BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Evaluasi adalah suatu tindakan atau
proses dalam menentukan nilai dari sesuatu, sesuatu disini adalah siswa, karna
kita sedang membahas tentang pengevaluasian pendidikan. Evaluasi ini merupakan komponen
penting dalam proses pembelajaran siswa. Guru ketika dalam mengevaluasi peserta
didiknya harus melakuakan dengan tindakan yang benar dan tepat, karna ketika
guru tidak melakukannya dengan benar dan tepat akan berdampak pada nilai yang
akan di terima siswa.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian dari niali akhir itu?
2.
Apa
manfaat atau fungsi dari nilai akhir?
3.
Ada
berapa faktor yang dapat di pertimbangkan dalam menentukan nilai akhir?
4.
Bagaimana
cara menentukan niali akhir?
5.
Bagaimana
interpretasi penilaian dalam menetapkan ketuntasan belajar?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
tentang pengertian dari niali akhir itu?
2.
Mengetahui
manfaat atau fungsi dari nilai akhir?
3.
Mengetahui
faktor yang akan di pertimbangkan dalam menentukan nilai akhir?
4.
Mengetahui
cara menentukan niali akhir?
5.
Mengetahui
interpretasi penilaian dalam menetapkan ketuntasan belajar?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Nilai Akhir
1.
Nilai
akhir
Nilai akhir adalah sesuatu yang tidak
asing lagi di telinga kita, nilai akhir ini biasanya identik dengan rapot. Di
dalam rapot terdapat angka atau nilai atas jerih payah siswa selama proses
belajarnya.
[1]Anas
sudijono berpendapat bahwa nilai akhir adalah nilai yang sudah berupa angka
atau huruf, yang melambangkan tingkat keberhasilan peserta didik setelah
mengikuti program pendidikan pada jenjang maupun waktu tertentu (semester).
2.
Fungsi
Nilai akhir
Berbicara tentang fungsi, bahwa nialai
akhir ini memiliki fungsi penting dalam proses pembelajaran. Karena nilai akhir
ini merupakan cerminan dari keberhasilan siswa dalam pembelajarannya.
Secara garis besarnya fungsi nilai itu
ada empat, yaitu fungsi instruksional, fungsi informatif, fungsi bimbingan dan
fungsi administrasi.[2]
1)
Fungsi
instruktional
Fungsi
dari instruktional adalah bahwa nialai akhir akan memberikan feet back atau
umpan balik kepada siswa, yaitu sebagai cerminan pada siswa maupun sebagai
motivasi maupun dorongan terhadap siswa, Dalam fungsi instructional jika guru
melakukannya dengan benar dan tepat, maka guru akan mengetahui seberapa jauhkah
siswa dapat menerima pembelajaran yang sudah di ajrkan oleh guru atau sudah
sesuaikah dengan tujuan pendidikan itu sendiri.
2)
Fungsi
fungsi informative
Informative
itu sendiri adalah informasi, dalam fungsi ini bahwa nilai akhir itu dapat di
jadikan sebagai bahan informasi yang akan di sampaikan terhadap pihak-pihak
terkait. Pihak-pihak terkait disini adalah orang tua peserta didik, wali kelas
maupun pihak akdemik seperti penasehat akademik dan lain-lain.
3)
Fungsi
bimbingan
Fungsi bimbingan merupakan fungsi yang
sangat berpengaruh besar terhadap peserta didik. Dengan adanya niali akhir ini
guru dapat memperhatiakn peserta didiknya lebih detail dan semaksimal mungkin,
ketika dalam nialai akhirnya anak ini mengalami kemerosotan.
4)
Fungsi
administrasi
Fungsi administrasi mencakup, apakah
siswa berhak di naikkan atau tidak, memindah atau menempatkan siswa, memberikan
rekomendasi dalam melanjutkan belajarnya dan memberikan gambaran tentang
prestasi siswa dalam proses belajarnya.
3.
Faktor
yang dapat di pertimbangkan dalam mentukan nilai akhir
Ada beberapa faktor yang dapat di
pertimbangkan oleh guru dalam menentukan nilai akhir. Faktor itu mencangkup
empat, di antaranya:[3]
1)
Faktor
pencapaian atau prestasi, yaitu nilai pencapaian atau prestasi harus sesuai dan
mencerminkan sejauh manakah siswa telah mencapai tujuan pembelajarannya.
2)
Faktor
usaha
Faktor usaha adalah
faktor usaha yang telah peserta didik lakukan dalam proses belajarnya. Usaha
peserta didik disini misalkan rajin dalam mengerjakan tugas, tekun dalam
pembelajrannya dll. Ketika peserta didik sudah melakukan usahanya sebagai
peserta didik maka guru dapat menunjang dalam pemberian nialai akhir untuk peserta didiknya.
3)
Faktor
aspek pribadi dan sosial
Faktor aspek pribadi ini
adalah segala sesuatu kepribadian peserta didik juga menjadi pertimbangan dalam
mentukan nilai akhir. Contonya apakah peserta didik kita mempunyai akhlak yang
baik, disiplin, tidak berbuat onar dll. Dan ketika kepribadian dari peserta
didik itu baik, guru dapat mengatrol nilai akhir peserta didiknya.
4)
Faktor
aspek kebiasaan kerja
Faktor aspek kebiasaan
kerja yang dapat di contohkan disini adalah misalkan apakah siswa mengerjakan
PRnya, bekerjanya teliti dan ulet serta lain-lain.
Jadi itulah beberapa faktor yang harus di
perhatikan oleh guru dan juga menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan nilai
akhir peseta didiknya. Dengan guru memperhatikan keempat faktor di atas,
diharapkan guru dapat mengambil niali akhir yang betul-betul dapat mencerminkan
secara utuh, lengkap mengenai kemampuan otak (kecerdasan), sikap mental maupun
kepribadian peserta didik
B. Cara
Menentukan Nilai Akhir
Cara mentukan nilai ini adalah tidak lepas dari
kegiatan yang di lakuakn siswa dalam proses belajarnya, di antaranya kegiatan
siswa adalah menyelesaikan tugas, absensi, menempuh tes (tes semester) dll.
Ada beberapa pendapat
cara menentukan nilai akhir. [4]Salah
satunya menurut Anas sudijono dalam bukunya tentang pengantar evaluasi
pendidikan. Bahwa menentukan niali akhir itu ada dua bentuk penilaian yang di
lakukan oleh guru, yaitu berupa tes formatif dan tes sumatif. Tujuan dari tes formatif itu sendiri adalah
untuk memperbaiki proses pembelajaran peserta didik, sejauh manakah tingkat
pencapaian peseta didik terhadap tujuan instruksionalnya. Sedangkan tes
sumatif bertujuan untuk menilai prestasi
peserta didik penguasaan materi ajar yang telah di berikan guru dalam jangka
waktu tertentu (semester).
Sedangkan menurut
Moh.sahlan menentukan nilai akhir berdasarkan beberapa hal:
1.
Berdasarkan
Skor Mentah
Menentukan
nilai akhir ini dilakukan dengan cara menjumlahkan semua skor yang diperoleh
peserta didik, kemudian dari jumlah skor itu dibagi dengan jumlah tes yang
dilakukan dan dicari rata-ratanya. Semua tes yang dilakukan diberi bobot sama,
baik itu tes/ ulangan harian, tes tengah semester, atau tes akhir semester.
Jadi dasar penentuan nilai akhir adalah skor mentah yang dicapai peserta didik.
Pemberian bobot sama ini dimungkinkan kalau tingkat kesukaran soal yang
diberikan pada setiap tes mempunyai kesamaan. Tetapi kalau tingkat kesukarannya
berbeda, maka perlu dilakukan penentuan nilai akhir dengan cara lain
Untuk
menentukan nilai akhir (NA) dengan cara ini dapat menggunakan rumus :
NA
=
Contoh :
Si Ahmad dalam ulangan harian
mendapat skor 80, Tes tengah semester mendapat 75, dan tes akhir semester
mendapat skor 70 (jumlah tes yang dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali.
Dengan menggunakan rumus diatas,
dapat ditentukan nilai akhir sebagai berikut.
NA
=
2.
Berdasarkan
pembobotan
Penentuan
nilai akhir ini dilakukan dengan cara menjumlahkan semua skor yang diperoleh
peserta didik, setelah masing-masing skor diberikan bobot sesuai dengan tingkat
kesukaran soal, kemudian dari jumlah skor itu dibagi dengan jumlah tes yang
dilakukan dan dicari rata-ratanya. Semua tes yang dilakukan diberi bobot
berbeda, baik itu tes/ulangan harian, tes tengah semester, atau tes akhir
semester. Jadi dasar penentuan nilai akhir adalah skor mentah yang dicapai
peserta didik kemudian dikalikan dengan bobot masing-masing tes. Pemberian
bobot berbeda ini dimungkinkan kalau tingkat kesukaran soal yang diberikan pada
setiap tes mempunyai perbedaan.
Untuk
menentukan nilai akhir (NA) dengan cara ini dapat menggunakan rumus :
NA
=
Contoh :
Si
Ahmad dalam ulangan harian mendapat skor
80, Tes tengah semester mendapat 75, dan tes akhir semester mendapat skor 70
bobot untuk ulangan harian adalah 2, bobot tengah semester 3, dan bobot akhir
semester 4, jadi jumlah bobot dari semua tes sebanyak 2 + 3 + 4 = 9 (sembilan).
Dengan
menggunakan rumus di atas, dapat ditentukan nilai akhir sebagai berikut :
NA
= = 73,89.
3.
Berdasarkan
Indeks
Penentuan
nilai akhir ini dilakukan dengan cara menambah sejumlah angka tertentu setelah
dilakukan penghitungan (sesudah dilakukan program remidial), baik berdasarkan
skor asli maupun pembobotan. Penambahan jumlah angka (indeks) ini dimungkinkan
kalau sebagian peserta didik memperoleh nilai dibawah standart, atau di bawah
nilai minimal yang ditetapkan untuk naik kelas atau lulus, sehingga kalau
berdasarkan penghitungan biasa tidak memungkinkan untuk naik kelas atau lulus
namun untuk memenuhi rasa keadilan, maka indeks ini harus diberlakukan kepada
semua peserta didik, tidak terkecuali mereka yang nilainya di atas batas
kelulusan atau kenaikan, sehingga semua peserta didik mendapatkan kesempatan
yang sama memperoleh tambahan angka maksimal dalam penilaian. Misalnya angka 90
dalam skala penilaian 0 – 100.
Kalau
peserta didik yang nilainya di bawah batas minimal diberi indeks 20, maka
mereka yang nilainya di atas batas minimal kelulusan harus mendapat indeks yang
sama. Tetapi pemberian indeks ini tidak boleh memunculkan nilai yang di luar
skala penilaian. Misalnya, peserta didik yang sudah mendaptkan nilai 90, tidak
harus diberi indeks yang sama dengan yang di bawah batas minimal, sebab kalau
diberi indeks yang sama (20) maka nilainya menjadi 110. Ini jelas di luar batas
nilai peserta didik terkatrol naik, sehingga terhindar dari kegagalan kolektif
dalam pembelajaran.
Meskipun
secara teoritik model indeks ini bisa dibenarkan, tetapi secara praktis sejauh
mungkin harus dihindari, kalau tidak terpaksa dan dalam kondisi darurat. Sebab
kalau indeks diberlakukan dan diketahui peserta didik maka jelas akan
mengganggu semangat belajar mereka. Sebab mereka berfikiran, meskipun nilainya
jatuh, meski akan tetap naik kelas atau lulus, karena diberi indeks oleh
sekolahan/ madrasah. Kondisi ini jelas akan merugikan kualitas pembelajaran
dalam jangka panjang. Yang perlu diingat bahwa penentuan nilai akhir
berdasarkan indeks ini adalah bersifat rahasia untuk semua.
4.
Berdasarkan Konversi
Penentuan nilai akhir dengan konversi ini
dilakukan apabila skor yang diperoleh pesrta didik sangat heterogen. Artinya,
sebagian peserta didik memperoleh skor dibawah minimal, sedang yang lainnya
berada di atas minimal, bahkan ada yang memperoleh skor mendekati maksimal.
Misalnya, ada peserta didik yang mendapatkan skor 40 ( jumlah cukup banyak),
ada yang mendapatkan skor 95. Kalau kondisi skor yang diperoleh peserta didik
seperti ini, maka dalam penentuan nilai akhir sangat kurang tepat menggunakan
dasar skor mentah, pembobotan maupun indeks. Untuk memenuhi rasa keadilan bagi
peserta didik, maka akan lebih baik menggunakan konversi. Meskipun secara
esensial konversi sendiri juga masih belum memenuhi rasa keadilan secara penuh,
khususnya bagi peserta didik yang memperoleh skor mendekati batas maksimal
skor, namun konversi ini dimungkinkan untuk meminimalkan kesalahan dan
kegagalan dalam hasil belajar.
Adapun langkah yang perlu ditempuh untuk
mengolah skor mentah menjadi nilai dengan konversi adalah sebagai berikut:
a.
Memberikan
skor mentah
b.
Mencari skor
rata-rata kelompok/kelas
c.
Mencari besar
kecilnya simpangan baku ( standar deviasi)
d.
Membuat pedoman
konversi berdasarkan skala yang dikehendaki ( untuk penilaian dengan skala 0 –
100 dapat menggunakan skala sebelas, kemudian hasilnya dikalikan sepuluh)
e.
Menentukan
nilai akhir masing – masing peserta didik.
Contoh:
Dari perhitungan, diketahui rata-rata (M) = 58
dan simpangan baku (SD) = 4,69
Dari data tersebut dapat dimasukkan dalam
pedoman konversi skala sebelas sebagai berikut:
M + (2,25 SD) ke atas = 10 = 58 + (2,25 x 4.69) = 69 ke atas =
10/100
M + ( 1,75 SD) ke atas = 9 = 58 + (1,75 x 4.69) = 66 ke atas = 9/90
M + ( 1,25 SD) ke atas = 8 = 58 + ( 1,25 x 4.69) = 64 ke atas =
8/80
M + (0,75 SD) ke atas = 7 = 58 + ( 0,75 x 4.69) = 62 ke atas = 7/70
M + (0,25 SD) ke atas = 6 = 58 + ( 0,25 x 4.69) = 59 k eatas = 6/60
M – (0,25 SD) ke atas = 5 = 58 – (0,25 x 4.69) = 57 ke atas = 5/50
M – (0,75 SD) ke atas = 4 = 58 – (0,75 x 4.69) = 54 ke atas = 4/40
M – (1,25 SD) ke atas = 3 = 58 – (1,25 x 4.69) = 52 ke atas = 3/30
M – (1,75 SD) ke atas = 2 = 58 – (1,75 x 4.69) = 50 ke atas = 2/20
M – (2,25 SD) ke atas = 1 = 58 – (2,25 x 4.69) = 48 ke atas = 1/10
M – (2,25 SD) ke atas = 0 = 58 – (2,25 x 4.69) = 48 ke atas = 0
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa,
rentangan nilai akhirnya menjadi pendek, yaitu 48 – 69 yang identik dengan
skala 0 – 10 atau 0 – 100. Peserta didik yang mendapatkan skor 69 ke atas
menjadi 100, sehingga peserta didik yang
mendapatkan skor 98/99 sama dengan yang mendapatkan skor 69,1. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.6. Rentang Nilai dan Nilai Akhir
Nomor
|
Rentang Nilai
|
Nilai Akhir
|
1.
|
00 – 47
|
0
|
2.
|
48 – 49
|
1/10
|
3.
|
50 – 51
|
2/20
|
4.
|
52 – 53
|
3/30
|
5.
|
54 – 56
|
4/40
|
6.
|
57 – 58
|
5/50
|
7.
|
59 – 61
|
6/60
|
8.
|
62 – 63
|
7/70
|
9.
|
64 – 65
|
8/80
|
10.
|
66 – 68
|
9/90
|
11.
|
69 ke atas
|
10/100
|
Dari data ini, maka yang paling dirugikan
dengan penentuan nilai akhir menggunakan konversi adalah mereka yang pinter.
Sedang yang kurang pinter sangat di untungkan dengan ketidak-pinterannya.
Dari keempat cara menentukan nilai akhir
tersebut, menurut hemat kami, dengan pertimbangan keadilan dan akademik, yang
paling bagus adalah dengan menggunakan pembobotan. Dari sini, dapat diketahui,
mereka yang pinter betul – betul mendapat nilai tinggi, sedang mereka yang
lemah mendapat nilai rendah, karena nilai akhirnya berdasarkan skor mentah yang
telah diperoleh oleh peserta didik.
C. Interpretasi
Hasil Penilaian dalam Menentukan Ketuntasan Belajar
Interpretasi hasil penilaian ini dilakuakan untuk
menetukan apakah peserta didik dapat menguasai kompetensi yang mengacu terhadap
indikatornya.[5]
Ada beberapa kriteria
dalam menetapkan ketuntasan belajar peserta didik
1.)
Kriteria
ketuntasan terhadap Kompetensi Dasar (KD)
Kriteria
ketuntasan belajar setiap indikator dalam satu kompetensi dasar(KD) di tetapkan
antara 0%-100%.kriteria ideal untuk masing masing indikator lebih besar dari
60%.Namun sekolah dapat menetapkan kriteria atau tingakat pencapaian indikator
,apakah 50%,60%,atau70%.penetapan itu disesuaiakan kondisi sekolah ,seperti
tingakt kemampuan akademis peserta didik,esensialitas indikator terhadap
kompetensi dasar,kompleksitas indikator dan daya dukung guru serta ketersediaan
sarana dan prasarana.Namun,kualitas sekolah akan dinilai oleh pihak luar secara
berkala,misalkan melalui ujian nasional.Hasil penilaian ini akan menunjukkan
peringkat satu sekolah di bandingkan dengan sekolah lain(Benchmarking).Melalui
pemeringkatan ini diharapkan sekolah terpacu untuk meningkatkan
kualitasnya,dalam hal ini meningkatkan kriteria pencaian indikator semakin
mendekati100%.
Apabila nilai
peserta didik untuk indikator pencapaian sama atau lebih dari kriteria
ketuntasan,maka dapat di katakan bahwa peserta didik itu menuntaskan indikator
itu.apabila indikator sudah tuntas dapt dikatakan peserta didk menguasi KD yang
bersangkutan.Dengan demikian, pesrta didik dapat di interprestasi telah
menguasai SKdan mata peljaran. Apabila jumblah indikator suatu KD yang tealah
tuntas lebih dari 50%peserta didik dapat mempelajari KD berikutnya dengan
mengikuti program remedial untuk indikator yang belum tuntas.Sebaliknya,apabila
nilai indikator dari suatu KD lebih dari kriteria ketuntasan,dapat di katakana
peserta didik itu belum menuntaskan indikator itu.apabila jumblah indikator
dari suatu KD yang belum tuntas sam aau lebih dari 50.peserta dididk belum dapat
mempelajari KD berikutnya.
Tabel.Contoh Penghitungan Ketuntasan Belajar Suatu Mata Pelajaran.
SK
|
KD
|
Indikator
|
Kriteria Ketunatasan
Minimal
|
Nilai
Peserta
DIdik
|
Ketuntasan
|
1.
|
1.1
|
1.1.1
|
60%
|
60
|
Tuntas
|
|
|
1.1.2
|
60%
|
59
|
Tidak Tuntas
|
|
|
1.1.3
|
50%
|
59
|
Tuntas
|
|
1.2
|
1.2.1
|
60%
|
61
|
Tuntas
|
|
|
1.2.2
|
70%
|
80
|
Tuntas
|
|
|
1.2.3
|
60
|
90
|
Tuntas
|
Bedasarkan table diatas dapat di ketahui nilai indikator pada KD
1.1 cenderung 60 jadi KD 1.1adalah 60 atau 6,tetapi pada KD 1.1.2 belum tuntas.
Artinya peserta didik perlu mengikuti program remedial.sedangkan nilai
indikator pada KD 1.2 bervariasi sehingga di hitung nili rata rata indikator.
Jadi Nilai KD
1.2: =77 atau 7,7
Pada Kompetensi Dasar 1.1 Indikator 1.1.2.belum tuntas jadi peserta
didik perlu mengikuti program remedial untuk indikator.
2.)
Kriteria
ketuntasan Minimal (KKM)
Menentukan
KKM ini ada beberapa hal yang harus di perhatikan, di antaranya:
a)
KKM
ditetapkan di awal tahun pembelajaran
b)
KKM
di tetapkan oleh forum MGMP, yaitu Musyawarah yang di lakukan oleh guru mata
pelajaran di sekolah tersebut
c)
Nilai
pada KKM ini di lambangkan dengan bentuk bilanagn bulat dengan rentan 0 – 100.
d)
Dan
nilai ketuntasan belajar maksimal ialah 100
e)
Sekolah
juga dapat mentukan KKM tadi di bawah nilai ketuntasan belajar maksimal.
Misalkan jika di atas niali ketuntasan belajar maksimalnya = 100, bias di
turunkan menjadi 90 dst
f)
Nilai
KKm harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar Siswa (LHBS).
Dalam menetapkan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) ada tiga tahap:
1)
Tahap
pertama ialah Kompleksitas. Yaitu dengan melihat tingkat kesulitan dan
keruwetan dari indikator pencapaiannya atau KD yang harus di capai peserta
didik. Kompleksitas tinggi dapat di katakana ketika indikator atau KD-nya menuntut SDM (memahami kompetensi
yang harus di capai peserta didik dan kreatif serta inovatif dalam melaksanakan pembelajaran), dari segi
waktu (membutuhkan waktu yang cukup lama
dikarenakan butuh pengulangan kembali), dan penalaran dan kecermatan peserta
didik yang tinggi
2)
Tahap
kedua mengenai kemampuan Sumber Daya Pendukung
yaitu, sarana dan
prasarana pendidikan yang sangat di butuhkan dalam pencapaian indikator dan
KDnya, kesediaan tenaga menejement sekolah dll.
3)
Tahap
ketiga dengan Intake
Intake adalah tingkat
kemampuan rata-rata peserta didik:
Misalnya: pada KKM Kelas
X yang didasarkan pada hasil seleksi PSB, NUN, Rapor kelas IX SMP, tes sleksi
masuk atau psikotes. Dan pada kelas XI dan XII didasarkan pada tingkat
pencapaian KKM pesrta didik pada semester sebelumnya atau kelas sebelumnya.
Adapun Kreterian Ketuntasan Minimal (KKM) yang
di sebutkan dalam Sosialisasi KTSP (2006) adalah dengan menggunakan table sbb:
Kompentensi Dasar dan
Indikator
|
Kriteria Ketumtasan
Minimal
|
|||
Kriteria Penetapan
Ketuntasan
|
Nilai
KKM
|
|||
Kompleksitas
|
Daya dukung
|
Intake
|
||
|
|
|
|
|
Cara menafsirkan
kriteria menjadi nilai:
1.)
Menggunakan
sistem Point:
a.
Kompleksitas
: Tinggi = 1, Sedang = 2, Rendah = 3
b.
Daya
dukung : Tinggi = 3, Sedang = 2, Rendah
= 1
c.
Intake : Tinggi = 3, Sedang = 2, Rendah
= 1
Contoh: jika KD atau indikator mempunyai
kriteria sebagai berikut (Kompleksitas rendah, Daya dukung tinggi dan Intake sedang) , maka dapat di
tetapkan KKM-nya sebagai berikut :
2.)
Menggunakan
rentang nilai:
a.
Kompleksitas
: Tinggi = 50 – 64
Sedang = 65 - 80
Rendah = 81 - 100
b.
Daya
dukung : Tinggi = 81 – 100
Sedang = 65 - 80
Rendah = 50 - 64
c.
Intake
: Tinggi = 81 – 100
Sedang = 65 - 80
Rendah = 50 – 64
Jika Kompetensi dasar atau indikator
memiliki kriteria: Kompleksitas sedang, Day dukung tinggi, dan Intake sedang,
maka nilainya adalah rata-rata setiap nilai dari kriteria yang di
tentukan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nilai akhir adalah nilai yang sudah berupa angka atau
huruf, yang melambangkan tingkat keberhasilan peserta didik setelah mengikuti
program pendidikan pada jenjang maupun waktu tertentu (semester). Nilai akhir
ini memiliki fungsi. Secara garis besarnya fungsi nilai itu ada empat, yaitu
fungsi
instruksional,
fungsi informatif, fungsi bimbingan dan fungsi administrasi.
Ada beberapa cara dalam menentukan nilai akhir, selain
itu juga terdapat faktor-faktor yang juga harus di pertimbangkan, di antaranya:
Faktor pencapaian atau prestasi, Faktor usaha, Faktor aspek pribadi dan sosial,
Faktor aspek kebiasaan kerja.
Menentukan nilai akhir menurut Anas sudijono yaitu
dengan Tes Formatif dan Tes Sumatif. Sedang menurut Moh. Sahlan melalui
tahap-tahap: Berdasarkan Skor Mentah, Berdasarkan pembobotan,
Berdasarkan Indeks, Berdasarkan Konversi.
Ada
beberapa kriteria dalam menetapkan ketuntasan belajar peserta didik: Kriteria
ketuntasan terhadap Kompetensi Dasar (KD) dan Kriteria ketuntasan Minimal (KKM)
DAFTAR
PUSTAKA
Sahlan,
Moh. Evaluasi Pembelajaran. 2013. Stain Jember Press : Jember.
Sudijono,
Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. 2001. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta
Arikunto,
Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. 2013. PT Bumi Aksara : Jakarta
Arifin,
Zainal. Evaluasi Pembelajaran. 2014. PT Remaja Rosdakarya : Bandung
[1] Anas Sudijono, Pengantar
Evaluasi Pendidikan (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2001).431
[2] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan (Jakarta; PT Bumi Aksara, 2013).308
[3] Anas Sudijono, Pengantar
Evaluasi Pendidikan, 434.
[4] Anas Sudijono, Pengantar
Evaluasi Pendidikan, 436.
[5] Moh. Sahlan, Evaluasi
Pembelajaran (Jember; STAIN Jember Press, 2013), 189
No comments:
Post a Comment