Search makalah

Tuesday, 7 November 2017

MAKALAH HADIS QUDSI, MARFU`, MAUQUF, DAN MAQTHU`

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang Masalah
Islam mengenal dua sumber primer dalam perundang-undangan. Pertama, Al-Qur’an dan kedua al-Hadits. Terdapat perbedaan yang signifikan pada sistem inventarisasi sumber tersebut. Al-Qur’an sejak awal diturunkan sudah ada perintah pembukuannya secara resmi, sehingga terpelihara dari kemungkinan pemalsuan. Berbeda dengan hadits, tak ada perlakuan
khusus yang baku padanya, sehingga pemeliharaannya lebih merupakan spontanitas dan inisiatif para sahabat.
Hadits pada awalnya hanyalah sebuah literatur yang mencakup semua ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW. Persetujuan Nabi yang tidak diucapkan terhadap orang-orang pada zamannya, dan gambaran-gambaran tentang pribadi Nabi. Mula-mula hadits dihafalkan dan secara lisan disampaikan secara berkesinambungan dari generasi ke generasi.
Setelah Nabi wafat pada tahun 10 H., islam merasakan kehilangan yang sangat besar. Nabi Muhammad SAW. Yang dianggap sebagai yang memiliki otaritas ajaran islam, dengan kematiannya umat merasakan otoritas. Hanya Al-Qur’an satu-satunya sumber informasi yang tersedia untuk memecahkan berbagai persoalan yang muncul di tengah-tengah umat islam yang masih muda itu, wahyu-wahyu ilahi, meskipun sudah dicatat, belum disusun dengan baik, dan belum dapat diperoleh atau tersedia secara materil ketika Nabi Muahammad SAW. wafat. Wahyu-wahyu dalam Al-Qur’an yang sangat sedikit sekali mengandung petunjuk yang praktis untuk dijadikan prinsip pembimbing yang umum dalam berbagai aktivitas. Khalifah-khalifah awal membimbing kaum muslim dengan semangat Nabi, meskipun terkadang bersandar pada penilaian pribadi mereka. Namun, setelah beberapa lama, ketika muncul kesulitan-kesulitan yang tidak dapat lagi mereka pecahkan sendiri, mereka mulai menjadikan sunnah, seperti yang merupakan kebiasaan perilaku Nabi sebagai acuan dan contoh dalam memutuskan suatu masalah. Sunnah yang hanya terdapat dalam hafalan-hafalan sahabat tersebut dijadikan sebagai bagian dari referensi penting setelah Al-Qur’an. Bentuk-bentuk kumpulan hafalan inilah yang kemudian disebut dengan hadits. Dan hadits disini berbagai banyak macam macamnya yang diantaranya hadits Qudsi, Marfu`, Mauquf, dan Maqthu`. Dan disini saya akan menjelaskan secara rinci dari macam-macam hadits tersebut.
B.            Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Hadits ?
2.      Apa yang dimaksud dengan hadits Qudsi ?
3.      Apa yang dimaksud dengan Hadits Marfu` ?
4.      Apa yang dimaksud dengan Hadits Mauquf ?
5.      Apa yang dimaksud dengan Hadits Maqtu` ?
C.           Tujuan Masalah
1.        Untuk Mengetahui Pengertian Hadits ?
2.        Untuk Mengetahui Pengertian Hadits Qudsi ?
3.        Untuk Mengetahui Pengertian Hadits Marfu` ?
4.        Untuk Mengetahui Pengertian Hadits Mauquf ?
5.        Untuk Mengetahui Pengertian Hadits Maqthu` ?










BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian  Hadits
Kata haditst telah menjadi salah satu kosa kata  bahasa indonesia.[1] Haditst adalah kata yang berasal dari bahasa Arab ; yaitu Al-Hadits , jama`nya Al-hadits, Al hisan dan Al hudsan; dan memiliki banyak arti diantaranya, adalah al-jadid (yang baru) lawan dari al-qadim (yang lama) dan Al-khabar (Kabar atau berita).[2]
Kata hadits dalam Al-quran digunakan sebanyak dua puluh tiga kali, yang secara garis besar dapat dicontohkan dalam empat macam antar Lain:
1.   Berarti pesan atau perkataan (Al-quran).
2.   Berarti cerita mengenaii masalah duniawi
3.   Berarti cerita Historis
4.   Berarti cerita atau perbincangan yang masih hangat.[3]
Dengan Demikian, Menurut ulama` Hadits, esensi hadits adalah segala berita yang berkenaan dengan sabda, perbuatan, taqrir, dan hal ikhwal Nabi Muhammad SAW., yang dimaksud ikhwal adalah segala sifat dan keadaan pribadi Nabi SAW.[4]
Disini hadits terdapat banyak macam dari segi sifat dan bentuknya berdasarkan kuantitas Rawi  yaitu :
1.    Hadits Qudsi
Hadits Qudsi secara bahasa berasal dari kata qadusa, yaqdusu, qudsan, artinya suci atau bersih. Jadi, hadits qudsi secara bahasa adalah hadits yang suci.[5]
Dalam pengertian etimologi dan terminologi hadits qudsi didenifisikan sebagai berikut:
الحديث القدسي لغة : القدسي اى الطهر اصطلاحا: هو ما نقل الينا عن النبى صلى الله عليه وسلم مع اسنا ده اياه الى ربه عز ووجل.
Secara bahasa, kata “qudsi”  berarti suci, sedangkan menurut istilah hadits qudsi adalah hadits yang disandarkan kepada Rasulullah dan disandarkan kepada Allah. Hadits jenis ini juga disebut dengan istilah hadits ilahi atau hadits rabbani, karena disandarkan kepada Allah.[6]
Untuk lebih jelasnya, kami akan mengemukakan beberapa definisi tersebut,:
مَا يُخْبِرُ اللهُ تَعَالَى بِهِ االنَّبِىِّ ص.م. بِالْإِلْهَامِ أَوْبِا لْمَنَامِ فَأَ خْبَرَ النَّبِيِّ مِنْ ذَلِكَ الْمَعْنَى بِعِبَارَةِ نَفْسِهِ.
Sesuatu yang diberikan Allah Swt., kepada Nabi-Nya dengan ilham atau mimpi, kemudian Nabi Saw. Menyampaikan berita itu dengan ungkapan-ungkapan sendiri.
كُلُّ حَدِيْثٍ يُضِيْفُ فِيْهِ رَسُوْلِ اللهِ ص.م. قَوْلًا إلىاللهِ عَزَّوَجَلَّ.
Segala hadits Rasul SAW. Yang berupa ucapan, yang disandarkan kepada Allah `Azza wa Jalla`.
مَا أَخْبَرَ اللهُ نَبِيَّهُ تَارَةُ بِالوَحْيِ وَتَارَةً بِالْاءِلْهَامِ وَتَارَةً بِالْمَناَمِ مُفَوَّ ضًا إِلَيْهِ التَّعْبِيْرَ بِأَيِّ عِبَارَةٍ شَاءَ.
Sesuatu yang diberitahukan Allah SWT., terkadang melalui wahyu, ilham, atau mimpi, dengan redaksinya yang diserahkan kepada Nabi SAW.[7]
Disebut hadits Karena redaksinya disusun sendiri oleh Nabi SAW. Dan disebut qudsi karena hadits ini suci dan bersih (Ath-Thaharah wa At-Tanzih) dan datangnya dari dzat yang maha suci. Hadits qudsi ini juga sering disebut dengan hadits ilahiyah atau hadits rabbaniyah. Disebut ilahi atau Rabbani karena hadits ini datang dari Allah rabb al `alamin,[8]
Mengenai cara periwayatannya, hadits qudsi ini maknanya berisi pemberitahuan dari Allah kepada Rasulullah melalui Ilham atau melalui mimpi yang benar (ru`yah shadiqah), Kemudian beliau memberitahukannya kepada ummatnya dengan redaksi atau lafadz.yang beliau susun sendiri. Hal ini berbeda dengan Al-Qur`an yang makna dan redaksinya berasal dari Allah Swt.
Diantara contoh-contoh hadits qudsi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dzarr dari Nabi SAW. Yang diriwayatkan dari Allah Swt. Yang berisi tentang larangan Allah bagi Ummat-Nya untuk berbuat dzalim sebagai berikut :
عَنْ أَبِي ذَرِّ عَن النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَمَّ فِيْمَا رَوَى عَنَّ الله تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَّهُ قَالَ يَا عِبَادِي حَرَّمْتُ اَلظُّلْمَ  عَلَ نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ  بَيْنَكُمْ مَحرَّمًا فَلَ تَظَالَمُوْا (روه مسلم)
Dari Abu Dzar dari Nabi SAW., seperti yang beliau riwayatkan dari Allah, bahwa Allah Ajja Wa jalla berfirman, “ wahai hamba-hamba ku, sesungguhnya aku mengharamkan perbuatan aniaya pada diri-ku sendiri, dan aku jadikan ia diharamkan diantara kalian, karena itu, janganlah saling berbuat aniaya. (H.R. Muslim)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَة رَ.ضِ  . عَنِ النَّبِي ص.م. قَالَ : قَالَ اللهُ : ثَلَا ثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُوْلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلُ اِسْتَأْ جَرَ أَخِيْرًا فَاسْتَوفَي مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ (رواه البخارى وابن ماجه وأحمد)
Dari abu Hurairah, sesungguhnya Nabi SAW., Bersabda,”Allah SWT. Berfirman, ` Ada tiga golongan yang aku menjadi musuh mereka kelak dihari kiamat.siapa yang aku menjadi musuhnya, maka aku akan menjadi musuhnya. Seseorang yang memberikan (janji) kepadaku lalu mengingkari. Seseorang penjual orang yang merdeka, lalu memakan hasil penjualannya. Dan seseorang yang memperkerjakan karyawan, lalu karyawan itu memenuhi tugasnya, tetapi orang itu tidak memenuhi Upahnya. (H.R. Bukhari, Ibn. Majah dan Ahmad)
a.      Perbedaan Al-Quran dengan Hadis Qudsi
Ada beberapa perbedaan antara Al-Quran dan Hadis Qudsi diantaranya sebagai berikut :
1)   Al-Quran Al-Karim Adalah Kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah SAW. Dengan Lafadznya. Dengan kalam Allah itu pula, Orang Arab ditantang untuk membuat yang serupa dengannya, sepuluh Surat yang serupa itu, bahkan satu surat, tetapi mereka tidak mampu membuatnya. Tantangan itu tetap berlaku karena Al-Quran adalah mukzijat yang abadi hingga hari kiamat, sedangkan hadis qudsi tidak digunakan untuk menantang dan tidak pula untuk mukjizat.
2)   Al-Quran Al-Karim hanya dinisbatkan kepada Allah sehingga dikatakan,` Allah ta`ala telah berfirman`. Sedangkan hadis qudsi terkadang diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah sehingga nisbat yang dibuatkan. Maka dikatakan, `Allah telah Berfirman atau allah Berfirman.` terkadang pula diriwayatkan dengan disandarkan kepada Rasulullah SAW., tetapi nisbatnya adalah nisbat Khabar. Karena nabi yang menyampaikan hadis itu dari allah Swt, dikatakan Rasulullah SAW. Mengatakan mengenai apa yang diriwayatkan dari tuhannya.
3)   Seluruh isi Al-Qur`an dinukil secara mutawatir sehingga kepastiannya sudah mutlak. Hadis-hadis qudsi kebanyakannnya adalah khabar ahad sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan. Ada kalanya hadis qudsi itu sahih, terkadang hasan (baik), dan terkadang pula dhaif (lemah).
4)   Al-quran Al-karim dari Allah, baik lafadz maupun maknanya maka Al-Quran adalah wahyu, baik dalam lafaz maupun maknanya. Adapun hadis qudsi, maknanya saja dari allah, sedangkan lafadznya dari Rasulullah SAW. Hadis qudsi adalah wahyu dalam makna, tetapi bukan sebagian besar ahli hadis, diperbolehkan meriwayatkan hadis qudsi dengan maknanya saja.
5)   Membaca Al-Quran Al-Karim merupakan ibadah sehingga dibaca dalam shalat. Sebagaimana Allah SWT. Berfirman yang Artinya : karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. (Q.S. Al-Muzzammil : 20 )
Adapun Hadis Qudsi tidak disuruh dibaca di dalam shalat. Allah memberikan pahala membaca hadis qudsi secara umum saja. Membaca hadis qudsi tidak akan memperoleh pahala seperti yang disebutkan dalam hadis qudsi tidak akan memperoleh pahala seperti yang disebutkan dalam hadis mengenai membaca Al-quran bahwa pada setiap huruf terdapat kebaikan.[9]
2.    Hadits Marfu`
Hadits Marfu` adalah perkataan, perbuatan, atau taqrir yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik sanand hadits tersebut bersambung-sambung atau terputus, Baik yang menyandarkan haditst itu sahabat maupun lainnya.[10]
Definisi ini memungkinkan hadits muthasil, Mu`allaq, Mursal, Munqathi, dan Mudhal, menjadi Marfu`. Adapun hadits Mauquf dan hadits Maqthu`, tidak dapat menjadi Marfu`bila tidak ada Qarinah yang me-marfu`kannya. Dengan demikian , dapat diambil ketetapan bahwa tiap-tiap hadits Marfu` itu tidak selamanya bernilai sahih atau hasan, tetapi setiap hadits shahih ataau hasan, tentu marfu` atau dihukumkan marfu`.
3.    Hadits Mauquf
Hadits Mauquf adalah hadits yang disandarkan kepada sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan, Atau Taqrir.[11]
مَارُوِيَ مِنَ الصَّحَا بِيِّ مِنْ قَوْلٍ لَهُ أَوْفِعْلٍ أَوْتَقْرِيْرٍ مُتَّصِلًا كَنَا أَوْمُنْقَطِعُا .
Artinya :
“ Hadist yang diriwayatkan dari para sahabat, yaitu berupa perkataan, perbuatan, Atau Taqrirnya, baik periwayatannya itu bersambung atau tidak,
Pengertian lain menyebutkan :
ماَ أُضِيْفُ إِلَى الصَّحَا بَةِ رِضْوَانَ الله عَلَيْهِمْ.
Artinya  :
Hadis yang disandarkan kepada sahabat.
               Dengan kata lain hadis mauquf adalah perkataan sahabt, perbutan taqrirnya. Dikatakan mauqufkarena sandaran-nya terhendi pad thabaqoh sahabat. Kemudian tidak dikatakan marfu`, karena hadist ini tidakdi-rafa`kan atau disandarkan pada Rasulullah SAW.
               Ibnu Shalah membagi hadis mauquf kepada uda bagian yaitu mauquf al-Mausul dan Mauquf Ghair a-mausul. mauquf  Al-Mausul, berarti Hadis mauquf yang sanadnya bersambung. Dilihat dari segi persambungan ini, hadis mauhaif yang lebih rendah dari pada mauquf  Al-Mausul.[12]
Adapun hukum hadits mauquf, pada prinsipnya, tidak dapat dibuat hujjah, kecuali ada qarinah yang menunjukkan (yang menjadikan marfu`)[13]
قال على بن اببى طالب ر.ض. "حدثوا النس بما يعرفون اتر يدون انيكذب الله ورسوله (رواه البخرى)
4.    Hadits Maqthu`
Hadits Maqthu` adalah hadits yang disandarkan kepada tabi`in atau orang yang sebawahnya. baik perkataan atau perbuatan.[14]
Hadis Maqtu Ialah :
مَاُروَي عَنْ التَّبِعِيْنَ مَوْقُوْفًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَقْوَ الِهِمْ وَأَفْعَالِهِمْ
Hadis yang diriwayatkan dari tabi`in dan disandarkan kepadanya, baik berupa perkataan maupun perbuatannya.
Sebagaimana Hadis Mauquf, hadis Marfu` dilihat dari segi sandarannya adalah hadis yang lemah (Dhaif), sehingga tidak dapat dijadikan hujjah.
Diantara para ulama` ada yang menyebut hadis mauquf dan hadis maqtu` ini dengan atsar dan Al-khabar.[15]
contoh :
قول الحسن البصر في الصلاة خلف المبتدع " صل وعليه بد عته" (رواه البخارى)



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
hadits adalah segala berita yang berkenaan dengan sabda, perbuatan, taqrir, dan hal ikhwal Nabi Muhammad SAW.
 hadits qudsi adalah hadits yang disandarkan kepada Rasulullah dan disandarkan kepada Allah. Hadits jenis ini juga disebut dengan istilah hadits ilahi atau hadits rabbani, karena disandarkan kepada Allah.
Hadits Marfu` adalah perkataan, perbuatan, atau taqrir yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik sanand hadits tersebut bersambung-sambung atau terputus, Baik yang menyandarkan haditst itu sahabat maupun lainnya.
Hadits Mauquf adalah hadits yang disandarkan kepada sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan, Atau Taqrir.
Hadits Maqthu` adalah hadits yang disandarkan kepada tabi`in atau orang yang sebawahnya, baik perkataan atau perbuatan.
















DAFTAR PUSTAKA
Abbas Mutawali Hamadah. 1965. As-sunnah An- Nabawiyah wal makanatuh fi At-Tasyri`. Kairo: Dar Al-Qaumiyah li Ath-Thiba`ah wa An-Nasyr.
Ahmad bin Muhammad Al-Fayyumi, Al-Misbah Al- Munir fi gharib al-syarh li al-rafi`i Bairut: Dar al-kutub al-ilmiyyah, 1398.
Agus solahudin & agus Suyadi. 2008. Ulumul Hadits, Bandung : Pustaka Setia.
Assa`idi Sa`dullah. 1996. Hadits-haditst Sekte, Yogyakarta: Pustaka Belajar.
M.M. Azami. 1992. Metodologi Kritik Hadits. Terj. A. Yamin. Jakarta:pustaka Hidayah.
Mudasir.2010. Ilmu Hadis .Bandung: Pustaka Setia.
Muhammad Utsman Al-Khusyat. Al-Fatih`Ulum Al-Hadits. Kairo: Maktabah Al-Qur`an.
Shubhi Ash-Shahih. 1959 M/1379 H. ‘ulum Al- Hadits wa Musthlahuh. Beirut: Dar Al-Ilm li Al-Malayin.
W.J.S Poerwadarminta. 1985. Cet. VIII. kamus Umum Bahasa Indonesia diolah kembali oleh pusat pembinaan dan pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka.




[1] W.J.S Poerwadarminta, kamus Umum Bahasa Indonesia diolah kembali oleh pusat pembinaan dan pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), Cet. VIII, hlm. 829.
[2] Ahmad bin Muhammad Al-Fayyumi, Al-Misbah Al- Munir fi gharib al-syarh li al-rafi`i Bairut: Dar al-kutub al-ilmiyyah, 1398Hlm. 150-151
[3]  Sa`dullah, Assa`idi, Hadits-haditst Sekte, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1996), hlm. 1
[4]  Agus solahudin & agus Suyadi,  Ulumul Hadits, Bandung : Pustaka Setia. 2008. Hlm. 15
[5] Abbas Mutawali Hamadah.  As-sunnah An- Nabawiyah wal makanatuh fi At-Tasyri`. Kairo: Dar Al-Qaumiyah li Ath-Thiba`ah wa An-Nasyr. 1965. Hlm. 38
[6] Op.Cit. Agus solahudin & agus Suyadi,  Hlm. 25
[7] Muhammad Utsman Al-Khusyat. Al-Fatih`Ulum Al-Hadits. Kairo: Maktabah Al-Qur`an. t.t. Hlm.48
[8]. Shubhi Ash-Shahih, ‘ulum Al- Hadits wa Musthlahuh. Beirut: Dar Al-Ilm li Al-Malayin. 1959 M/1379 H. Hlm. 11-13
[9] Op.Cit. Agus solahudin & agus Suyadi,  Hlm.28-29
[10] M.M. Azami, Metodologi Kritik Hadits. Terj. A. Yamin. Jakarta:pustaka Hidayah. 1992. Hlm.216-217.
[11] Ibid. Hlm. 160.
[12]  Mudasir, Ilmu Hadis ,Bandung: Pustaka Setia, 2010. Hlm.161-162
[13] Op. Cit. Agus solahudin & agus Suyadi, Hlm. 17.
[14]  Ibid. Hlm 156
[15]  Op. Cit. Mudasir. Hlm. 162-163

No comments:

cari judul makalah