Search makalah

Thursday 23 November 2017

MAKALAH URGENSI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Salah satu isu penting yang mengiringi gelombang demokratisasi adalah munculnya wacana multikulturalisme. Multikulturalisme pada intinya adalah kesediaan menerima kelompok lain secara
sama sebagai kesatuan tanpa memedulikan perbedaaan budaya, etnik, gender, bahasa ataupun agama. Menurut Gurpreet Mahajan konsep multikulturalisme sebenarnya relatif baru. Menurutnya, sekitar tahun 1950-an gerakan multikultural muncul pertama kali di Kanada dan Australia, kemudian di Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan lainnya. Multikulturalisme memberi penegasan seseorang atau kelompok bahwa dengan segala perbedaannya diakui dan sama di dalam ruang publik. Multikulturalisme menjadi semacam respons kebijakan baru terhadap keragaman. Dengan kata lain, adanya komunitas yang berbeda saja tidak cukup, karena yang terpenting adalah komunitas tersebut diperlakukan sama oleh warga negara maupun negara. Multikulturalisme adalah “pengakuan pluralisme budaya yang menumbuhkan kepedulian untuk mengupayakan agar kelompok-kelompok minoritas terintegrasi ke dalam masyarakat dan masyarakat mengakomodasi perbedaan budaya kelompok-kelompok minoritas agar kekhasan identitas mereka diakui”. Fokus kepedulian diarahkan pada kelompok etnis, kelompok minoritas termasuk perempuan. Multikulturalisme terumus dalam bentuk “sejumlah prinsip, kebijakandan praksis untuk mengakomodasi keberagaman sebagai bagian yang sah dan tak terpisahkan dari suatu masyarakat”. Jadi, arah multikulturalisme lebih menuju pada upaya untuk menciptakan, menjamin dan mendorong pembentukan ruang publik yang memungkinkan beragam komunitas bias tumbuh dan berkembang disesuaikan dengan kemampuan jangkauan langkah masing-masing.[1]
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian pendidikan multikultural?
2.      Bagaimana pendekatan pendidikan multikultural di Indonesia?
3.      Bagaimana urgensi pendidikan multikultural di Indonesia?



C.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui pengertian pendidikan multikultural.
2.      Untuk mengetahui pendekatan pendidikan multikultural di Indonesia.
3.      Untuk mengetahui urgensi pendidikan multikultural di Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural hingga saat ini belum dapat didefinisikan secara baku. Namun, ada beberapa pendapat para ahli mengenai pendidikan multikultural. Diantaranya adalah Andersen dan Cusher (1994:320) mengartikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Kemudian, James Banks (1993: 3) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugerah Tuhan). Dimana dengan adanya kondisi tersebut kita mampu untuk menerima perbedaan dengan penuh rasa toleransi. Seperti definisi di atas, Muhaemin el Ma’haddi berpendapat bahwa pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan.
Adapun Paulo Freire seorang pakar pendidikan pembebasan mendefinisikan bahwa pendidikan bukan merupakan “menara gading” yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Melainkan pendidikan itu harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan suatu kelas sosial sebagai akibat dari kekayaan dan kemakmuran yang diperolehnya.[2] Pendidikan multikultural merupakan respons terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya, seperti gender, etnis, ras, budaya, strata sosial, dan agama.

B.     Pendekatan Pendidikan Multikultural di Indonesia.
Pendidikan multikultural di Indonesia perlu memakai kombinasi model yang ada, agar seperti yang diajukan Gorski, pendidikan multikultural dapat mencakup tiga hal jenis transformasi, yakni: (1) transformasi diri; (2) transformasi sekolah dan proses belajar mengajar; (3) transformasi masyarakat. Menyusun pendidikan multikultural dalam tatanan masyarakat yang penuh permasalahan antar kelompok mengandung tantangan yang tidak ringan. Pendidikan multikultural tidak berarti sebatas "merayakan keragaman" belaka. Apalagi jika tatanan masyarakat yang ada masih penuh diskriminasi dan bersifat rasis. Dapat pula dipertanyakan apakah mungkin meminta siswa yang dalam kehidupan sehari-hari mengalami diskriminasi atau penindasan karena warna kulitnya atau perbedaannya dari budaya yang dominan tersebut? Dalam kondisi demikian pendidikan multikultural lebih tepat diarahkan sebagai advokasi untuk menciptakan masyarakat yang toleran dan bebas toleransi.
Ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multikultural yaitu[3]:
1.      Tidak lagi terbatas pada menyamakan pandangan pendidikan dengan persekolahan atau pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas mengenai pendidikan sebagai transmisi kebudayaan membebaskan pendidik dari asumsi bahwa tanggung jawab primer mengembangkan kompetensi kebudayaan di kalangan anak didik semata-mata berada di tangan mereka dan justru semakin banyak pihak yang bertanggung jawab karena program-program sekolah seharusnya terkait dengan pembelajaran informal di luar sekolah.
2.      Menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan kebudayaan dengan kelompok etnik adalah sama. Artinya, tidak perlu lagi mengasosiasikan kebudayaan semata-mata dengan kelompok-kelompok etnik sebagaimana yang terjadi selama ini. Dalam konteks pendidikan multikultural, pendekatan ini diharapkan dapat mengilhami para penyusun program-program pendidikan multikultural untuk melenyapkan kecenderungan memandang anak didik secara stereotip menurut identitas etnik mereka dan akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan dan perbedaan di kalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik.
3.      Karena pengembangan kompetensi dalam suatu "kebudayaan baru" biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-orang yang sudah memiliki kompetensi, bahkan dapat dilihat lebih jelas bahwa uapaya-upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik adalah antitesis terhadap tujuan pendidikan multikultural. Mempertahankan dan memperluas solidarits kelompok adalah menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru. Pendidikan bagi pluralisme budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat disamakan secara logis.
4.      Pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi ditentukan oleh situasi.
5.      Kemungkinan bahwa pendidikan bahwa pendidikan (baik dalam maupun luar sekolah) meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kesadaran seperti ini kemudian akan menjauhkan kita dari konsep dwi budaya atau dikhomi antara pribumi dan non-pribumi. Dikotomi semacam ini bersifat membatasi individu untuk sepenuhnya mengekspresikan diversitas kebudayaan. Pendekatan ini meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai pengalaman normal manusia. Kesadaran ini mengandung makna bahwa pendidikan multikultural berpotensi untuk menghindari dikotomi dan mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada diri anak didik. [4]
Dalam konteks keIndonesiaan dan kebhinekaan, kelima pendekatan tersebut haruslah diselaraskan dengan kondisi masyarakat Indonesia.

C.    Urgensi Pendidikan Multikultural di Indonesia
Indonesia adalah negara yang terdiri dari beragam masyarakat yang berbeda seperti agama, suku, ras, kebudayaan, adat istiadat, bahasa, dan lain sebagainya menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk. Dalam kehidupan yang beragam seperti ini menjadi tantangan untuk mempersatukan bangsa Indonesia menjadi satu kekuatan yang dapat menjunjung tinggi perbedaan dan keragaman masyarakatnya.
Hal ini dapat dilakukan dengan pendidikan multikultural yang ditanamkan kepada anak-anak lewat pembelajaran di sekolah maupun di rumah. Seorang guru bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan terhadap anak didiknya dan dibantu oleh orang tua dalam melihat perbedaan yang terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Namun pendidkan multikultural bukan hanya sebatas kepada anak-anak usia sekolah tetapi juga kepada masyarakat Indonesia pada umumnya lewat acara atau seminar yang menggalakkan pentingnya toleransi dalam keberagaman menjadikan masyarakat Indonesia dapat menerima bahwa mereka hidup dalam perbedaan dan keragaman.
Ada tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia, yaitu:
1.      Agama, suku bangsa dan tradisi
Agama secara aktual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan orang Indonesia sebagai suatu bangsa. Bagaimanapun juga hal itu akan menjadi perusak kekuatan masyarakat yang harmonis ketika hal itu digunakan sebagai senjata politik atau fasilitas individu-individu atau kelompok ekonomi. Di dalam kasus ini, agama terkait pada etnis atau tradisi kehidupan dari sebuah masyarakat. Masing-masing individu telah menggunakan prinsip agama untuk menuntun dirinya dalam kehidupan di masyarakat, tetapi tidak berbagi pengertian dari keyakinan agamanya pada pihak lain. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural untuk mencapai tujuan dan prinsip seseorang dalam menghargai agama.
2.      Kepercayaan
Unsur yang penting dalam kehidupan bersama adalah kepercayaan. Dalam masyarakat yang plural selalu memikirkan resiko terhadap berbagai perbedaan. Munculnya resiko dari kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang lain dapat juga timbul ketika tidak ada komunikasi di dalam masyarakat/plural. 
3.      Toleransi
Toleransi merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai keyakinan. Toleransi dapat menjadi kenyataan ketika kita mengasumsikan adanya perbedaan. Keyakinan adalah sesuatu yang dapat diubah. Sehingga dalam toleransi, tidak harus selalu mempertahankan keyakinannya.Untuk mencapai tujuan sebagai manusia Indonesia yang demokratis dan dapat hidup di Indonesia diperlukan pendidikan multikultural.[5]
Adapun pentingnya pendidikan multikultural di Indonesia yaitu:
1.      Sarana alternatif pemecahan konflik
Penyelenggaraan pendidikan multikultural di dunia pendidikan diakui dapat menjadi solusi nyata bagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi di masyarakat, khususnya di masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam unsur sosial dan budaya. Dengan kata laun, pendidikan multikultural dapat menjadi sarana alternatif pemecahan konflik sosial-budaya.[6]
Struktur kultural masyarakat Indonesia yang amat beragam menjadi tantangan bagi dunia pendidikan untuk mengolah perbedaan tersebut menjadi suatu aset, bukan sumber perpecahan. Saat ini pendidikan multikultural mempunyai dua tanggung jawab besar, yaitu menyiapkan bangsa Indonesia untuk mengahadapi arus budaya luar  di era globalisasi dan menyatukan bangsa sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya. Pada kenyataannya pendidikan multikultural belum digunakan dalam proporsi yang benar. Maka, sekolah dan perguruan tinggi sebagai instirusi pendidikan dapat mengembangkan kurikulum pendidikan multikultural dengan model masing-masing sesuai dengan otonomi pendidikan atau sekolahnya sendiri. Model-model pembelajaran mengenai kebangsaan memang sudah ada. Namun, hal itu masih kurang untuk dapat mengahargai perbedaan masing-masing suku, budaya maupun etnis. Hal ini dapat dilihat dari munculnya berbagai konflik dari realitas kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Hal ini berarti bahwa pemahaman mengenai toleransi di masyarakat masih sangat kurang. Maka, penyelenggaraan pendidikan multikultural dapat dikatakann berhasil apabila terbentuk pada diri setiap peserta didik sikap saling toleransi, tidak bermusuhan, dan tidak berkonflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya, suku, bahasa, dan lain sebagainya. Menurut Stephen Hill, pendidikan multikultural dikatakan berhasil apabila prosesnya melibatkan semua elemen masyarakat. Hal itu dikarenakan adanya multidimensi aspek kehidupan yang tercakup dalam pendidikan multikultural. Perubahan yang diharapkan adalah pada terciptanya kondisi yang nyaman, damai, toleran dalam kehidupan masyarakat, dan tidak selalu muncul konflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya dan SARA.
2.      Agar peserta didik tidak meinggalkan akar budaya
Selain sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, pendidikan multikultural juga signifikan dalam upaya membina peserta didik agar tidak meninggalkan akar budaya yang ia miliki sebelumnya, saat ia berhubungan dengan realitas sosial-budaya di era globalisasi. Pertemuan antar budaya di era globalisasi ini bisa menjadi ‘ancaman’ serius bagi peserta didik. Untuk menyikapi realitas tersebut, peserta didik tersebut hendaknya diberikan pengetahuan yang beragam. Sehingga peserta didik tersebut memiliki kemampuan global, termasuk kebudayaan. Dengan beragamnya kebudayaan baik di dalam maupun di luar negeri, peserta didik perlu diberi pemahaman yang luas tentang banyak budaya, agar siswa tidak melupakan asal budayanya. Menurut Fuad Hassan, saat ini diperlukan langkah antisipatif terhadap tantangan globalisasi, terutama dalam aspek kebudayaan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek) dapat memperpendek jarak dan memudahkan adanya persentuhan antar budaya. Tantangan dalam dunia pendidikan kita, saat ini sangat berat dan kompleks. Maka, upaya untuk mengantisipasinya harus dengan serius dan disertai solusi konkret. Jika tidak ditanggapi dengan serius terutama dalam bidang pendidikan yang bertanggung jawab atas kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) maka, peserta didik tersebut akan kehilangan arah dan melupakan asal budayanya sendiri. Sehingga dengan pendidikan multikultural itulah, diharapkan mampu membangun Indonesia yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini.[7] Karena keanekaragaman budaya dan ras yang ada di Indonesia itu merupakan sebuah kekayaan yang harus kita jaga dan lestarikan.
3.      Sebagai landasan pengembangan kurikulum nasional
Pendidikan multikultural sebagai landasan pengembangan kurikulum menjadi sangat penting apabila dalam memberikan sejumlah materi dan isi pelajaran yang harus dikuasai oleh peserta didik dengan ukuran dan tingkatan tertentu.
Pengembangan kurikulum yang berdasarkan pendidikan multikultural dapat dilakukan berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut.
a.     Mengubah filosofi kurikulum dari yang berlaku secara serentak seperti sekarang menjadi filosofi pendidikan yang sesuai dengan tujuan, misi, dan fungsi setiap jenjang pendidikan dan unit pendidikan.
b.       Harus merubah teori tentang konten (curriculum content) yang mengartikannya sebagai aspek substantif yang berisi fakta, teori, generalisasi, menuju pengertian yang mencakup nilai moral, prosedur, proses, dan keterampilan (skills) yang harus dimiliki generasi muda.
c.         Teori belajar yang digunakan harus memperhatikan unsur keragaman sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
d.        Proses belajar yang dikembangkan harus berdasarkan cara belajar berkelompok dan bersaing secara kelompok dalam situasi yang positif. Dengan cara tersebut, perbedaan antarindividu dapat dikembangkan sebagai suatu kekuatan kelompok  dan siswa terbiasa untuk hidup dengan keberanekaragaman budaya.
e.      Evaluasi yang digunakan harus meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian peserta didik sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan.

4.      Menuju masyarakat Indonesia yang Multikultural
Inti dari cita-cita reformasi Indonesia adalah mewujudkan masyarakat sipil yang demokratis, dan ditegakkan hukum untuk supremasi keadilan, pemerintah yang bersih dari KKN, terwujudnya keteraturan sosial serta rasa aman dalam masyarakat yang menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang mensejahterakan rakyat Indonesia.
Corak masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika bukan hanya merupakan keanekaragaman suku bangsa saja melainkan juga menyangkut tentang keanekaragaman budaya yang ada dalam masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Eksistensi keberanekaragaman tersebut dapat terlihat dari terwujudnya sikap saling menghargai, menghormati, dan toleransi antar kebudayaan satu sama lain. 
Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan kosnep-konsep lain yang relevan.[8]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidikan di Indonesia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam ras, suku budaya, bangsa, dan agama dirasa penting untuk menerapkan pendidikan multikultural. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa dengan masyarakat Indonesia yang beragam inilah seringkali menjadi penyebab munculnya berbagai macam konflik.
Seiring dengan perkembangan zaman dan waktu juga dapat mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga banyak terjadi berbagai macam perubahan di masyarakat yang diakibatkan oleh masuknya berbagai macam budaya baru dari luar negeri ke Indonesia. Melalui pendidikan multikultural yang memperkenalkan budaya asli kepada peserta didik diharapkan agar peserta didik tidak melupakan asal budayanya sendiri.
Namun demikian, pendidikan multikultural tidak hanya dipelajari dalam pendidikan normal saja. Melainkan pendidikan multikultural itu harus dipelajari oleh masyarakat luas, secara non formal melalui berbagai macam diskusi, presentasi. Agar dapat terciptanya masyarakat Indonesia yang tentram dan damai.



BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Fay, Brian. 1996. Contemporary Philosophy of Social Sience: A Multicultural Approach. Oxrofd:Backwell.
Freire, Paulo. 2000. Pendidikan Pembebasan. Jakarta: LP3S.
Hernandez, Hilda. 2002. Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context, Process, and Content. New Jersey & Ohio: Prentice Hall.
Media Indonesia, Rabu, 08 September 2008.
Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press.







[2] Paulo Freire, Pendidikan Pembebasan (Jakarta: LP3S, 2000)
[3] Choril Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2011, hal. 191-196)
[4] (www. Edchange.org/multicultural)

[5] Munib, Achmad, Pengantar Ilmu Pendidikan. (Semarang: Unnes Press, 2009, hal. 100)
[6] Media Indonesia, Rabu, 08 September 2008.
[7]Munib, Achmad, Pengantar Ilmu Pendidikan. (Semarang: Unnes Press, 2009, hal. 105)
[8] Fay, Brian, Contemporary Philosophy of Social Sience: A Multicultural Approach (Oxrofd:Backwell,1996, hal. 203).

No comments:

cari judul makalah