Thariq, setelah seluruh pasukan selesai mendarat di wilayah tersebut, membakar seluruh kapal. Ia pun mengucapkan:
الْعَدُوُّ أمَامَكُمْ وَالْبَحْرُ وَرَاءَكُمْ فَاخْتَرْ أَيُّمَا شِئْتُمْ
“Musuh di depanmu dan lautan di belakangmu, silakan pilih mana yang kamu kehendaki.”[8]
Pasukan Thariq ibn Ziyad terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang arab yang dikirim oleh Khalifah al-Walid. Pasukan ini kemudian menyeberangi selat di Laut Tengah yang menghubungkan Benua Afrika dan Eropa. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq ibn Ziyad beserta pasukannya mendarat dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq).([9]) Sementara Raja Roderick sedang berada di bagian utara, orang-orang Islam berhasil  memantapkan kedudukan mereka di Algeciras([10]).Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara lebar untuk memasuki Spanyol. Ketika Roderick akhirnya bergerak ke selatan untuk menghadapi orang-orang Islam, dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada, dan Toledo. Sebelum Thariq menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara. Musa mengirim tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya adalah 12.000 orang, belum sebanding dengan pasukan Kerajaan Visigothic yang jauh lebih besar, 100.000 personel.
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan jumlah pasukan yang lebih besar, Musa berangkat menyeberangi selat tersebut pada Juni 712 M.([11]) Satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkan.([12])  Ia berhasil menaklukkan kota Medina, Sedonia, dan Carmona. Sevilla yang merupakan kota terbesar dan pusat kecerdasan Spanyol yang pernah menjadi ibu kota pada zaman Romawi, mampu mempertahankan diri hingga akhir Juni 713 M. akan tetapi, dekat kota Merida, Musa menemui perlawanan yang sengit. Namun demikian, setelah terkepung selama setahun, setapak demi setapak kota tersebut mampu dikuasai dalam bulan Juli 713 M. Ia kemudian bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Setelah itu juga masih terdapat berbagai penaklukkan yang terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz, di antaranya ke daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan, serta kota Bordesu, Poitier dan juga Tours, akan tetapi usaha ini gagal. Pasukan Islam ketika berada di antara Tours dan Poitier berhadapan dengan Charles Martel, pangeran orang-orang Franks yang membangun kekuatan di Prancis Tengah.([13]) Selain itu, terdapat pula penyerangan ke Avirignon pada tahun 734 M, Lyon pada tahun 743 M, serta pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah, Mallorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ke tangan Islam pada masa kekuasaan Bani Umayyah([14])
Gelombang terbesar kedua dari penyerbuan kaum muslimin yang gerakannya dimulai pada permulaan abad ke-8 Masehi ini telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh menjangkau Prancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia.

2.      Faktor-faktor Pendukung Masuknya Islam ke Spanyol
Kemenangan-kemenangan yang dicapai oleh umat Islam pada masa Khalifah Dinasti Bani Umayyah ini  tidak dapat dipisahkan dari adanya
  1. faktor eksternal dan
  2.  internal yang menguntungkan
Faktor eksternal tersebut adalah kondisi yang terjadi di Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negara kecil. Bersamaan dengan itu, penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penduduk, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian mayoritas dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Sedangkan yang tidak bersedia maka disiksa dan dibunuh secara brutal.
Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal sewaktu Spanyol berada di bawah kekuasaan Romawi, berkat kesuburan tanahnya, pertanian dan perdagangan serta industri maju pesat. Akan tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan Kerajaan Goth, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang dikalahkan oleh Islam.
Awal kehancuran Kerajaan Goth adalah ketika Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Sevilla ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa Septah. Konflik tersebut karena Roderick mencemarkan kehormatan putri dari Julian. Karena itu Julian ingin membalas dendam untuk membela kehormatan dan nama baik putrinya.([15]) Julian juga bergabung dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol dengan meminjamkan empat buah kapal yang digunakan menyeberangi selat.
Hal lain yang juga menguntungkan tentara Islam adalah bahwa tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum muslimin.
Sedangkan faktor internal pendukung masuknya Islam ke Spanyol adalah kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tidak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan oleh para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong-menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.
C. Perkembangan Islam di Spanyol

Sejak pertama kali Islam menginjakkan kakinya ditanah Spanyol hingga jatuhnyua kerajaan Islam terakhir di sana sekitar tujuh setengan abad lamanya, Islam memainkan peranan yang besar, baik dalam bidang kemajuan intelektual (filsafat, sains, fikih, musik dan kesenian, bahasa dan sastra), kemegahan bangunan fisik (Cordova dan Granada).[20] Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode yaitu  :

1.      Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang terpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Khairawan. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri terdapat dua golongan yang terus-menerus bersaing yaitu suku Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini sering kali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.[16]
 Periode ini berakhir dengan datangnya Abdurrahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/755 M.

2. Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abdurrahman Al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abdurrahman Al-Ausath, Muhammad ibn Abdurrahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.
Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan baik di bidang politik maupun bidang peradaban. Abdurrahman Al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abdul Rahman Al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu.[17] Pemikiran filsafat juga mulai pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman Al-Ausath. Ia mengundang para ahi dari dnia Islam lainnya untuk dating ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.
Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesahidan (Martyrdom).[18] Namun, gereja Kristen lainnya di seluruh Spanyol tidakmenaruh simpati pada gerakan itu, karena pemerintah Islam mengembangkan kebebasan beragama. Penduduk Kristen diperbolehkan memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hukum Kristen. Peribadatan tidak dihalangi. Lebih dari itu, mereka diizinkan mendirikan gereja baru, biara-biara disamping asrama rahib atau lainnya.mereka juga tidak dihalangi bekerja sebagai pegawai pemerintahan atau menjadi karyawan pada instansi militer[19]
Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi.[20]

3. Periode Ketiga (912-1013 M) 
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal dengan sebutan Muluk Al-Thawaif. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar Khalifah, penggunaan khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Muktadir, Khalifah daulah Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilainnya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang yaitu Abdurrahman Al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M).
Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abdurrahman Al-Nashir mendirikan Universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan  ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
Awal dari kehancuran khalifah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu kekuasaan actual berada ditangan para pejabat. Pada tahun 981 M, khalifah menunjuk Ibn Abi ‘Amirsebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkankekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingannya. Atas keberhasilannya ia mendapat gelar Al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya Al-Muzaffar, yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi setelah wafat pada tahun 1008 , ia diagnatikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, Negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran diri. Beberapa orag yang dicoba untuk menduduku jabatan itu tak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatn khalifah. Ketika itu, spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali Negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu[21]

4. Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.[22]

5. Periode Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Pada masa dinasti Murabithun, Saragosa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M.
Dinasti Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumazi (w.1128). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhhidun menyebabkan penguasanya memilih meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara pada tahun 1235 M. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam.[23]

6. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada Periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam perebutan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada  ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaannya. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdinand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta. Tentu saja, Ferdinand dan Isabella yang mempersatukan kedua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup puas. Keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdinand dan Isabella, kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.[24]

C. Kemajuan Peradaban
Dalam masa lebih dari tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan, pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks.

1. Kemajuan Intelektual
Spanyol adalah negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan pemikir.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.[25]
a.    Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M).[26]
Atas inisiatif Al-Hakam (961 -976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga, Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia islam.apa yang dilakukan oleh para pemimpin oleh dinasti Bani umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Seperti Al-Farabi dan Ibn Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid.
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova. la lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayah al-Mujtahid.

b.    Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan Iain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ialah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.[27] Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. la dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. la juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm Al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn Al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika.[28]

C.    Fiqih
Dalam bidang fiqih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini di sana adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Al-Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya di antaranya adalah Abu Bakr ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id Al-Baluthi, dan Ibn Hazm yang terkenal.

d.    Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. la juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anaknya, baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.[29]

e.     Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomor duakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.
            Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya satra banyaka bermunculan, seperti Al-‘Iqd al-Farid  karya Abd Rabbih, al-dzakhirah fi Mahasin Ahl Al-Jazirah oleh ibnu Bassam, Kitab al-Qalaid buah karya Al-fath Ibn Khaqan, dan banyak lagi yang lain.

2.    Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam sangat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga mendapat jatah air.
Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (penyimpanan air). Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan na’urah (Spanyol: Noria). Di samping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun, dan taman-taman.[30]
Industri, di samping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar.[31]
Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiman, dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah mesjid Cordova, kota Al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana Al-Makmun, mesjid Seville, dan istana Al-Hamra di Granada.

a.    Cordova
Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibu kota Spanyol Islam. Pohon-pohon dan : bunga-bunga diimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik peman-dangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsik.
Di antara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah masjid Cordova. Menurut Ibn Al-Dala’i, terdapat 491 mesjid di sana. Di samping itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di Cordova saja terdapat sekitar 900 pemandian. Di sekitarnya berdiri perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat diminum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang panjangnya 80 Km.

b.    Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana Al-Hamra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.
Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan kota dan istana Al-Zahra, istana Al-Gazar, menara Girilda, dan Iain-lain.

3.    Faktor-Faktor Pendukung Kemajuan
Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd Al Rahman Al-Dakhil, Abd Al-Rahman Al-Wasith dan Abd Al-Kahman Al-Nashir.
Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang mempelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting di antara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah Muhammad Ibn Abd Al-Rahman (852-886) dan Al-Hakam II Al-Muntashir (961-976).
Toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga, mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol. Untuk orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing.[32]
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya masing-masing.
Meskipun ada persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol, hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat api yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.[33]
Perpecahan politik pada masa Muluk Al-Thawa’if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu, bahkan, merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan, Kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap dinasti (raja) di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan Iain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di Spanyol, Muluk Al-Thawa’if berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang di antaranya justru lebih maju.[34]

D. Sebab-Sebab Kemunduran dan Kehancuran Islam di Spanyol
Sudah merupakan hukum alam bahwa suatu negara akan tumbuh, dan berkembang kemudian mencapai puncak kejayaan. Setelah mencapai puncak kejayaan dan secara perlahan akan mengalami kemunduran dan akhirnya hancur. Demikian pula halnya dengan Spanyol yang dikuasai oleh Islam. Setelah Islam memperoleh kejayaan selama lebih kurang 7 abad, terjadi kemunduran yang membawa kepada kehancuran. Banyak faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini mundur dan kemudian hancur.                                                                                                                                                    Adapun faktor-faktor yang kemunduran dan kehancuran tersebut antara lain adalah:                                      
1. Konflik Islam dengan Kristen
    Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.([35]) Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
2.    Fanatisme Kesukuan                                                                                                                                    
     Semenjak kematian  Abdur Rahaman III, Pemeluk-pemeluk Islam yang baru tidak dapat menerima sistem aristokrasi kearaban, mereka ini merupakan pihak pertama yang menentang kekhalifahan Umayyah, sehingga muncul dua kekuatan tebesar yaitu Berber dan Slavia. Beberapa suku saling memperebutkan supremasi kesukuannya dan bahkan berusahaMendirikan sebuah negara yang merdeka.([36])  Kalangan orang Spanyol dan Berber memandang bangsa Arab sebagai orang asing atau kaum pendatang , maka keberadaan pemerintahan Arab Islam di Spanyol tidak berhasil menegakkan ikatan kebangsaan di tengah-tengah keragaman ras dan suku, akibatnya imperium Islam Spanyol tepecah menjadi sejumlah kelompok yaang saling bertentangan sehingga mempercepat kehancuaran pemerintahan muslim di Spanyol.
3. Kesulitan Ekonomi
      Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat “serius”, sehingga lalai membina perekonomian.([37]) Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
4. Keterpencilan Wilayah Spanyol
      Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. la selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.
5. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
   Karena sistem pengangkatan khalifah kurang jelas, maka di antara anggota keluarga bani Umayyah saling memperebutkan  kekuasaan, mereka saling mengklaim dirinya bahwa ia merasa lebih berhak untuk menjadi khalifah, di samping itu pula  boleh jadi dikalangan pembesar-pembesar kerajaan yang bukan dari kalangan mereka juga berambisi menduduki kekhalifahan.
Ketika Khalifah Hakam II pada tahun 350 H/ 961 M dalam usia 45 tahun naik menjadi khalifah menggantikan bapaknya Abdur Rahman III (921-961 M), beliau merupakan khalifah kedua dalam sejarah daulat Bani Umayyah di Andalusia.([38]) Beliau wafat pada tahun  976 M dalam usia 62 tahun dan masa pemerintahannya 17 tahun lamanya, kemudian digantikan putranya Hisyam II (976-1009 M) yang masih usianya 10 tahun, oleh karena masih muda belia maka jabatan mursyih lil-Amri ( pemangku kuasa ) bagi pelaksanaan pemerintahan umum dijabat oleh Mughairah ibn Abdur Rahman III saudara bapaknya.([39]) Amir Mughairah tidak lama berkuasa, karena mati dalam perebutan kekuasaan, tragedi tersebut buat pertama kali dalam sejarah daulat Umayyah di Spanyol, dan merupakan persekongkolan istana yang dikepalai oleh Al-Hajib.([40])  Ja’far ibn Ustman Al-Shahfi yang semenjak Khalifah Al-Hakam II telahMemangku jabatan Al-Hajib. Selanjutnya pelaksana kekuasaan berada pada wasir Muhammad ibn Abi Amir ia mendapat gelar Mulk al- Mansur yang kemudian menjadi tokoh terkenal di kemudian hari, ia terjun kemedan perang membawa tentaranya dan berhasil memenagkan setiap peperangan yang dihadapinya, sedangkan khalifah hanya tinggal terkurung didalam pekarangan istana, hal ini pula awal melemahnya otoritas kekhalifahan. Sepeninggal Mulk Al-Mansur yang berkuasa sejak tahun 976-1003 M maka tejadilah kemelut yang berkelanjutan didalam perebutan kekuasaan sampai daulat Umayyah di Spanyol runtuh, peristiwa ini dalam tempo 29 tahun saja sepeninngal Mulk Al- Manshur yaitu antara tahun 393/ 1003 M dengan 422 H / 1031 M.Semua kejadian tersebut menandakan bahwa peralihan dari satu khalifah ke khalifah berikutnya tidak ada peraturan yang mengikat, akibatnya di antara keluarga istana merasa punya hak untuk menduduki jabatan khalifah, sehingga dengan mudah terjadi perebutan kekuasaan di antara keturunan-keturunan bani Umayyah, yang datang kemudian lebih lemah dari pada yang terdahulu,  perang saudara tak terhindarkan, padahal mereka sesama umat Islam.
   Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, di antaranya juga disebabkan permasalahan ini.
B.   Hancurnya Islam Spanyol                                                                                                                                       Kebesaran dan Keagungan Granada pun tidak dapat bertahan karena pada tahun 1469 Kerajaan Ferdinand dari Argon dan Kerajaan Isabella dari Castilia bersatu menyerang kekuatan Islam dibawah kekuasaan Muhammad ibn Al-Ahmar di Granada, dimana daerah itu terkenal dengan nama Alhambra.([41]) pada tanggal 2 januari 1492 M  bertepatan 2 Rabiulawal 897 H, ibu kota Granada dikepung dan ditaklukkan oleh penguasa Kristen.([42]) Dengan jatuhnya Granada kepada pihak Kristen merupakan awal berakhirnya sejarah warga muslim Spanyol. Pada waktu itu Abu Abdillah Muhammad raja dari kerajaan bani Al-Hamrah yang terakhir.
Setelah orang Kristen menguasai orang Andalusia, gerakan Kristenisasi dilaksanakan yaitu memaksa orang Islam menganut kembali agama Kristen. Dalam tahun 1499 di bawah pimpinan bapak akudosa ( confessor ) yaitu Kardinal Ximenes de Cisneros dimulailah suatu gerakan  yang memaksa orang Islam menganut agama Kriten, kemudian berusaha menyingkirkan semua buku Arab yang menguraikan tentang agama Islam dangan jalan membakarnya([43]).
Pada tahun 1556, Raja Spanyol bernama Raja Philip II (1556- 1598 ) mengumumkan suatu undang-undang agar kaum Muslimin yang masih tinggal di Andalusia membuang kepercayaannya, bahasa, adat istiadat dan cara hidupnya. Kemudian pada tahun 1609, Raja Philip III ( 1598 – 1621 ) mengusir secara paksa semua kaum Muslimin dari Andalusia atau mereka dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen atau keluar dari Andalusia([44]), dengan demikian hapuslah kekuasaan Islam di seluruh wilayah Spanyol.

                      
BAB III
PENUTUP

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan sebagaimana berikut:
1.      Umat Islam berhasil menduduki wilayah Spanyol (Andalusia) pada masa Khalifah al-Walid (705-715 M) yang merupakan salah satu khalifah dari dinasti Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Dalam penaklukan Spanyol, terdapat tiga pahlawan Islam yang paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair.
Kemenangan-kemenangan yang dicapai oleh umat Islam pada masa Khalifah Dinasti Bani Umayyah ini  tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan. Faktor eksternal tersebut adalah kondisi yang terjadi di Spanyol sendiri. Sedangkan faktor internal pendukung masuknya Islam ke Spanyol adalah kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya.
2.      Kekuasaan Islam di Spanyol berlangsung selama 7,5 abad yang terbagi dalam 6 periode. Namun secara global dapat dikelompokkan menjadi 3 masa:
a.       Merupakan suatu propinsi dari Kerajaan Bani Umayyah di Damaskus. Diperintah oleh wakil khalifah yang dikirim ke sana, mulai tahun 93-138 H.
b.      Diperintah oleh para amir yang berdiri sendiri, terpisah dari kekhalifahan Bani Abbasiyyah di Baghdad, dimulai oleh Amir Abd ar-Rahman ad-Dakhil pada tahun 138-315 H.
c.       Abd ar-Rahman an-Nashir memaklumkan dirinya menjadi khalifah di Andalusia (Spanyol), yaitu mulai tahun 315-422 H.
Sedangkan kemajuan peradabannya meliputi hampir seluruh bidang ilmu pengetahuan dan kemegahan arsitektur bangunan.
3.      Adapun penyebab kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol adalah:
a.      Konflik Islam dengan Kristen.
b.      Tidak Adanya Ideologi Pemersatu.
c.       Kesulitan Ekonomi.
d.      Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Negara.
4.      Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 menimbulkan gerakan “kebangkitan kembali” (renaissance) pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 yang berawal di Italia melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin. Keilmuan Islam juga memotori terjadinya gerakan-gerakan lain seperti  gerakan reformasi pada abad ke-16, rasionalisme pada abad ke-17 dan pencerahan (aufklaerung) pada abad ke-18.








[1] .Dr.badri yatim ,M.A ,Sejarah Peradaban Islam Dirasah islamiyah II.,hlm.87
[2]  Andalus, al-" Oxford Dictionary of Islam. John L. Esposito, Ed. Oxford University Press. 2003. Oxford Reference Online. Oxford University Press. Accessed 12 June, 2
[3]  Dozy, Reinhart P. 1881. Recherches sur l'histoire et la littérature des Arabes d'Espagne pendant le Moyen-Age.
[4] Vallvé Bermejo, Joaquín. 1986. The Territorial Divisions of Muslim Spain. Madrid: CSIC (Consejo Superior de Investigaciones Científicas).
[5] ^ Bossong 2002

[6] [1] Jazirah ini dulunya bernama Iberia, yaitu dihubungkan dengan bangsa Iberia yang merupakan penduduk tertua di semenanjung itu. Setelah bangsa Romawi berkuasa di sana pada abad kedua, mereka menamainya Asbania, yang berarti “Pantai Marmot”. Setelah dikuasai oleh bangsa Romawi, bagian selatan semenanjung itu pernah takluk kepada suku-suku bangsa Vandal, sehingga daerah tersebut dinamai Vandalusia. Ketika kaum muslimin sampai ke sana mereka menamakan daerah itu—bahkan semenanjung itu – dengan nama al-Andalus, diambil dari kata Vandalusia itu. Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1992), vol. II, 156

[7]  Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997), vol. II, 88
[8]  Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009), 162
[9]  Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,89
    Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, 163.

[10]  Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990), 41.
[11]  Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, 164.
[12]  Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 90
[13]   Montgomery Watt, Kejayaan Islam, 42.
[14]  Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, 164-5.

[15]  Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, 158.

[16] David Wassenstein, Politics and Society in Islamic Spain: 1002-1086, (New Jersey: Princeton University Press, 1985), hlm. 15-16.
[17] Ahmad Syalabi, Mausu’ah al Tarikh al-Islami wa al-hadharah al-Islamiyah, Jilid 4, (Kairo: Maktabah Al-Nahdhah Al-Mishriyah, 1979 M), hlm. 41-50
[18] Jurji Zaidan, Tarikh al-Tamaddun al-Tamaddun al-Islami, Juz III, (Kairo: Dar Al-Hilal, tanpa tahun), hlm. 200.
[19] Thomas W. Arnold, op.cit., hlm.126.
[20] Bertold Spuler, op.cit., hlm. 106.
[21] W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis Dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), hlm. 217-218.
[22] Bertold Spuler, op.cit., hlm. 108.
[23] Ahmad Syalabi, op.cit., hlm. 76.
[24] Harun Nasution, op.cit., hlm. 82.
[25] Luthfi Abd Al-Badi’, Al-Islam fi Isbaniya,I (kairo: Maktabah Al-Nahdhah Al-Mishriyah, 1969), hlm.38.
[26] Majid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), hlm. 357.
[27] Ahmad Syalabi,op.cit., hlm. 86.
[28] Bertold Spuler,op.cit., hlm.112.
[29] Ahmad Syalabi,op.cit., hlm. 88.
[30] Bertold Spuler,op.cit., hlm. 103.
[31] S.M. Imamuddin,op.cit., hlm. 79.
[32] Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam al-Sitasi wa al-Dini wa al-Tsaqafi wa al-Ijtima’I, (Kairo: Maktabah an-Nahdhah Al-Mishriyah, Tanpa Tahun), hlm.428.
[33] Majid Fakhri,op.cit., hlm. 325.
[34] Luthfi Abd Al-Badi’, op.cit., hlm. 10.
[35] Arman Abel, op.cit., hlm. 246.
[36] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Umayyah, jilid II, (Cet.I; Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 133

[37] Ibid., hlm. 251.
[38] Ibid., h. 143
[39] Lihat K. Ali, op.cit., h.318
[40]  Al-Hajib dalam ketatanegaraan Umayyah masa itu ialah menjabat kepala Rumah Tangga Istana.  Dan dalam kehidupan sehari-hari khalifah erat hubungannya dengan pejabat Al-Hajib itu, maka pejabat al-Hajib sangant menentukan didalam urusan pemerintahan sebagai penguasa bayangan. Kalau di Indonesia merupakan protokuler presiden, lihat Joesoef Sou’yb, ibid., h.144

[41]] Al-Hambra adalah sebuah monumen ( puri ) yang didirikan diatas daratan sebuah bukit kecil yang tingginya kira-kira 150 meter diatas kota Granada, dari jauh kelihatan laksana sebuah benteng yang kokoh dengan menara yang menjulang megah, Lihat C. Israr, Sejarah Kesenian Islam, Jilid I, ( Cet. II; Jakarta : Bulan Bintang, 1978 ), h.227
[42]] lihat Dewan Redaksi Ensklopedia Islam, op.cit., h 148
[43]] Pjilip K. Hitti, Dunia Arab Sejarah Ringkas diterjemahkan oleh Usuludin Hutagalung dan O.D.P Sihombing, ( Cet. VII; Bandung : Sumur Bandung ), h . 191

[44] ] lihat Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, loc.cit.

No comments:

cari judul makalah